Mohon tunggu...
Tubagus Abdul Khaelani
Tubagus Abdul Khaelani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pandemi, Sebuah Kesempatan yang Tidak Dapat Digunakan

30 Desember 2021   17:41 Diperbarui: 30 Desember 2021   18:08 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tubagus Abdul Khaelani
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi
Universitas Negeri Jakarta

Sudah lebih dari satu tahun pandemi hadir dan kita semua mulai secara bertahap beradaptasi dengan kondisi yang banyak sekali yang merubah kebiasaan kita sehari-hari. Tidak hanya harus beradaptasi dengan kondisi yang memaksa kita membatasi kegiatan kita dengan dunia luar, kita juga harus beradaptasi dengan bagaimana cara dunia berjalan sejak pandemi hadir.

Hal ini juga dirasakan oleh sektor Pendidikan, dimana beban awal untuk bisa mengikuti perkembangan dunia yang sudah meninggalkan kita cukup jauh, kita juga harus beradaptasi dengan metode pembelajaran yang sangat baru. Hal ini tentu saja memberikan banyak sekali dampak dalam proses perkembangan Pendidikan kita.

Kemendikbud yang dipimpin oleh Nadiem Makarim terus mencoba secara bertahap menyesuaikan diri dengan kondisi dan tetap berfokus kepada ketersediaan Pendidikan bagi masyarakat di tengah pandemi, hal ini dimulai dengan instruksi tetap berjalannya KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) lewat Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19).

Proses KBM pun tetap berjalan di tengah pandemi, namun dengan kondisi yang sangat baru tentu saja berharap terjadi perubahan dengan lancar adalah sebuah kenaifan. Beberapa masalah timbul; tingkat stres murid yang meningkat, beberapa tenaga pengajar gagap teknologi, tidak ada pengawasan yang cukup untuk memperhatikan proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan masih banyak yang lainnya.

Dari apa yang terjadi banyaknya masalah selama proses adaptasi terjadi kita akhirnya sadar bahwa masalah Pendidikan lebih banyak dan lebih kompleks dari apa yang kita kira. Selama ini rasanya masyarakat hanya mendengar solusi yang ditawarkan oleh pemerintah selalu mengganti kurikulum saat masalahnya lebih rumit solusi yang ditawarkan. Ketidakcocokan masalah dan solusi ini yang terus berlanjut dan rasanya seperti memelihara keterhantaran kualitas Pendidikan yang stagnan dan cenderung tertinggal dari perkembangan Pendidikan dunia.

Sepertinya kita perlu mengingat Kembali bahwa Pendidikan adalah sebuah mesin produksi, namun berbeda dengan pandangan Karl Marx bahwa Pendidikan hanya memproduksi kelas pekerja, kita harus melihat Pendidikan sebagai sektor yang memproduksi kesadaran. Gagasan ini ditawarkan oleh Giroux dimana produksi kesadaran adalah sebuah hasil dari proses pembelajaran yang dia tawarkan. Secara khusus hal itu adalah pedagogi kritis.

Pedagogi kritis memiliki beberapa unsur yang perlu diperhatikan untuk dapat mencapai tujuannya, yaitu menciptakan kesadaran. Pedagogi kritis perlu membangun kegiatan pembelajaran yang humanis dan demokratis, dimana untuk mencapainya dibutuhkan tenaga pengajar yang memiliki kompetensi. Demokratis dalam hal ini dimaksudnya untuk melibatkan siswa secara langsung untuk berperan dalam arah pembelajaran maupun metode yang digunakan dalam pembelajaran itu sendiri, atau istilah yang dikenal sebagai Student Base Learning (SBL).

Selain itu pedagogi kritis juga harus memperhatikan tujuan awalnya untuk menciptakan kesadaran kritis yang bertujuan untuk membantu peserta didik lebih mudah beradaptasi dengan dunianya. Dewasa ini pendekatan Pendidikan kita rasanya jauh dari pembangunan kesadaran kritis yang membuat siswa terus terkejut pada kondisi baru dan kehabisan waktu untuk beradaptasi.

Dengan berhasilnya pedagogi kritis diharapkan siswa yang lulus dari sekolah memiliki kesadaran kritis yang tidak hanya membantu mereka untuk memecahkan masalah pribadinya, namun lebih peka untuk menyadari adanya isu sosial yang ada di sekitar mereka. Pada akhirnya gagasan Giroux rasanya seperti solusi untuk Pendidikan, namun tidak dapat menutup mata bahwa kualitas Pendidikan kita sepertinya masih sangat jauh untuk menerapkan hal itu

Kita dapat melihat tenaga pengajar kita di Indonesia rasanya terlalu tersentralisasi tidak hanya dari kuantitas maupun kualitas di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini rasanya menjadi tidak adil dimana Indonesia sudah berjanji dalam UUD 45 untuk dapat menyediakan Pendidikan bagi rakyatnya. Untuk itu kuantitas dan kualitas tenaga pengajar menjadi salah satu masalah utama yang perlu di bedah.

Selain tenaga pengajar, kualitas murid juga sebenarnya harus dilihat sebagai sebuah masalah. Dalam pandangan sosiologis perilaku manusia tidak pernah lepas dari lingkungan tempat mereka tumbuh dan bagaimana mereka berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya. Rasanya juga menjadi sulit hanya berharap ke tenaga pengajar saat beban mereka khususnya mereka yang berstatus PNS memiliki beban administratif dan birokratis yang harus juga diselesaikan sebagai tanggung jawab mereka. Artinya ini juga adalah sebuah masalah, lalu apa yang harus dilakukan.

Seperti yang sebelumnya disebutkan bahwa manusia bukanlah makhluk individu yang perilakunya tercipta dari diri sendiri, melainkan melewati proses interaksi dan internalisasi nilai yang beragam dengan lingkungan dan manusia yang sekitarnya. Artinya isu Pendidikan lebih rumit dari sekedar harus menciptakan pedagogi kritis di kelas.

Pandemi harusnya tidak hanya dilihat sebagai sebuah hal buruk yang menimpa kita. Dengan adanya pandemi interaksi orang tua dengan anaknya menjadi meningkat dimana hal ini harusnya dilihat sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan pengarahan ke orang tua untuk membantu proses Pendidikan anaknya. Karena rasanya saat jaman terus berubah peran orang tua mulai hilang dalam proses Pendidikan anaknya, seperti sepenuhnya tanggung jawab Pendidikan diberikan kepada sekolah dan seperangkatnya. Dimana itu bukanlah hal yang ideal saat sekolah pun tidak memiliki kualitas yang baik untuk bisa memproduksi kesadaran yang kritis kepada para siswanya.

Seperti mencoba mulai membuka lahan, sebuah lahan harus dibuat gembur dan juga subur agar tumbuhan yang tumbuh dapat sehat dan juga menghasilkan buah. Begitu juga kepada peserta didik dimana lahan belajar mereka harus disiapkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan lulusan terbaik yang tidak hanya berujung sebagai tenaga kerja murah di negara berkembang, tapi sebagai individu yang memiliki kesadaran kritis yang dapat menjalankan sebuah slogan lama dalam Pendidikan. "Bahwa Pendidikan adalah jalan menuju pembebasan" tidak bebasnya manusia karena mereka tidak terdidik, namun Pendidikan yang mereka lalui harus bekerja sebagai sebuah alat yang bisa mereka gunakan untuk membebaskan dirinya dari belenggu yang menyulitkan hidupnya. Kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, ketidakmampuan melakukan sesuatu dan juga yang lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun