Setelah menjalani beberapa bulan sakit, baik pernah berkali-kali dirawat di rumah sakit maupun dirawat di rumah, akhirnya Ayah yang akrab disapa Apa menghembuskan nafas terakhirnya pukul 11.45 WIB Minggu, 8 Desember 2024 Â di jalan Kandis I No. 50 Kampung Olo Kecamatan Nanggalo Padang. Beliau dilepas isteri dan anak-anaknya.
Sebagai anak sulung, saya langsung menulis data lengkap almarhum untuk diumumkan di masjid yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah. Yang lebih penting untuk pemberitahuan melalui media sosial (wathsapp  dan facebook), baik bagi saya sendiri, maupun untuk adik-adik, agar informasi yang disampaikan sama. Selain itu, Saya sendiri menghubungi dan memastikan ambulan PW Nadhlatul Ulama Provinsi Sumatera Barat yang akan membawa jenazah dari Padang ke Pariaman, berjarak sekitar 63 kilometer.
Sementara itu, adik-adik yang lain juga membereskan jenazah usai menghembuskan nafas terahirnya, mengumumkan di masjid sekaligus membawa keranda pemandian jenazah, tenda dan kursi untuk tamu, perlengkapan memandikan jenazah.
Ayah wafat di usia 79 tahun, meninggalkan satu isteri, 11 anak (6 laki-laki dan 5 prempuan) dan 25 cucu.
Sebagaimana diajarkan dalam agama Islam, bahwa kewajiban fardu kifayah terhadap jenazah adalah empat hal. Diutamakan dilaksanakan oleh ahli waris dari almarhum. Â Yakni memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan menguburkan jenazah. Sukses dan kelancaran penyelenggaraan jenazah ini, umumnya ditentukan oleh isteri/anak, keluarga ayah dan penyelenggara jenazah.
Alhamdulillah, dalam penyelenggaraan keempat rangkaian tersebut bisa diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Menjelang pukul 14.00 WIB, jenazah sudah selesai dimandi. Bersiap-siap dibawa ke masjid untuk dishalatkan, yang sebelumnya penyampaikan permohonan maaf dari keluarga (yang saya sampaikan) dihadapan pelayat. Usai shalat jenazah di masjid Al Ikhlas Kampung Olo Kecamatan Nanggalo Padang, jenazah naik ambulan yang sudah siap di halaman masjid. Langsung berangkat ke Pariaman.
Menjelang pukul 15.15 WIB ambulan sudah sampai di rumah almarhum di kampung beliau di Desa Kaluaik Kecamatan Pariaman Timur  Kota Pariaman. Sebelum dikuburkan, disemayamkan pula untuk penyampaian permohonan maaf dan pelepasan terakhir dihadapan pelayat yang umum dari desa setempat, keluarga, kerabat, dan kenalan dekat dari anak-anak beliau.
Saat jenazah sudah dikuburkan dalam proses penimbunan, suara azan Ashar pun bergema. Artinya, saat azan Ashar bergema, Â proses penguburan jenazah segera selesai.
Usai penguburan hingga hari berikutnya, banyak kenalan yang menyampaikan ucapan belasungka maupun yang datang bertakziah kaget, kok cepat sekali prosesnya. Malah ada pelayat saat datang beberapa jam setelah wafat, datang ke rumah tidak lagi mendapati jenazah karena sudah berangkat ke kampung. Menurutnya, masih bisa melayat karena baru meninggal.
Dari pengalaman ini dan menyaksikan penyelenggaraan jenazah di banyak tempat, ada beberapa hal yang melambatkan proses penyelenggaraan jenazah, walaupun agama menuntut untuk disegerakan.
Pertama, menunggu orang paling dekan jenazah, terutama anak, ayah/ibu. Anaknya jauh di rantau, naik pesawat, apalagi pesawatnya transit. Atau lewat darat yang membutuhkan waktu berjam-jam. Dalam perjalanan, terutama pesawat kemungkinan keterlambatan tersebut bisa saja terjadi. Karena sang anak misalnya, juga sudah menyampaikan harus menunggunya sebelum diselenggarakan (memandikan, mengkafani dan apalagi menguburkan). Sehingga keluarga yang berada di kediaman jenazah terpaksa menunggu. Tidak mau menyelenggarakan sebelum yang ditunggu sampai di tempat jenazah.
Kedua, menunggu orang yang biasa menyelenggarakan jenazah di suatu pemukiman penduduk. Di kampung-kampung sudah ada orang tertentu yang melaksanakan memandikan dan mengkafani jenazah. Di Pariaman dikenal dengan istilah labai dan pagawai yang akan melaksanakan proses penyelenggaraan jenazah. Mereka setidaknya ada tiga orang, atau lebih, sesuai kesepakatan dari masyarakat setempat. Mereka harus ditunggu semuanya. Sebelum lengkap, mereka belum mau mengerjakannya. Bayangkan, kalau satu orang diantaranya masih ada kegiatn yang harus diselesaikan sesaat, maka harus menunggu pekerjaannya selesai. Proses penyelenggaraan jenazah belum bisa dilaksanakan.
Ketiga, jika yang wafat tersebut pemuka adat/kaum, maka sebelum jenazah dimandikan, harus sudah ada kesepakatan siapa penggantinya dari keturunan/suku jenazah sehingga  gelar/status tidak putus. Nah, untuk memutuskan ini juga membutuhkan waktu, menunggu orang-orang yang dianggap harus hadir dalam pengambilan keputusan kaum/suku.
Keempat, memastikan lokasi pemakaman jenazah. Ada anak-anak almarhum (bisa juga isteri) yang ngotot jenazah almarhum dimakamkan di lokasi tertentu, pemakaman umum, tidak di pemakaman kaum ayahnya. Padahal, di Minangkabau, seseorang laki-laki itu hanyalah ibarat debu di atas tunggul, dihembus angin terlempar dari tunggul itu. Saat ia meninggal, maka kembali ke dunsanaknya, kaum (keluarga ibunya). Kenapa ayah harus kembali dimakamkan di pekuburan keluarga ibunya, karena dengan tetap di makam suku ibunya, maka anak-anak tatkala ingin ziarah ke makam ayahnya, sekaligus mampir ke tempat saudara ayahya. Sehingga silaturrahmi anak-anak dengan keluarga ayahnya tetap terjalin dengan baik.
Keterlambatan penyelenggaran jenazah ini  akan bertambah runyam, jika penyelenggara jenazah (di kampung, Pariaman seperti labai, pagawai) sudah menunggu lama untuk melaksanakan tugasnya memandikan, mengkafani. Tapi dihalangi oleh  masih menunggu orang dari rantau. Jika penyelenggara jenazah tidak sabar, atau memang ada janjian yang lain, pergi meninggalkan lokasi jenazah. Ini akan semakin memperlambat penyelenggaraan jenazah.
Ternyata, cepatnya proses penyelenggaraan jenazah tersebut, mendapat tanggapan dari penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pariaman Ahmad Damanhuri yang juga Pimpinan Redaksi Sigi24.com., hanya beberapa jam usai jenazah dikuburkan, sudah dipublisnya tulisan berjudul "Fardu Kifayah Abu Zahar Selekas Armaidi Menulis Buku", Sigi24.Com Minggu, Desember 08, 2024, (https://www.sigi24.com/2024/12/fardu-kifayah-abu-zahar-selekas-armaidi.html).
"Rupanya seluruh rangkaian fardu kifayah almarhum, sangat cepat dilakukan oleh keluarganya. Dari pukul 11.45 hingga pukul 15.45 wib, empat fardu kifayah bagi orang yang masih hidup, selesai. Empat fardu kifayah itu; memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan, sempurna dilakukan sesuai syari'at. Saya terkesima, menyaksikan itu," tulis Ahmad Damanhuri.
Disebutkannya, rupanya pengerjaan fardu kifayah almarhum, secepat Armaidi Tanjung menulis buku. Baru akhir tahun 2023 Armaidi menulis buku sebagai kado untuk ulang tahun putri sulungnya, Sabtu 7 Desember 2024, buku kado ulang tahun anak bujangnya terbit dan dibedah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang. Demikian Damanhuri menulisnya.
Sesaat hendak menulis tulisan ini, ada sahabat saya menyampaikan turut berduka via kontak telepon. Ia pun kagum dan menanyakan kenapa bisa cepat. Pengalamannya di kampung, seringkali berlama-lama jenazah diselenggarakan. "Da, izin pengalaman Uda ini memotivasi saya agar penyelenggaraan jenazah bisa lebih cepat, tidak menunggu  orang yang menyebabkan terlambatnya penyelenggaraan jenazah," katanya diujung handphone android yang tengah berada di Jakarta. ***
Â
 Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI