Hari ini, Minggu 22 Desember 2024. Tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari ibu. Apa makna yang patut menjadi renungan di hari ibu ini. Setiap manusia terlahir dari rahim sang ibu. Ibu mengandung janin yang kemudian menjadi bayi dengan susah payah selama sembilan bulan dalam kondisi normal. Lalu melahirkan janin tersebut.
Setiap manusia terlahir dari rahim ibunya. Setelah lahir, si anak diasuh, dirawat, dibesarkan, dididik dan hidup bersama sang ibu sampai waktunya tiba berpisah, baik semasa masih hidup maupun meninggal dunia. Ternyata perlakuan sang ibu kepada anaknya memang beragam. Ada yang menyenangkan si anak, tapi juga tak sedikit yang menyengsarakan dan memilukan.
Tahun lalu, 2023, penulis mencoba mengetahui bagaimana guru dan siswa SMA/SMK/MA di Sumatera Barat mengungkapkan perasaan dan pikirannya dengan sang ibu. Melalui lomba menulis surat untuk ibu, terungkap berbagai perasaan, kasih sayang, perlakuan ibu kepada anaknya, maupun harapan terhadap sang ibu.
Ide  lomba tersebut muncul usai memberikan materi pelatihan di SMP Negeri 5 Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat, dimana penulis pernah menimba ilmu di sana selama 1,5 tahun, era 1980-an. Penulis sampaikan kepada Ketua DPD SatuPena Sumatera Barat Sastri Bakry, yang ternyata menyambut baik dan dipersilakan menyelenggarakan. Penulis sebagai sekretaris DPD SatuPena Sumatera Barat menindaklanjuti dengan berbagai tahapan dan persiapan yang diperlukan. Melalui dukungan penuh Ketua DPD SatuPena Sumatera Barat, Sastri Bakry, Lomba Menulis Surat Untuk Ibu tersebut berhasil mengumpulkan surat-surat dari guru dan siswa SMA/SMK/MA dan diseleksi oleh tiga orang dewan juri.
Sebanyak 20 peserta kategori guru dan 20 peserta kategori siswa yang masuk nominasi diundang mempresentasikan suratnya di hadapan dewan juri, 14 Desember 2023. Pemenangnya, juara 1, 2, 3, harapan untuk lima orang, kategori guru dan siswa, diundang makan siang dan penyerahan hadiah uang tunai oleh Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi di istana Gubernur Sumbar, Kamis 21 Desember 2023. Secara pribadi penulis tidak bisa hadir, karena sudah berangkat ke Bandung menghadiri wisuda anak sulung di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.Â
Dari 40 surat yang masuk nominasi, 20 kategori siswa dan 20 kategori guru, semuanya mengungkapkan pikiran, perasaan, pesan yang tidak pernah terlupakan, pengalaman manis, dan tidak sedikit pula pengalaman pahit yang dialami dari sang ibu. Tentu, sebagai sebuah keluarga, sosok ayah juga menjadi bagian tidak terpisah bagaimana anak memandang ibunya.
Baik dewan juri, panitia, maupun peserta banyak yang meneteskan air mata saat mendengarkan dan menyaksikan peserta tampil. Ternyata saya bukan sendiri. "Saya saja yang laki-laki, sebelum final ini, saat membaca surat peserta dari email panitia sudah menitikkan air mata. Saat final, kembali menitikkan air mata. Jujur, tidak bisa membayangkan ada kisah yang buruk antara anak dengan ibunya atau kisah anak yang ditinggalkan ibu (dan ayahnya) sejak masih kecil," tulis Andri Satria Masri, Ketua Panitia kala itu.
Sesuai dengan rencana awal, 40 surat yang masuk nominasi diterbitkan menjadi sebuah buku. Penulis yang sejak lama ingin menerbitkan tulisan pelajar dari Sumatera Barat dalam bentuk buku, akhirnya terwujud melalui lomba Menulis Surat Untuk Ibu ini. Setelah surat-surat yang masuk nominasi dikoreksi kesalahan penulisan huruf dan ejaan, dijadikan dammy buku. Penulis sebagai editor, memberikan judul bukunya, Â "Menggugat Ibu (Kumpulan Surat Untuk Ibu)".
Buku Menggugat Ibu diberi pengantar oleh Ketua DPD SatuPena Sumatera Dra. Hj. Sastri Yunizarti Bakry, Akt, M.Si, CA, QIA, diterbitkan  Pustaka Artaz dengan ISBN : 978-979-8833-78-6, cetakan I April 2024 dengan ketebalan xii + 266 halaman. Buku ini pun dibedah pada Sabtu 27 Juli 2024 di aula Dinas Arsip dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat dengan menampilkan dua pembicara, yakni Bunda Literasi Sumatera Barat Harneli Mahyeldi dan Dosen Universitas Terbuka Padang Nurhasni, SS, MA.
Ada yang protes, kenapa judulnya menggugat ibu. Seolah-olah anak, si penulis surat dalam buku ini, melakukan perlawanan kepada ibunya. Seorang anak tidaklah pantas melakukan perlawanan, apalagi menggugat ibunya.
Akan tetapi penulis punya alasan sendiri dengan judul itu.  Menggugat di sini bukan maksudnya anak melakukan perlawanan terhadap ibunya, melainkan menyampaikan keluh kesah, perasaan dan kenangan manis pahitnya bersama ibu. Bahkan ada diantara peserta yang tidak lama merasakan kasih sayang ibunya, karena sudah berpisah ketika masih berusia balita. Ada pula  mengisahkan perlakuan ayah terhadap ibunya yang tidak bertanggung jawab, bahkan ayah kawin tanpa menghiraukan ibunya. Si anak hidup bersama ibu, tanpa kehadiran sosok ayah. Bagaimana tegarnya seorang ibu mengasuh, merawat, mendidik dan dan mengayomi tanpa suami yang ternyata suaminya sudah kawin lagi.
 Seperti yang disampaikan siswa SMK 3 Kepulauan Mentawai Aprida Kristin Sakarebau, perjuangan hidup dengan ibunya. Ibunya tinggalkan begitu saja oleh ayah. Kata ayah, pergi merantau. Ayah pembohong, ternyata kawin lagi. Sehingga sang ibu berjuang dengan keras banting tulang memenuhi kebutuhan hidupnya melawan ombak laut di kepuluan Mentawai. "Yang lebih mengharukan adalah ketidakpedulian sang ayah yang sudah kawin dengan perempuan lain. Meski sang ayah kemudian tinggal tidak jauh dari kampung (rumah), akan tetapi tidak pernah peduli sedikitpun dengan saya," kata Aprida sembari meneteskan air mata.
Dari surat untuk ibu yang ditulis siswa dan guru SMA, SMK dan Madrasah Aliyah ini, ada nada menggugat sang ibu karena tidak bisa menerima perlakuan dari seorang ibu sebagaimana yang diharapkan anak. Seberapa besar pun rasa protes tidak mau menerima perlakuan ibu kepadanya, sang anak ternyata tidak mampu mengutarakanya. Dengan perasaan tertekan, tidak tahu mengadu kemana, sang anak hanya memendam sendiri penderitaan.
Dengan menulis surat untuk ibu ini, ternyata apa yang selama ini tidak diketahui tentang komunikasi dan hubungan antara anak dengan ibunya (termasuk ayah) terkuak. Di hari ibu ini, mari kita sejenak mengirimkan alfatihah untuk ibu, juga ayah, lelaki yang menyebabkan si ibu hamil dan melahirkan kita. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H