Pelecehan seksual kerap terjadi di Indonesia, khususnya terjadi pada wanita. Pelaku pelecehan seksual menganggap bahwa wanita lebih lemah dan tidak bisa melawan sehingga menjadi sasaran yang mudah untuk dilecehkan dan dijadikan objek seksual. Para korban pelecehan seksual akan mengalami banyak kerugian, mulai dari trauma terhadap lawan jenis hingga timbulnya perasaan jijik pada diri sendiri karena dianggap sudah tidak bersih. Korban akan sulit untuk melaporkan kasus pelecehan seksual karena merasa bahwa hal tersebut adalah aib dan memalukan. Hal ini pula yang membuat pelaku pelecehan seksual terus melecehkan karena menganggap telah menang dan akan selalu aman tanpa laporan satu pun.
Sama halnya dengan yang terjadi dalam dunia pekerjaan. Banyak pekerja-pekerja wanita yang kompeten dan bertalenta untuk dinaikkan pangkat dalam perusahaan. Namun, perusahaan terkadang memilih untuk mengangkat seorang pria karena dianggap lebih mudah dan tidak akan sibuk mengurusi urusan rumah tangga seperti seorang wanita yang masih harus mengurus anak dan urusan rumah.
Pendidikan moral merupakan salah satu upaya untuk membentuk kesetaraan gender. Penanaman nilai bahwa laki-laki dan perempuan setara dalam segala hal menjadikan kesetaraan gender dapat ditegakkan. Sebagai contoh, laki-laki diajarkan memasak dan perempuan dinormalisasi jika suka melakukan aktivitas fisik. Kesetaraan gender dapat terwujud jika mindset tersebut berhasil ditanamkan.
Pada dasarnya hak perempuan dalam persoalan tenaga kerja sudah terjamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi hak yang belum terpenuhi masih banyak sekali. Hal ini bisa terjadi karena tingkat pengetahuan dan kepedulian perempuan terhadap haknya masih rendah sehingga diperlukan upaya berupa pembelajaran kepada perempuan terkait hak yang dimilikinya khususnya hak tenaga kerja perempuan (Susiana, 2017). Selanjutnya, upaya untuk mencegah ketidaksetaraan gender pada pihak perempuan di posisi manajerial yaitu dengan melakukan head hunting khusus manajer perempuan (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2020).
Selain itu, upaya untuk mencegah ketidaksetaraan gender dalam bidang pendidikan juga harus dilakukan. Perempuan desa dapat diberikan motivasi, inspirasi, dan akses terhadap pendidikan di luar wajib sekolah agar mereka mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
Sustainable Development Goals (SGDs), yang berperan dalam menangani masalah global yang tentunya termasuk masalah ketidaksetaraan gender memiliki peran untuk meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan. SDGs berperan untuk memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan sama dalam memperoleh pendidikan. Seperti yang kita ketahui, bahwa pendidikan yang berkualitas sangatlah penting untuk didapatkan. Pendidikan yang berkualitas bisa membuat perempuan ikut bersaing di pasar kerja yang didominasi oleh laki-laki, perempuan bisa mengakses pekerjaan yang lebih baik, lebih stabil, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan diri sendiri dan juga keluarga. Dengan memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama ke pendidikan yang berkualitas, SDGs tidak hanya memberdayakan individu tetapi juga memperkuat masyarakat secara keseluruhan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan dunia yang lebih adil.
Maraknya kekerasan terhadap perempuan, SDGs tentunya juga berperan dalam penghapusan semua bentuk kekerasan dalam bentuk apapun terhadap perempuan. Mencakup eksploitasi seksual dan perdagangan manusia. Kekerasan gender adalah salah satu hal yang paling ekstrim dari kasus ketidaksetaraan gender. Di seluruh dunia, sangat banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan setiap tahun yang mengakibatkan kerugian fisik dan mental yang mendalam. Program pencegahan kekerasan seksual yang berfokus pada peningkatan kesadaran, pendidikan, pemberdayaan perempuan adalah hal penting dalam upaya ini. Dengan menargetkan penghapusan kekerasan ini, SDGs tidak hanya berkontribusi pada kesetaraan gender, tetapi juga penciptaan masyarakat yang aman dan nyaman. Masyarakat yang dimana perempuan dapat hidup tanpa rasa takut dan hak asasi mereka yang dilindungi.
Sustainable Development Goals (SDGs) berperan penting dalam menangani ketidaksetaraan gender, terutama melalui Tujuan yang berfokus pada kesetaraan gender. SDGs berupaya meningkatkan akses perempuan dan anak perempuan ke pendidikan, yang merupakan langkah penting untuk memberdayakan mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, SDGs mendorong kesetaraan dalam kesempatan ekonomi dengan memastikan akses yang adil terhadap pekerjaan, upah yang setara, serta sumber daya ekonomi seperti tanah dan modal. SDGs juga berkomitmen untuk mengurangi kekerasan berbasis gender dengan menargetkan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan juga menjadi prioritas, dengan dorongan agar perempuan terlibat penuh dalam kepemimpinan di semua tingkat. Selain itu, SDGs menekankan pentingnya akses universal terhadap layanan kesehatan reproduksi dan upaya untuk mengakhiri praktik-praktik berbahaya seperti pernikahan anak dan mutilasi genital perempuan. Melalui kerangka kerja global ini, SDGs bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan secara menyeluruh di seluruh dunia. Tujuan ini tentu sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDG) yang kelima yaitu mencapai Gender Equality atau kesetaraan gender, UN Women bekerjasama dengan pemerintah dan tentunya masyarakat sipil dalam merancang hukum, kebijakan, program, dan layanan yang diperlukan untuk memastikan bahwa kebutuhan perempuan dan anak-anak terakomodasi dengan baik di dalamnya dan partisipasi perempuan yang setara dengan semua aspek kehidupan. Bidang yang diprioritaskan dalam kegiatan tersebut adalah meningkatkan partisipasi kepemimpinan wanita dan mengakhiri kekerasan pada wanita. Dengan fokus dalam lima bidang prioritas ini, dapat dilihat bahwa kembali lagi ke tujuan utama dibentuknya UN Women adalah untuk mewujudkan gender equality dan menghapuskan pandangan bahwa perempuan hanya sekadar komoditas atau bahkan sub-ordinate untuk laki-laki.Â
Kesetaraan gender bukan hanya sekadar slogan maupun tujuan idealis, tetapi berupa investasi jangka panjang yang berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketika setiap individu memiliki kesempatan dan peluang yang sama tanpa memandang gender dan diskriminasi lainnya, maka potensi manusia akan termaksimalkan. Setiap individu akan dapat mengembangkan minat dan bakatnya terlepas dari batasan stereotip yang biasa mendiskriminasi gender. Dalam implementasinya, kesetaraan gender memiliki berbagai keuntungan dari beberapa aspek kehidupan termasuk kesetaraan dalam pendidikan, kesempatan kerja, keputusan politik, ekonomi, pengambilan keputusan, dan perlindungan hukum. Dalam aspek ekonomi kesetaraan gender memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pembangunan sebuah negara. Sebuah penelitian internasional memiliki hasil survei yang menggambarkan ketika suatu negara tidak menerapkan kebijakan seperti kesetaraan gender maka akan mengakibatkan menurunnya angka pendapatan nasional secara global. Pada tahun 2021, Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 170 negara dalam hal ketimpangan gender. Pencapaian ini menunjukkan 4 keberhasilan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan di berbagai sektor, termasuk kesehatan, pemberdayaan, dan akses pasar tenaga kerja. Peringkat ini mengalami peningkatan sebanyak 11 peringkat sejak tahun 2019, mencerminkan komitmen untuk terus memperbaiki ketimpangan gender di Indonesia (Nugroho dan Clarissa, 2022). Sehingga, melalui kesetaraan gender akan dapat meningkatkan kualitas hidup baik bagi individu maupun masyarakat.
Gender adalah kata yang merujuk pada jenis kelamin, memiliki arti sebagai kualifikasi dari pria atau wanita. Gender sama sekali tidak dapat menentukan martabat atau tinggi rendahnya posisi seseorang. Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya pria dan wanita memiliki posisi yang sederajat dan memiliki hak-hak hidup yang setara. Maraknya pelecehan seksual terutama pada wanita dikarenakan adanya sifat patriarki serta tuntutan bagi wanita untuk selalu memakai pakaian tertutup, nyatanya sudah banyak wanita yang mencoba untuk berpakaian sopan serta tertutup tetapi masih tetap mendapatkan pelecehan seksual. Pelaku pelecehan seksual menganggap bahwa wanita lebih lemah dan tidak bisa melawan sehingga menjadi sasaran yang mudah untuk dilecehkan dan dijadikan objek seksual. Tidak hanya terjadi pada wanita, pelecehan juga dapat diterima oleh pria. Beberapa tindakan perilaku seksual yang tidak pantas seperti menggoda atau merayu tidak jarang dialami pria.