Sore itu terasa nikmat sekali duduk di bale belakang rumah sambil ditemani secangkir kopi hitam dan sepiring pisang goreng wow terasa nikmat sekali. Sambil di iringi gemercik air hujan yang jatuh pelan namun pasti membawa irama kesyahduan. Terlintas dalam benak manakala mendengar indahnya suara gemercik air hujan ini. Langsung saja dari bibir keluar sebait syair lagu,
Tik..tik..bunyi hujan di atas genting,
Airnya turun tidak terhingga,
Cobalah tengok dahan dan ranting basah semua....
Ehmm, indahnya masa itu diantara kesederhanaan dan keterbatasan masih dapat mendengarkan dendang lagu yang indah, mendidik dan mudah sekali liriknya. Hampir semua lagu anak tempo dulu liriknya penuh kesederhanaan dan rasanya mudah sekali untuk diingat sampai saat ini tentunya Anda pun masih dapat mengingat beberapa syair lagu anak tempo dulu.
Dimana pada zaman ke-emasan-nya senantiasa hadir ditengah-tengah kita lewat salah satu (emang baru satu statsiun kala itu) statsiun televisi yaitu TVRI, setiap sore hari bintang-bintang cilik masa itu diantaranya; Ira Maya Shopa, Adi bing Slamet dan Chica Koes Woyo, hadir menemani. Dan pada saat menjelang tidur malam, kira-kira pukul 20:00 giliran radio kala itu RRI yang paling top, menina bobokan lewat acara lagu untuk anak.
Lagu anak masa itu bukan saja sebagai sarana hiburan semata, namun juga sebagai sarana penyampaian edukasi yang ampuh. Lagu anak kala itu bukan hanya untuk megejar omset penjualan, dan bukan hanya sebagai bisnis semata. Semua sepertinya mengalir apa adanya, tapi dibalik kesederhanaannya, luarbiasa juga nilai ekonomi yang dihasilkan. Jarang sekali lagu anak yang keluar tidak meroket dipasaran, hampir rata-rata lagu-lagu anak kala itu populer.
Cobalah kita tengok nilai-nilai yang terkandung dalam lirik lagu anak kala itu, banyak sekali ajaran edukasinya, moralitas, hingga budi pekerti ditanamkan pada syairnya. Kita ambil contoh:
Ku Ambil Ambil Buluh Sebatang
Ku Potong Sama Panjang
Ku Raut dan Ku Pintal Dengan Benang
Ku jadikan Layang-layang...
Bermain, berlari...
bermain layang-layang
Bermain ku bawa ke tanah lapang
Hati gembira dan riang
Syair lagu yang sangat sederhana namun, banyak mengandung nilai kehidupan yang tinggi. Dimana diajarkan kepada anak untuk mandiri, mengajarkan sebuah proses kehidupan, berkarya dan berimajinasi. Banyak filsafat hidup yang terkandung disana dimana pada saat proses pembuatan sebuah layang-layang. Sebatang buluh itu di potong sama panjang dan diraut, ini menunjukan sikap kita harus membuang kotoran yang ada pada diri dan sebelum di pintal dengan benang layang-layang ditimbang agar seimbang. Masih banyak lagi filsafat hidup yang terkandung.
Syair lagu anak yang sederhana tak sederhana nilai yang terkandung didalamnya, namun kini lagu anak tinggallah kenangan yang tak terlupakan. Industri lagu anak kini bagaikan putri salju yang mati suri dan menunggu kecupan hangat sang pangeran.
Sebuah industri yang telah banyak melahirkan bintang-bintang cilik berbakat dan pencipta serta arangemen musik yang penuh dedikasi hingga akhir hayatnya masih kita kenang, seperti Ibu sud, pak Kasur dan masih banyak lagi.
Sebagai industri kreatif seharusnya lagu untuk anak-anak masih tetap menjadi prioritas utama, kini anak-anak kita “dipaksa” untuk mendengarkan dan menyanyikan lagu kesedihan, patah hati, kecewa dan rasa frustasi yang seharusnya bukan untuk konsumsi mereka. Anak-anak kita seyogianya mendengarkan lagu riang gembira mengalir apa adanya seperti kepolosan sifat seorang anak kecil.
Sebagai indusrti kreatif, sebuah lagu adalah sarana komunikasi verbal yang ampuh dalam menyampaikan sebuah “pesan” yang terkandung pada syair sebuah lagu. Seperti kreatifitas untuk memproduksi lagu anak, dikalahkan oleh kalkulasi hitungan bisnis, dimana akan rugi jika memproduksi lagu anak yang sudah kehilangan pangsa pasarnya. Ditambah lagi dengan pembajakan lagu yang masih merajalela di Indonesia, memungkin untuk sebuah label dan produser untuk berhitung jutaan kali apabila akan memproduksi kembali lagu-lagu anak.
Seperti halnya kopi yang saya minum kini terasa pahit karena yang tertinggal ampasnya, begitu pula masa-masa manis era kejayaan lagu-lagu anak kini hanya tinggal kenangan. Industri kreatif di bidang musik dan lagu ini pun masihpula terancam keberlangsungannya dengan maraknya “pembajakan” dalam mata rantai disrtibusi. Sungguh suatu hal yang sangat ironi bila melihat seperti itu, salah siapakah ini? Mari kita tanyakan “pada rumput yang bergoyang”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H