Mempelajari Seni Kehidupan dari Sosok Pasangan Tunanetra
Bagus Ikhwansyah/Fikom-UBJ/Saeful. M.
Sugeng Darmawan dan Yuni Marwah, sepasang suami istri tunanetra yang mempunyai banyak anak, namun anak-anaknya tetap sekolah dengan lancar. Meski hanya tinggal didalam sebuah gubuk yang berukuran kecil tetapi hidup bahagia, tempat tinggal sepetak dipinggir danau sebuah perumahan dan hanya bekerja sebagai tukang pijat panggilan ke rumah-rumah, sepasang suami istri ini tetap semangat demi bisa menghidupi anak-anaknya sekolah dan makan sehari-hari.
"Anak saya lima mas, empat perempuan dan satu laki-laki. Mereka masih perlu untuk sekolah, saya sering bilang ke anak-anak ga usah mikirin uang, kalian sekolah aja yang bener biar jadi orang sukses, biarin ibu sama bapak yang cari uang insyaallah ada rejekinya buat kalian," ungkap Yuni.
Sugeng Darmawan mengaku sangat bersyukur meskipun hanya tinggal digubuk yang terbuat dari anyaman bambu dan hanya tidur beralaskan tiker, rumah tersebut hanya memiliki satu ruangan dan disitulah sugeng dan yani tidur bersama ke-lima anaknya, dibagian sudut belakang ia gunakan sebagai dapur seadanya, jika ingin mandi dan buang air ia membuat kamar mandi dari anyaman bambu  ditepi danau, diluar dari bagian rumah.
"saya sangat bersyukur mas atas apa yang saya miliki sekarang, meskipun hanya tinggal digubuk sederhana dan hanya bekerja jadi tukang urut. Memang sih gaseberapa dapet uangnya, tapi saya bersyukur karna saya masih diberi anugrah sama allah punya anak sehat-sehat dan alhamdulillah tidak ada yang buta seperti saya dan istri, insyaallah saya yakin mereka nanti pada jadi orang sukses bisa mengangkat derajat orang tuanya," ungkap Sugeng sang suami.
Terkadang banyak orang-orang baik yang suka datang kesana untuk memberi pakaian bekas yang masih layak ataupun membawa makanan untuk anak-anaknya. Dilain sisi Sugeng dan Yuni juga bingung karena ada kabar daerah tempat mereka tinggal  akan ada penggusuran rumah.
"saya sekarang bingung mau pindah kemana, katanya akhir bulan ini akan ada penggusuran. Sedangkan saya tidak punya uang tabungan untuk cari kontrakan, sekarang kontrakan juga mahal banget mas, anak-anak juga masih kecil gamungkin harus putus sekolah dan bantu cari uang, semoga aja ada jalannya dari allah swt," ungkap Sugeng.
Anak pertamanya sudah lulus SMA dan sisanya masih menempuh pendidikan dibangku sekolah dasar dan menengah pertama (SMP). Sedikit-sedikit anak pertamanya sudah bisa membantu ekonomi keluarganya, meskipun memang nyatanya masih banyak kurangnya karena adik-adiknya masih banyak yang butuh biaya untuk sekolah.Â
Namun keluarga sugeng dan yuni meski terbatas dengan biaya, mereka tidak ingin menyusahkan lingkungan sekitar tempat ia tinggal, mereka selalu mencukup-cukupi apa yang mereka punya.
"biarpun cuma segini adanya tapi saya gamau ngerepotin sekitar mas, karena saya dan suami merasa masih bisa berusaha keras meskipun kami punya keterbatasan dan tetap bersyukur atas apa yang kita dapat, mungkin ini salah satu berkah dari allah. Ya disatu sisinya juga kadang banyak orang baik yang suka datang kesini ngasih makanan dan pakaian buat anak-anak padahal saya gaminta, tapi ya alhamdulillah aja mas" ungkap Yuni sambil meneteskan air mata.
Banyak pelajaran kehidupan yang bisa kita ambil dari kisah keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Yuni. Sepasang kekasih yang saling mencintai yang berjuang keras demi keluarga kecilnya meski memiliki keterbatasan dalam fisik. Namun mereka enggan untuk mengemis. Tetap berjuang meski penghasilan seadanya demi anak-anaknya bisa memiliki nasib yang lebik baik dari mereka kedepannya.
Penulis: Bagus Ikhwansyah, Mahasiswa Semester III, Fikom Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H