Ku jadikan Layang-layang...
Bermain, berlari...
bermain layang-layang
Bermain ku bawa ke tanah lapang
Hati gembira dan riang
Syair lagu yang sangat sederhana namun, banyak mengandung nilai kehidupan yang tinggi. Dimana diajarkan kepada anak untuk mandiri, mengajarkan sebuah proses kehidupan, berkarya dan berimajinasi. Banyak filsafat hidup yang terkandung disana dimana pada saat proses pembuatan sebuah layang-layang. Sebatang buluh itu di potong sama panjang dan diraut, ini menunjukan sikap kita harus membuang kotoran yang ada pada diri dan sebelum di pintal dengan benang layang-layang ditimbang agar seimbang. Masih banyak lagi filsafat hidup yang terkandung.
Syair lagu anak yang sederhana tak sederhana nilai yang terkandung didalamnya, namun kini lagu anak tinggallah kenangan yang tak terlupakan. Industri lagu anak kini bagaikan putri salju yang mati suri dan menunggu kecupan hangat sang pangeran.
Sebuah industri yang telah banyak melahirkan bintang-bintang cilik berbakat dan pencipta serta arangemen musik yang penuh dedikasi hingga akhir hayatnya masih kita kenang, seperti Ibu sud, pak Kasur dan masih banyak lagi.
Sebagai industri kreatif seharusnya lagu untuk anak-anak masih tetap menjadi prioritas utama, kini anak-anak kita “dipaksa” untuk mendengarkan dan menyanyikan lagu kesedihan, patah hati, kecewa dan rasa frustasi yang seharusnya bukan untuk konsumsi mereka. Anak-anak kita seyogianya mendengarkan lagu riang gembira mengalir apa adanya seperti kepolosan sifat seorang anak kecil.
Sebagai indusrti kreatif, sebuah lagu adalah sarana komunikasi verbal yang ampuh dalam menyampaikan sebuah “pesan” yang terkandung pada syair sebuah lagu. Seperti kreatifitas untuk memproduksi lagu anak, dikalahkan oleh kalkulasi hitungan bisnis, dimana akan rugi jika memproduksi lagu anak yang sudah kehilangan pangsa pasarnya. Ditambah lagi dengan pembajakan lagu yang masih merajalela di Indonesia, memungkin untuk sebuah label dan produser untuk berhitung jutaan kali apabila akan memproduksi kembali lagu-lagu anak.
Seperti halnya kopi yang saya minum kini terasa pahit karena yang tertinggal ampasnya, begitu pula masa-masa manis era kejayaan lagu-lagu anak kini hanya tinggal kenangan. Industri kreatif di bidang musik dan lagu ini pun masihpula terancam keberlangsungannya dengan maraknya “pembajakan” dalam mata rantai disrtibusi. Sungguh suatu hal yang sangat ironi bila melihat seperti itu, salah siapakah ini? Mari kita tanyakan “pada rumput yang bergoyang”.