Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gender merujuk pada jenis kelamin yang memiliki arti sebagai suatu sifat atau keadaan yang merujuk pada jantan (pria) atau betina (wanita). Melalui definisi ini gender atau jenis kelamin hanya merujuk pada kondisi hidup seseorang saja. Suatu label yang menentukan atau membedakan sifat dalam hidup mereka. Oleh karena itu, gender sama sekali tidak dapat menentukan martabat atau tinggi rendahnya posisi seseorang. Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya pria dan wanita memiliki posisi yang sederajat dan memiliki hak-hak hidup yang setara. Pria dan wanita memiliki kebebasan yang setara untuk menentukan kehidupan mereka.
Permasalahan kesetaraan gender sering terjadi di banyak negara, salah satunya yaitu Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara yang masih kerap menjalankan sistem patriarki di beberapa aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, sosial, dan berbagai aspek hidup lainnya. Padahal pria dan wanita sama-sama dibutuhkan untuk memajukan aspek tersebut. Keduanya bisa bekerja sama memajukan suatu hal yang dikerjakan karena pada dasarnya tanpa memandang gender pun, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan sesama. Manusia butuh berinteraksi untuk melengkapi kekurangan dalam dirinya. Sebenarnya, aksi kesetaraan gender bagi wanita telah diperjuangkan sejak dulu. Salah satu tokoh perempuan Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita adalah R.A. Kartini. Ia mengusahakan pendidikan bagi wanita Indonesia agar mereka dapat membaca dan mendidik anak-anaknya dalam bidang pendidikan pula.
Meskipun kemajuan signifikan telah dicapai dalam beberapa dekade terakhir, ketidaksetaraan gender masih memengaruhi banyak bidang, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan. Pendahuluan ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai dimensi kesetaraan gender, mengidentifikasi tantangan yang ada, serta menggarisbawahi pentingnya pencapaian kesetaraan gender untuk menciptakan masyarakat yang adil dan setara.
Di Negara Indonesia tidak ada yang merasa kuat di antara satu sama lain. Tetapi juga semua setara yang dimana semua gender bebas melakukan pendapat, berkarya, berpartisipasi dalam politik, budaya, ekonomi, sosial serta dapat melakukan pendidikan seperti yang dikemukakan oleh RA Kartini, bahwa dimana orang yang berkarya itu tidak hanya seorang laki-laki saja tetapi juga perempuan ingin berkarya.
Dilihat dari makna per katanya, kesetaraan berarti sepadan, seimbang, sejajar, atau sama tingkatnya, semetara gender berarti jenis kelamin. Jika kedua kata ini digabungkan, kesetaraan gender memiliki arti setiap jenis kelamin sepadan, seimbang, sejajar, atau sama tingkatnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap jenis kelamin memiliki hak, kebebasan, dan peluang yang sama.
Namun, didikan turun temurun dalam masyarakat Indonesia membuat banyak masyarakat Indonesia yang cenderung patriarkis. Selain itu, kondisi biologi seolah menjadi penentu bagi pria dan wanita dalam menjalankan hidup yang pantas. Misalnya, wanita disarankan untuk memakai baju tertutup untuk menghindari pelecehan seksual. Namun, melihat kondisi korban pelecehan seksual di Indonesia, masih banyak pula korban yang mengalami pelecehan seksual padahal pakaiannya tertutup atau bahkan mengenakan gamis dan hijab.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya rumah tangga yang melimpahkan tugas tertentu pada wanita. Hal yang kerap terjadi adalah tanggung jawab mengurus anak adalah tugas wanita, sedangkan tanggung jawab mencari nafkah adalah tugas pria. Namun, mengurus anak merupakan tugas orang tua, yang berarti baik ayah atau ibu harus terlibat dalam mengurus dan mendidik anak. Begitu juga dengan tanggung jawab untuk mencari nafkah, baik pria dan wanita, keduanya dapat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Dalam mencari nafkah, keduanya juga berhak untuk menduduki posisi setinggi apapun dalam pekerjaan mereka.
Ketidaksetaraan gender memiliki beberapa bentuk, seperti subordinasi, marginalisasi, stereotype, kekerasan, dan beban ganda. Subordinasi merupakan ketidaksetaraan gender terhadap peran gender menjalankan sesuatu. Bentuk ini cenderung menunjukkan bahwa salah satu gender lebih penting dibandingkan yang lainnya. Gender lain berada di posisi yang lebih rendah. Berbeda dengan marginalisasi yang lebih berfokus pada proses pemiskinan bagi seseorang. Misalnya, wanita lebih sulit dipromosikan menjadi kepala perusahaan karena dianggap tidak mampu hanya karena ia seorang perempuan.
Hal lainnya adalah pria tidak dapat bekerja di industri rokok karena dianggap kurang teliti dalam membungkus puntung rokok. Bentuk stereotype merupakan bentuk yang kerap masyarakat sadari dan pahami. Bentuk ini memberikan label tertentu bagi gender. Misalnya, label pria adalah pencari nafkah, maka perempuan yang mencari nafkah kerap dianggap sebagai suatu tindakan untuk mengisi waktu luang mereka sebagai wanita rumah tangga. Label lainnya adalah label ibu rumah tangga, maka jika ada seorang pria yang mengurus anaknya, maka akan dianggap sebagai tindakan ayah yang baik yang ingin menyisihkan waktunya untuk bermain dengan anaknya.
Padahal, menyisihkan waktu untuk anak adalah peran keduanya. Bentuk kekerasan dapat terjadi secara fisik maupun psikis. Hal yang paling sering terjadi dalam bentuk ini adalah pelecehan seksual. Bentuk terakhir, yaitu beban kerja merujuk pada keseharian yang dilakukan seseorang. Misalnya, mencuci piring adalah hal yang perlu dilakukan setiap orang setelah makan. Namun, mencuci piring termasuk ke dalam pekerjaan rumah tangga sehingga beberapa pria di keluarga merasa bahwa mereka tidak perlu mencuci piring karena para wanita di rumah akan mencucikannya.
Bentuk-bentuk yang telah dijelaskan sebelumnya dapat menjadi faktor yang menyebabkan ketidaksetaraan gender. Pertama, perasaan dan pemikiran yang menganggap bahwa salah satu gender tidak layak untuk mendapatkan sesuatu. Biasanya hal ini terjadi dari pria pada wanita. Pria kerap memandang rendah wanita karena sifat dominasi mereka. Mereka menganggap bahwa hanya pria yang berkompeten dalam berbagai aspek. Nyatanya wanita juga dapat berkompeten dan berkembang dalam aspek yang sama. Hal ini juga bersifat merendahkan, seperti menjadikan pria atau wanita sebagai objek seks. Kedua, stereotype dan didikan turun temurun yang diperkenalkan sejak kecil. Hal ini merujuk pada hal-hal yang dapat dilakukan sehari-hari dan seharusnya dapat dilakukan oleh seluruh manusia. Semisalnya, anak perempuan mengerjakan pekerjaan dapur, sedangkan anak laki-laki mengurus bagian mesin, seperti mobil atau motor bersama ayah. Padahal, ada anak laki-laki yang gemar masak dan anak perempuan yang gemar reparasi barang.
Pelecehan seksual kerap terjadi di Indonesia, khususnya terjadi pada wanita. Pelaku pelecehan seksual menganggap bahwa wanita lebih lemah dan tidak bisa melawan sehingga menjadi sasaran yang mudah untuk dilecehkan dan dijadikan objek seksual. Para korban pelecehan seksual akan mengalami banyak kerugian, mulai dari trauma terhadap lawan jenis hingga timbulnya perasaan jijik pada diri sendiri karena dianggap sudah tidak bersih. Korban akan sulit untuk melaporkan kasus pelecehan seksual karena merasa bahwa hal tersebut adalah aib dan memalukan. Hal ini pula yang membuat pelaku pelecehan seksual terus melecehkan karena menganggap telah menang dan akan selalu aman tanpa laporan satu pun.
Sama halnya dengan yang terjadi dalam dunia pekerjaan. Banyak pekerja-pekerja wanita yang kompeten dan bertalenta untuk dinaikkan pangkat dalam perusahaan. Namun, perusahaan terkadang memilih untuk mengangkat seorang pria karena dianggap lebih mudah dan tidak akan sibuk mengurusi urusan rumah tangga seperti seorang wanita yang masih harus mengurus anak dan urusan rumah.
Pendidikan moral merupakan salah satu upaya untuk membentuk kesetaraan gender. Penanaman nilai bahwa laki-laki dan perempuan setara dalam segala hal menjadikan kesetaraan gender dapat ditegakkan. Sebagai contoh, laki-laki diajarkan memasak dan perempuan dinormalisasi jika suka melakukan aktivitas fisik. Kesetaraan gender dapat terwujud jika mindset tersebut berhasil ditanamkan.
Pada dasarnya hak perempuan dalam persoalan tenaga kerja sudah terjamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi hak yang belum terpenuhi masih banyak sekali. Hal ini bisa terjadi karena tingkat pengetahuan dan kepedulian perempuan terhadap haknya masih rendah sehingga diperlukan upaya berupa pembelajaran kepada perempuan terkait hak yang dimilikinya khususnya hak tenaga kerja perempuan (Susiana, 2017). Selanjutnya, upaya untuk mencegah ketidaksetaraan gender pada pihak perempuan di posisi manajerial yaitu dengan melakukan head hunting khusus manajer perempuan (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2020).
Selain itu, upaya untuk mencegah ketidaksetaraan gender dalam bidang pendidikan juga harus dilakukan. Perempuan desa dapat diberikan motivasi, inspirasi, dan akses terhadap pendidikan di luar wajib sekolah agar mereka mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
Sustainable Development Goals (SGDs), yang berperan dalam menangani masalah global yang tentunya termasuk masalah ketidaksetaraan gender memiliki peran untuk meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan. SDGs berperan untuk memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan sama dalam memperoleh pendidikan. Seperti yang kita ketahui, bahwa pendidikan yang berkualitas sangatlah penting untuk didapatkan. Pendidikan yang berkualitas bisa membuat perempuan ikut bersaing di pasar kerja yang didominasi oleh laki-laki, perempuan bisa mengakses pekerjaan yang lebih baik, lebih stabil, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan diri sendiri dan juga keluarga. Dengan memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama ke pendidikan yang berkualitas, SDGs tidak hanya memberdayakan individu tetapi juga memperkuat masyarakat secara keseluruhan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan dunia yang lebih adil.
Maraknya kekerasan terhadap perempuan, SDGs tentunya juga berperan dalam penghapusan semua bentuk kekerasan dalam bentuk apapun terhadap perempuan. Mencakup eksploitasi seksual dan perdagangan manusia. Kekerasan gender adalah salah satu hal yang paling ekstrim dari kasus ketidaksetaraan gender. Di seluruh dunia, sangat banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan setiap tahun yang mengakibatkan kerugian fisik dan mental yang mendalam. Program pencegahan kekerasan seksual yang berfokus pada peningkatan kesadaran, pendidikan, pemberdayaan perempuan adalah hal penting dalam upaya ini. Dengan menargetkan penghapusan kekerasan ini, SDGs tidak hanya berkontribusi pada kesetaraan gender, tetapi juga penciptaan masyarakat yang aman dan nyaman. Masyarakat yang dimana perempuan dapat hidup tanpa rasa takut dan hak asasi mereka yang dilindungi.
Sustainable Development Goals (SDGs) berperan penting dalam menangani ketidaksetaraan gender, terutama melalui Tujuan yang berfokus pada kesetaraan gender. SDGs berupaya meningkatkan akses perempuan dan anak perempuan ke pendidikan, yang merupakan langkah penting untuk memberdayakan mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, SDGs mendorong kesetaraan dalam kesempatan ekonomi dengan memastikan akses yang adil terhadap pekerjaan, upah yang setara, serta sumber daya ekonomi seperti tanah dan modal. SDGs juga berkomitmen untuk mengurangi kekerasan berbasis gender dengan menargetkan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan juga menjadi prioritas, dengan dorongan agar perempuan terlibat penuh dalam kepemimpinan di semua tingkat. Selain itu, SDGs menekankan pentingnya akses universal terhadap layanan kesehatan reproduksi dan upaya untuk mengakhiri praktik-praktik berbahaya seperti pernikahan anak dan mutilasi genital perempuan. Melalui kerangka kerja global ini, SDGs bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan secara menyeluruh di seluruh dunia. Tujuan ini tentu sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDG) yang kelima yaitu mencapai Gender Equality atau kesetaraan gender, UN Women bekerjasama dengan pemerintah dan tentunya masyarakat sipil dalam merancang hukum, kebijakan, program, dan layanan yang diperlukan untuk memastikan bahwa kebutuhan perempuan dan anak-anak terakomodasi dengan baik di dalamnya dan partisipasi perempuan yang setara dengan semua aspek kehidupan. Bidang yang diprioritaskan dalam kegiatan tersebut adalah meningkatkan partisipasi kepemimpinan wanita dan mengakhiri kekerasan pada wanita. Dengan fokus dalam lima bidang prioritas ini, dapat dilihat bahwa kembali lagi ke tujuan utama dibentuknya UN Women adalah untuk mewujudkan gender equality dan menghapuskan pandangan bahwa perempuan hanya sekadar komoditas atau bahkan sub-ordinate untuk laki-laki.Â
Kesetaraan gender bukan hanya sekadar slogan maupun tujuan idealis, tetapi berupa investasi jangka panjang yang berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketika setiap individu memiliki kesempatan dan peluang yang sama tanpa memandang gender dan diskriminasi lainnya, maka potensi manusia akan termaksimalkan. Setiap individu akan dapat mengembangkan minat dan bakatnya terlepas dari batasan stereotip yang biasa mendiskriminasi gender. Dalam implementasinya, kesetaraan gender memiliki berbagai keuntungan dari beberapa aspek kehidupan termasuk kesetaraan dalam pendidikan, kesempatan kerja, keputusan politik, ekonomi, pengambilan keputusan, dan perlindungan hukum. Dalam aspek ekonomi kesetaraan gender memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pembangunan sebuah negara. Sebuah penelitian internasional memiliki hasil survei yang menggambarkan ketika suatu negara tidak menerapkan kebijakan seperti kesetaraan gender maka akan mengakibatkan menurunnya angka pendapatan nasional secara global. Pada tahun 2021, Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 170 negara dalam hal ketimpangan gender. Pencapaian ini menunjukkan 4 keberhasilan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan di berbagai sektor, termasuk kesehatan, pemberdayaan, dan akses pasar tenaga kerja. Peringkat ini mengalami peningkatan sebanyak 11 peringkat sejak tahun 2019, mencerminkan komitmen untuk terus memperbaiki ketimpangan gender di Indonesia (Nugroho dan Clarissa, 2022). Sehingga, melalui kesetaraan gender akan dapat meningkatkan kualitas hidup baik bagi individu maupun masyarakat.
Gender adalah kata yang merujuk pada jenis kelamin, memiliki arti sebagai kualifikasi dari pria atau wanita. Gender sama sekali tidak dapat menentukan martabat atau tinggi rendahnya posisi seseorang. Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya pria dan wanita memiliki posisi yang sederajat dan memiliki hak-hak hidup yang setara. Maraknya pelecehan seksual terutama pada wanita dikarenakan adanya sifat patriarki serta tuntutan bagi wanita untuk selalu memakai pakaian tertutup, nyatanya sudah banyak wanita yang mencoba untuk berpakaian sopan serta tertutup tetapi masih tetap mendapatkan pelecehan seksual. Pelaku pelecehan seksual menganggap bahwa wanita lebih lemah dan tidak bisa melawan sehingga menjadi sasaran yang mudah untuk dilecehkan dan dijadikan objek seksual. Tidak hanya terjadi pada wanita, pelecehan juga dapat diterima oleh pria. Beberapa tindakan perilaku seksual yang tidak pantas seperti menggoda atau merayu tidak jarang dialami pria.
Perwujudan kesetaraan gender akan tetap menjadi perjalanan yang panjang dan sulit diukur sepanjang alur kehidupan bersosial manusia. Namun, semua usaha yang pemerintah dan masyarakat dunia lakukan untuk merealisasikan kesetaraan gender tidak akan pernah menjadi sia-sia jika asas-asas kemanusiaan selalu dipegang erat. Sekarang bukan lagi zaman untuk membedakan kesempatan yang dimiliki setiap manusia berdasarkan gender belaka. Kesempatan dalam hal pendidikan, pekerjaan, ataupun kehidupan sosial adalah milik seluruh manusia baik perempuan maupun laki-laki.
Pendidikan moral merupakan salah satu upaya untuk membentuk kesetaraan gender. Penanaman nilai bahwa laki-laki dan perempuan setara dalam segala hal menjadikan kesetaraan gender dapat ditegakkan. Meskipun SDGs (Sustainable Development Goals) dalam aspek kesetaraan gender sudah diimplementasikan, penting adanya dukungan dan aksi nyata dari setiap manusia untuk menyadari arti penting kesetaraan tersebut. Dengan demikian, tidak akan ada lagi perbedaan yang menjadi akar dari ketidaksetaraan gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H