Mohon tunggu...
Bagas Satria Wicaksono
Bagas Satria Wicaksono Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Hukum

Kediri, 01 Januari 2000

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menagih Janji Pakde Jokowi terhadap Hukuman Mati Koruptor Dana Covid-19

21 Mei 2021   13:06 Diperbarui: 21 Mei 2021   13:49 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selayang Pandang Mengenai Korupsi Ditengah Pandemi Bumi Pertiwi :

Salah satu permasalahan yang dari dulu sampai sekarang masih tetap ada atau bisa dibilang sebagai problem global yakni tidak lain dan tidak bukan adalah mengenai persoalan korupsi. Hal ini disebabkan karena korupsi merupakan sebuah persoalan yang dapat dikatakan sebagai faktor perusak struktur hierarki dalam landasan birokrasi serta menyebabkan munculnya ketidakadilan di masyarakat. Bahkan bisa dibilang kejahatan korupsi ini pasti ada dan muncul di berbagai negara belahan dunia dengan intensitas yang sangat banyak dan berbeda. Seperti pepatah italia yang mengatakan bahwa korupsi adalah “il male e grande è vasto” (Kejahatan yang luas dan besar).

Korupsi di negara Indonesia telah menjadi persoalan yang cukup kronis bahkan kritis dan sangat menyedihkan, dengan adanya wabah pandemi Covid-19 tindakan korupsi juga masih bisa dilakukan, karena bagi mereka yang melakukan tindakan tercela ini, prinsipnya hanya satu “memanfaatkan sebuah peluang dan kesempatan”. 

Tindakan korupsi dari tahun ke tahun akan selalu meningkat serta modus nya beragam dan akan tetap seperti itu jika penanganan sistematika hukum dalam suatu negara tidak memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Hasil riset yang dilakukan oleh beberapa negara, juga memberikan sumbangsih pandangan dengan menunjukkan tingkat korupsi yang ada di Indonesia adalah yang paling tinggi di dunia.

Hakikat korupsi secara sederhana dapat dimaknai sebagai sebuah tingkah laku individu yang mana menggunakan tingkat kewenangan dan jabatan demi meraih keuntungan pribadi, serta yang paling penting merugikan kepentingan umum dan negara. Dalam hal ini wujud dari korupsi dapat menjelma menjadi beberapa tindakan yakni mulai dari penyuapan, manipulasi data akuntansi keuangan, penggelapan dalam jabatan, bahkan sampai pemerasan, itu lah yang diatur dalam ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.

Sekarang ini kita sebagai masyarakat indonesia sedang dihadapkan langsung untuk melawan wabah pandemi Covid-19, munculnya Covid-19 ini memberikan dampak yang sangat kompleks, sehingga aktifitas yang melingkupi pendidikan, hukum, bahkan ekonomi menjadi lumpuh. Memang benar bahwa beberapa bulan terakhir pemerintah telah berupaya untuk bisa memberikan yang terbaik demi menanggulangi bencana Covid-19 ini, melalui bantuan sosial yang diberikan secara bertahap sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2020.

Tentunya dengan Undang-Undang tersebut dana yang dikeluarkan pemerintah tidak sedikit dan itu bisa dibilang dana yang besar, maka dana yang besar harus digunakan dengan cermat dan tepat sasaran. Melihat peristiwa ini dapat memberikan sebuah spekulasi bahwa jika korupsi itu dikatakan sebagai penyakit dalam sebuah negara, maka tidak menutup kemungkinan tindak kejahatan layaknya korupsi akan dilakukan di tengah wabah pandemi.

Pelajaran bagi kita, adalah betapa kejahatan korupsi bukan merupakan tindak pencurian biasa. Bukan masalah pengutipan uang, atau mengambil apa yang bukan haknya. Melainkan suatu pengkhianatan (high treason), Berbagai upaya untuk mencegah dan menghilangkan praktik korupsi sangat umum terjadi. Baik dengan diberlakukan nya Undang-Undang dan peraturan dan pembentukan komisi agen penanggulangan korupsi. Namun korupsi tidak pernah mau meninggalkan bangsa Indonesia !

Memang benar bahwa memberantas korupsi hingga ke akarnya merupakan harapan yang terlalu tinggi, tetapi berjuang agar korupsi ditekan hingga minimum bukanlah suatu hal yang mustahil. Ingat, Hukum Pidana Indonesia itu menganut Asas Legalitas yang berati tanpa Undang-Undang yang jelas, maka suatu tindak pidana dianggap tidak ada. Sehingga dalam penerapan pembuktian pidana atau dikenal dengan istilah Hukum Acara Pidana akan membuktikan setiap unsur-unsur pidana terpenuhi. Sinkronisasi seluruh elemen sistem peradilan pidana sangat di perlukan dalam mempermudah proses pembuktian pidana di pengadilan nantinya.

Kasus Korupsi Dana Bantuan Covid-19 : 

Akhir tahun 2020, masyarakat dikejutkan dengan penetapan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara, terkait kasus korupsi pengadaan bantuan sosial atau dana penanganan Covid-19, Dalam pernyataan pimpinan KPK, Menteri Sosial terjerat kasus suap dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.

Secara umum masyarakat Indonesia sangat mengharapkan semua koruptor dana bantuan pada Bencana Alam adalah di Hukum seberatnya-beratnya bahkan Hukuman Mati sekaligus, dalam hal ini saya selaku penulis juga menyetujui hal tersebut, akan tetapi bukan berarti kami yang menyetujui hukuman mati bagi koruptor dana covid-19 ini tidak memiliki hati. 

Justru saya dan segenap dari mereka yang setuju perihal formulasi hukuman mati itu memilki rasa keadilan yang tinggi. Memang benar segenap masyarakat indonesia dilindungi oleh hak asasi manusia. Namun sekarang ini kita berbicara perihal hukuman pidana, dalam hukum pidana ada 3 faktor dalam proses mengadili pelaku yakni (Penjara, Denda, dan Mati) 3 hal ini sudah menjadi substansi pokok sebagai pengejawantahan keadilan.

Maka dalam membahas persoalan ini harus menyertakan ketentuan Undang-Undang Tipikor Pasal 2 ayat 2 “Tindakan Korupsi yang dilakukan dalam Keadaan Tertentu”. Maksud dari keadaan tertentu adalah keadaan yang dimana dapat dijadikan sebagai suatu alasan ketika memberikan sebuah pemberatan atau hukuman pidana bagi sang pelaku korupsi. yakni ketika dia melakukan korupsi dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana alam nasional, seperti halnya penyalah gunaan alokasi dana Covid-19 karena seperti penjelasan yang sudah tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), maka status yang sekarang ini paling pas disandarkan pada Pandemi Covi-19 ini adalah (Bencana Alam Nasional).

Dan sangat jelas bahwa jika ada oknum-oknum yang melakukan penyalahgunaan atau korupsi alokasi dana penanggulangan pandemi Covid-19 dapat diancam hukuman pidana mati, karena wabah pandemi ini secara sah dikategorikan dalam keadaan tertentu.

Sesuaikah Hukuman Mati diterapkan ditengah pandemi bagi pelaku Tipikor Dana Covid-19 :

Sebenarnya kalau kita berbicara masalah sesuai atau tidak itu pasti selalu berkaitan dengan perspektif masing-masing, bahkan terkadang ada hati nurani yang dilibatkan. Akan tetapi sekali lagi kita sedang membahas proses penegakan hukum. Saya paham persoalan yang akan disampaikan oleh para pihak yang tidak setuju hukuman mati koruptor dana covid-19 jika diimplementasikan yakni ada 2 alasan : alasan pertama “jika hukuman mati diterapkan apakah akan mengurangi para calon koruptor? Karena permasalahan narkoba juga dihukum mati tetapi tidak ada habisnya”, alasan kedua “semua manusia/masyarakat yang ada di indonesia diberkahi hak asasi manusia, salah satunya hak untuk hidup (Pasal 28 A)”

Kedua alasan ini sering diutarakan para aktivis hak asasi manusia apabila berdebat mengenai hukuman mati koruptor di Indonesia. Namun menurut saya alasan atau pertanyaan yang seperti diatas itu dapat kita jawab dengan mengembalikan prinsip keadilan atau definisi keadilan tertua yang dirumuskan oleh para ahli hukum zaman romawi, yang mengatakan “Justitia est constans et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi” (Artinya : Keadilan atau penegakan hukum itu adalah kemauan yang tetap dan kekal yang nantinya diberikan kepada setiap orang/seseorang yang berhak memilikinya atau semestinya”.

Dari sini kita sudah bisa memahami bahwa ketika kita mau menegakkan sebuah keadilan itu harus sesuai dengan apa yang menjadi dasar penegakan hukum itu sendiri, sehingga hasil dari penegakan itu akan dinikmati oleh orang-orang yang merasa dirugikan. Memang, jika kita pandang dengan HAM, hukuman mati ini seperti hukuman yang tidak menghargai hak orang lain, hukuman yang menjijikkan dan harus ganti. Namun sampai kapan kita mau bersembunyi dan mengikuti penegakan hukum yang tidak semestinya. 

Lembaga pemberantasan korupsi sudah kita punya, formulasi hukum sudah di depan mata. Tinggal para praktisi hukum mau menjalankannya atau tidak? Jika iya maka kita harus memegang teguh prinsip yang pernah diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus “Fiat Justitia ruat caelum” (Artinya : Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh). Maka janganlah takut ketika melakukan sesuatu hal yang jujur dan benar.

Dalam hukum pidana tidak dapat dipungkiri bahwa itu menjadi upaya terakhir atau Ultimatum Remidium. Oleh karena itu jika memang sudah ditetapkan menjadi upaya terakhir maka penegakan keadilannya tidak boleh asal-asalan. Nah dari sini penulis bersikap gigih terhadap pidana mati.

Koruptor adalah dengan memberikan dasar-dasar atau asas hukum pidana, antara lain :

  1. Asas Errare humanum est, turpe in errope perseverare 

Pada asas ini memiliki arti bahwa “Kekeliruan itu manusiawi, tapi tidak boleh senantiasa berbuat keliru (berbuat salah) disengaja”, kita semua paham bahwa manusia sering berbuat salah dan kita juga harus memaafkan nya akan tetapi jangan memandang rendah kata maaf yang terlontar dari mereka yang merasa dirugikan.

  1. Asas Ut sementem feceris, ita meted 

Dalam asas ini menjelaskan bahwa “siapa yang menabur maka dia yang menuai, siapa yang melakukan maka dia yang harus bertanggung jawab”.

  1. Asas Ultra posse neno obligator

Asas ini telah memberikan penegasan bahwa “Seseorang tidak akan dibebani melebihi kemampuannya” sehingga aturan yang dibuat tersebut akan bersesuaian dengan asas ini, maka untuk penerapan sanksi maksimum bisa saja tegas dengan hukuman berat, tapi hakim harus bisa menentukan kepantasan hukuman bagi orang yang melanggar agar sesuai dengan perbuatannya.

Dari ketiga asas diatas maka Penerapan pidana mati, tidak akan terlepas dari tujuan pemidanaan, dan jika ditilik kembali dengan Aliran klasik yang mendasarkan pada falsafah pemidanaan ada ungkapan yang berbunyi : “Let the funishmet fit the crime / sesuaikan hukuman dengan perbuatannya), dan aliran modern falsafah pemidanaan nya “Let the funisment fit the criminal / sesuaikan hukuman dengan pelakunya” serta aliran neo klasik falsafah pemidanaan nya “Let the funishment fit the crime and the criminal / sesuaikan hukuman dengan perbuatan dan pelakunya.”

Kesimpulan 

Hendaknya kepada para penegak hukum terutama hakim yang menangani Tindak Pidana Korupsi bertindak profesional dan senantiasa Independen dalam menegakkan hukum di Indonesia, Masyarakat menaruh harapan besar terhadap para hakim demi terciptanya kepastian dan keadilan di Negeri Indonesia, Selanjutnya hendaknya ada kemauan yang kuat dari hakim dan para penegak hukum lainnya, termasuk masyarakat untuk memberantas korupsi. Karena dalam analisa penulis kalau di tinjau secara regulasi sudah cukup baik, tinggal penyempurnaan terutama di dalam memperjelas pemahaman dan membuat terang isi peraturan yang terdapat dalam pasal terkait pidana mati.

Upaya Penanggulangan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara menyeluruh baik bagi penyidik, kejaksaan, dan hakim harus benar-benar bebas dari intervensi pihak yang didakwakan. Kepada Seluruh elemen bangsa terutama para penegak hukum hendaknya jangan setengah hati dalam memberantas korupsi, karena korupsi adalah kejahatan yang sangat berdampak terhadap perekonomian bangsa, kesengsaraan rakyat akan berdampak terhadap meningkatnya tingkat kejahatan di Indonesia khusunya kejahatan pada saat korupsi Pandemi COVID-19 ini berlangsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun