Yuk, Berkunjung ke Goa Kelelawar Padayo Padang, Melihat Batugamping Berusia Sekitar 365 Juta Tahun
Obyek wisata Kota Padang yang patut dikunjungi mengisi hari libur adalah Goa Kelelawar Padayo yang terletak di Kelurahan Indarung Kecamatan Lubuk  Kilangan Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Obyek wisata ini dapat menjadi salah satu pilihan untuk menikmati keindahan goa yang terletak lumayan dekat dari pusat Kota Padang. Dari pusat Kota Padang menuju Indarung berjarak sekitar 21 km dapat ditempuh sekitar 35 menit. Dari jalan utama Padang -- Solok,  pengunjung harus menyusuri jalan utama di PT Semen Padang menuju Bukit Padayo, Kelurahan Indarung, dengan jarak sekitar tiga kilometer. Memang menjelang lokasi parkir kendaraan yang terdekat dengan Goa Kelelawar Padayo jalan masih sempit. Sehingga perlu hati-hati bagi kendaraan roda empat, apalagi berombongan.Â
Penulis yang mengunjungi obyek wisata Goa Kelelawar Padayo, Rabu (8/1/2025) lalu bersama Ketua DPD SatuPena Sumatera Barat Sastri Bakry, dengan rombongan yang dipandu Kabid Destinasi dan Daya Tarik Pariwisata Dinas Pariwisata Kota Padang Diko Riva Utama, SSTP, M.M, Analis Objek Wisata Dinas Pariwisata Padang Rika Novita Sari, SST.Par, Â Tenaga Operasional Dinas Pariwisata Kota Padang Rizky AD Mahaputra, SE, dan yang sudah menunggu Lurah Indarung Hamdi Yudhistira.
Sesampai di tempat parkir kendaraan, pengunjung harus melalui tangga turun ke bawah yang cukup menegangkan. Lokasi goa yang berada di bawah, dengan suasana alam yang menyejukkan dan kicauan burung-burung yang merdu. Sungguh merupakan suasana alam yang menyenangkan tentunya.
Menjelang pintu masuk ke dalam goa, terpajang tulisan Geosite Goa Kelelawar Paday. Goa Kelelawar Padayo secara geografis terletak pada koordinat -0.940 lintang selatan dan 100.490 bujur timur, dengan ketinggian 416 meter di atas permukaan laut (mdpl). Goa ini merupakan formasi batugamping yang berusia sekitar 365 juta tahun (Kastowo, 1996). Batugamping atau batu kapur adalah jenis batuan sedimen yang berasal dari sisa-sisa hewan laut yang telah mati, sehingga doan mengandung kalsium korborat (CaCO3). Ciri khas batugamping adalah kemampuannya yang mudah larut karena kalsium korbonat bereaksi dengan air hujan, membentuk rongga-rongga di dalam batua dikenal sebagai karstifikasi.
Karstifikasi atau pelarutan pada Goa Kelelawar Padayo menghasilkan keunikan yang dapat diamati hingga saat ini. Keunikan tersebut antara lain meliputi sungai yang melewati bebatuan, serta keberadaan stalaktit dan stalagmite yang mejadi rumah bagi berbagai spesies, termasuk kelelawar. Menurut Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2012, Goa Kelelawar Padayo termasuk kategori bentang alam karst yang wajib dilindungi untuk konservasi.
Sebelum masuk goa, pengunjung  akan disapa dengan dua anak air kecil yang sangat jernih. Melalui dua jembatan, tak perlu takut terkena air dari anak air kecil tersebut.
Di jembatan menjelang pintu masuk Goa Kelelawar Padayao juga terpajang spanduk pemberitahuan, Susur Goa Kelelawar Padayo. Anda akan disuguhi pemandangan eksotis barisan stalaktit dan stalagmite yang masih aktif di sepanjang 560 meter di dalam goa. Juga pemberitahuan aturan memasuki geosite Goa Kelelawar Padayo. Maksimal 10 orang, dipandu dengan pendampingi, wajib pengang raling, anak-anak di bawah 8 tahun didampingi orang tua, kunjungan maksimal 15 menit, dilarang berlarian dan melompat, hati-hati terbentur dinding goa, tidak boleh bersandar.
Masuk ke dalam goa beberapa meter sudah terlihat goa yang lumayan besar. Pengunjung disediakan jalan melingkar yang dapat menikmati indahnya goa yang sudah disinari lampu-lampu remang-remang sehingga tidak gelap. Dengan pengaturan pencahayaan, pengunjung sudah dapat menikmati dinding goa yang terdiri dari batuan yang menakjubkan. Di bagian dasar goa mengalir air dengan suara gemercik memecahkan kesunyian goa. "Untuk menelusuri keseluruhan panjang goa 560 meter memang belum dibuka secara massal. Karena jalan yang akan dilalui harus dengan merangkak, membutuhkan mental dan keberanian yang kuat. Ini pun harus didampingi pemandu yang sudah terlatih," demikian diungkapkan Lurah Indarung Hamdi Yudhistira, saat itu.