Ada yang protes, kenapa judulnya menggugat ibu. Seolah-olah anak, si penulis surat dalam buku ini, melakukan perlawanan kepada ibunya. Seorang anak tidaklah pantas melakukan perlawanan, apalagi menggugat ibunya.
Akan tetapi penulis punya alasan sendiri dengan judul itu.  Menggugat di sini bukan maksudnya anak melakukan perlawanan terhadap ibunya, melainkan menyampaikan keluh kesah, perasaan dan kenangan manis pahitnya bersama ibu. Bahkan ada diantara peserta yang tidak lama merasakan kasih sayang ibunya, karena sudah berpisah ketika masih berusia balita. Ada pula  mengisahkan perlakuan ayah terhadap ibunya yang tidak bertanggung jawab, bahkan ayah kawin tanpa menghiraukan ibunya. Si anak hidup bersama ibu, tanpa kehadiran sosok ayah. Bagaimana tegarnya seorang ibu mengasuh, merawat, mendidik dan dan mengayomi tanpa suami yang ternyata suaminya sudah kawin lagi.
 Seperti yang disampaikan siswa SMK 3 Kepulauan Mentawai Aprida Kristin Sakarebau, perjuangan hidup dengan ibunya. Ibunya tinggalkan begitu saja oleh ayah. Kata ayah, pergi merantau. Ayah pembohong, ternyata kawin lagi. Sehingga sang ibu berjuang dengan keras banting tulang memenuhi kebutuhan hidupnya melawan ombak laut di kepuluan Mentawai. "Yang lebih mengharukan adalah ketidakpedulian sang ayah yang sudah kawin dengan perempuan lain. Meski sang ayah kemudian tinggal tidak jauh dari kampung (rumah), akan tetapi tidak pernah peduli sedikitpun dengan saya," kata Aprida sembari meneteskan air mata.
Dari surat untuk ibu yang ditulis siswa dan guru SMA, SMK dan Madrasah Aliyah ini, ada nada menggugat sang ibu karena tidak bisa menerima perlakuan dari seorang ibu sebagaimana yang diharapkan anak. Seberapa besar pun rasa protes tidak mau menerima perlakuan ibu kepadanya, sang anak ternyata tidak mampu mengutarakanya. Dengan perasaan tertekan, tidak tahu mengadu kemana, sang anak hanya memendam sendiri penderitaan.
Dengan menulis surat untuk ibu ini, ternyata apa yang selama ini tidak diketahui tentang komunikasi dan hubungan antara anak dengan ibunya (termasuk ayah) terkuak. Di hari ibu ini, mari kita sejenak mengirimkan alfatihah untuk ibu, juga ayah, lelaki yang menyebabkan si ibu hamil dan melahirkan kita. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H