Mohon tunggu...
Mbah Bagong Waluyo
Mbah Bagong Waluyo Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Biasa di panggil Bagong oleh almh. Ibu, sebagai penghormatan padanya .

Seorang Mbah yang terlahir ngapak di Kebumen Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengawal Satu Rupiah Menuju Gemah Ripah

20 Desember 2021   14:36 Diperbarui: 20 Desember 2021   14:38 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

           Reformasi di bidang Keuangan Negara ditandai penerbitan tiga paket Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara, yaitu Undang Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Udnang nomor Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Nomor 15/2004, sebagai wujud dari pada amanat UUD 1945 pasal 23.

          Paket Undang-Undang tersebut merupakan bukti bahwa kita sudah terbebas dari penjajahan dibidang pengelolaan keuangan, dengan sudah tidak mengunakan produk perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda yaitu ICW ( Indische Comptabiliteitswet Stbl. 1925 No. 448, IBW (Indische Bedrijvenment) Stbl. 1927 No. 419, RAB ), sedangkan dalam pelaksanan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara menggunakan  IAR (Intructie en verderee bepalingen voor deAlgemeene Rekenkamer ) Stbl. 1933 No. 320.

        Undang-Udang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara bukanlah merupakan lex spesialis dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling melengkapi dalam pengelolaan Keuangan Negara. UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan hightlight dari Bab VII ( Pelaksanaan APBN dan APBD) dari UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sedangkan UU No. 15 Tahun 2004 merupakan highlight dari Bab VIII ( Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD).

      Keuangan Negara dalam pasal 2 UU No. 17 tahun 2003 lingkupnya tidak hanya berbicara masalah APBN namun segala hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, berupa penerimaan dan pengeluaran daerah, penerimaan dan pengeluaran negara sehingga hal ini  merupakan konsekuensi dari perubahan konsepsi pengertian keuangan negara menjadi lebih luas.

      Dari definisi tersebut terkait penerimaan negara sebagai sumber pendapatan negara dapat dihasilkan dari Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP dan Penerimaan Hibah, hal ini sesuai dengan definisi Pendapatan Negara menurut UU No. 17 tahun 2003.

      Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), cukai dan pajak lainnya. Sementara itu, penerimaan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar.

       Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP menurut UU No. 9 tahun 2018  adalah pungutan yang dibayar oleh pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran dan belanja negara. PNBP ini adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP lainnya, serta pendapatan Badan Layanan Umum ( BLU ). PNBP sumber daya alam dibedakan antara PNBP migas dangan PNBP nonmigas yang meliputi pendapatan pertambangan mineral dan batu bara, kehutanan, perikanan dan panas bumi.

       Hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa  yang dirupiahkan berupa barang jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali berasal dari dalam maupun dari luar negeri.

       Dari sumbar Pendapatan Negara tersebut, untuk memastikan  setoran Pajak, PNBP dan Setoran Non Anggaran diterima Kas Negara serta untuk pengamanan atas penerimaan negara Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui KPPN di seluruh Indonesai dapat menerbitkan  Nota Konfirmasi atas setoran tersebut, atas permintaan satuan kerja maupun pihak ketiga, paling cepat pada H+1 setelah penyetoran penerimaan negara pada Bank Persepsi, dan sebagai pelaksaan atas PMK 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, pasal 52 ayat (2) huruf c bahwa setiap lampiran SSP (Surat Setoran Pajak) untuk SPP-GU harus sudah dikonfirmasi terlebih dahulu oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara/KPPN, kemudian bagi pihak ketiga konfirmasi penerimaan negara sangat berguna sekali untuk memastikan bahwa setoran pajak/Non Pajak telah masuk ke Kas Negara.

Billing Bendahara Umum Negara (BUN), se rupiah untuk gemah ripah.

                Begitu pentingnya penerimaan negara baik pajak, maupun non pajak sehingga sangat diperlukan pembangunan sebuah sistem agar se rupiah uang tersebut dapat benar-benar masuk ke dalam Kas Negara, untuk kemakmuaran bersama.

                Direktorat Jenderal Perbendaharaan/DJPb sebagai Unit Eselon I pada Kementerian Keuangan telah diamanatkan untuk mengawal Inisiatif Strategis RBTK (Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan) sesuai KMK Nomor 91/KMK.01/2021 tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, salah satu yang harus di kawal oleh DJPb sebagai UIC utama adalah Inisiatif Strategis #17 Simplifikasi Pelaksanaan Anggaran menggunakan teknologi digital, dan Inisiatif Strategis #11 Joint Program, optimalisasi penerimaan sekaligus DJPb sebagai UIC Pendukung.

                Dengan telah diterbitkannya PMK Nomor 225/PMK.05/2020 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, ini merupakan bukti kuat bahwa DJPb menjalankan amanat tentang RBTK dan mensukseskan Inisiatif Strategis Kementerian Keuangan, dengan menggunakan sistem Billing BUN,  agar "serupiah" uang setoran penerimaan negara lainnya  dapat masuk kedalam Kas Negara.

                Billing BUN sebagai jawaban atas kendala Operasional Billing SIMPONI yang menatausahakan PNBP dan Penerimaan Negara Lainnya (PNL) serta penerimaan selain pajak dan bea cukai. Direktorat Jenderal Anggaran mengalami kesulitan mengidentifikasi maksud dan tujuan setoran PNL pada SIMPONI, sehingga perlu pemisahan sistem Billing PNBP dan PNL.

                Disamping itu juga bahwa perubahan Kebijakan Penatausahaan Penerimaan Negara dalam PMK Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik bahwa Biller terdiri dari Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Ditjen Perbendaharaan  dan DJPPR. Biller penerimaan Pajak Dalam Negeri selain cukai berada di Ditjen Pajak, Biller Pajak Perdagangan Internasional dan Penerimaan Dalam Negeri berupa cukai dan pajak berada di Ditjen Bea Cukai, DJA merupakan Biller PNBP, DJPb Biller Penerimaan Negara Lainnya, dan Ditjen Pembiayaan dan Pengelolaan Resiko (DJPPR) , Kemenkeu  untuk Biller penerimaan pembiayaan yang berasal dari Surat Berharga Negara/SBN Ritel.

                Pengelolaan Penerimaan Negara sesuai dengan Proses Bisnisnya, yaitu Proses Bisnis penerimaan negara lainnya berada pada DJPB, Proses Bisnis penerimaan pembiayaan berada di DJPPR, sehingga penerimaan negara lainnya merupakan penerimaan yang terkait dengan tugas dan fungsi Ditjen Perbendaharaan dan Penerimaan  negara yang berasal dari penerbitan SBN Ritel merupakan penerimaan yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPPR, sehigga terwujud pengelolaan Penerimaan Negara yang efesien, akuntabel, profesional dan transparan, setoran "serupiah" pasti akan masuk kedalam Kas Negara.

                DJPb sebagai Biller-Billing Bendahara Umum Negara ( BUN ), sesuai PMK 225/PMK.05/2020, Billing BUN merupakan sarana perekaman dan pengelolaan data transaksi Penrimaan Negara lainya yang disediakan oleh DJPb, tujuannya adalah mewujudkan pengelolan Penerimaan Negara lainya yang prudent, efesien, dan optimal.

                DJPb sebagai Biller unit eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewengan untk menerbitkan dan mengelola kode billing untuk jenis penerimaan Dana PFK, Pengembalian Belanja, Setoran Sisa UP/TUP dan Penerimaan lainnya.

                Adapun manfaat dari Billing BUN, penatausahaan Penerimaan Negara lebih akurat, tepat waktu, dan memberikan layanan lebih baik, kemudian dengan dibangunnya  Portal Penerimaan Negara pada SSO (Single Sign On) akan meningkatkan akses dan transaksi portal tersebut, sarana untuk pengumpulan data PNS aktif Pemda sebagai data dukung dalam perhitungan PFK PNS Pemerintah Daerah dan akan memudahkan verifikasi jumlah ketepatan waktu pembayaran iuran Pensiun Pemda, maka akhirnya satu rupiah menuju gemah ripah menjadikan penerimaan negara lainnya dapat terekelola dengan baik untuk kemakmuran bersama.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi.

               

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun