Berdebat, berdiskusi, dan beropini, tentunya kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosisal sering melakukan ketiga hal tersebut, baik di kehidupan nyata maupun maya di media sosial.
Dalam melakukan ketiga hal tadi, tentuya kita tidak sendirian, pasti ada yang namanya lawan bicara atau dalam proses komunikasi disebut dengan komunikator dan komunikan.
Dalam perkembangannya saat ini, media sosial tidak hanya bertidak sebagai platform atau wadah untuk mngekspresika diri, kita bisa berinteraksi dengan sesama pengguna, interaksi tersebut bisa berupa komentar baik yang positif maupun negatif.
Interaksi berupa komentar kita dapatkan setelah kita beropini, berdebat, ataupun beragumen di media sosial, interaksi tersebut bisa berupa komentar yang positif jika kita mengutarakan argument dengan hal yang positif, sebaliknya jika negatif maka akan timbul reaksi negatif pula.
Namun, belakangan ini muncul fenomena Ad hominem di media sosial yang biasanya banyak beredar di kolom komentar postingan yang menimbulkan perdebatan, bahkan lebih buruknya juga muncul di forum diskusi ilmiah.
Apa Itu Ad Hominem?
Ad hominem adalah sesat berpikir pengguna media sosial yang sering ditemukan belakangan ini, dan sudah banyak terjadi, bahkan berefek menimbulkan trauma bagi korban yang diserang.
Ad hominem merupakan tindakan seseorang untuk membantah argument dengan cara menyerang pribadi lawan sebagai cara untuk mengabaikan atau mendiskreditkan lawan.
Berdebat seharusnya adalah saling membalas argument yang sesuai dengan substansi yang sedang didebat.
Namun, dalam istilah Ad Hominem ini, pelaku biasanya kehabisan kata-kata atau tak cukup pintar untk membantah argument dari lawan debat, sehingga memilih jalan pintas dengan cara menyerang personal lawan.
Sebagai contoh, misalnya, membandingkan tindakan lawan dengan yang didebatkan, menyerang fisik lawan secara verbal, hingga mengajak orang lain untuk melawan dengan cara menghasut dan membeberkan informasi pribadi lawan debat, tujuan dari Ad hominem adalah untuk membuat kesan yang dapat dibenarkan oleh khalayak yang melihat atau terlibat dalam perdebatan
Ad hominem terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Tu quoque ad hominem, Circumstantial ad hominem, dan abusive ad hominem.
Tu qoque ad hominem (“kamu pun juga sama”).
Tu quoque ad hominem ini biasa digunakan untuk menyangkal peryataan dengan menuduh lawan debatnya munafik karena lawan debat dianggap tidak melakukan apa yang dikatakannya sendiri. Contoh biasa kalimat yang dilontarkan adalah “ngapain kamu menasehati saya tentang merokok? Kamu sendiri saja pernah merokok”.
Circumstantial ad hominem (merendahkan sistem keyakinan seseorang).
Circumstantial ad hominem yaitu argument dari seseorang yang tidak bertujuan untuk menyanggah pernyataan lawan debat, tetapi mengarah pada hubungan pribadi lawan saat itu juga, contohnya yaitu “Jangan mengomentari kelompok kami, kelompokmu saja pekerjaannya banyak revisinya.
Abusive ad hominem, jenis Ad hominem ini yang paling banyak ditemui di media sosial, Abusive ad hominem merupakan argument yang menyangkal pernyataan lawan debat tapi tidak dengan substansi debatnya, melainkan lebih sering menyerang pribadi lawan, lebih parahnya terkadang juga menyerang dengan mengaitkan foto profil lawan debat, dan fisik sebagai bahan olok-olokan.
Contohnya: sembari memenyertakan foto pribadi lawan dengan narasi misalya “wajahnya saja tidak meyakinkan, tapi belaga ngomong tinggi”.
Contoh Kasus di Media Sosial
Belakangan ini sedang viral di platorm facebook di sebuah group meme, dimana seorang pengguna mengutarakan pendapatnya di sebuah komentar postinga meme yang membahas produk rokok, akun tersebut menyatakan ketidaksenangannya dengan perokok.
Lalu, pengguna tersebut berkomentar, “Gw kok benci sama perokok ya”, sehingga akun tersebut mendapat respon atau balasan sekita ribuan balasan komentar dari pengguna lainnya, yang kebanyakan dari balasan tersebut adalah abusive ad hominem yang tidak sesuai dengan substansi yang dibicarakan.
Dari gambar di atas menunjukkan bukti bahwa saat ini Ad hominem masih sering digunakan oleh pengguna media sosial di Indonesia, serangan abusive ad hominem masih menjadi senjata utama ketika seseorang tidak setuju dengan argument orang lain.
Dalam kasus seperti gambar diatas, pengguna facebook tersebut diserang dengan merendahkan dan mengolok statusnya oleh pengguna lain sebagai seorang kepala keluarga namun memiliki hobi menonton anime yang banyak digandrungi anak muda, dan juga serangan Circumstantial ad hominem dimana pengguna tersebut tidak dianggap valid argumennya karena tidak pernah merokok.
Contoh lainnya juga pernah menimpa seorang mahasiswa berinisial CA yang pernah menjadi korban abusive ad hominem dari pengguna media sosial di platform X.
Saat itu CA men tweet tetang politik di salah satu kampus, CA menyatakan kerisihannya tentang fanatisme mahasiswa di salah satu kampus saat berlangsungnya PEMILWA, beberapa balasan tweet memang masih normal dengan berdiskusi dan berdebat sehat
Namun, CA menumakan balasan tweet dari tiga pengguna lain yang justru menyerang dirinya dengan abusive ad hominem, dimana dia dikatakan sebagai “mahasiswa kupu-kupu tahu apa”.
Selain itu, salah satu pengguna bahkan mengaitkan foto CA dengan narasi “mbak ini dari mukanya ketahuan tidak punya teman di kampus”. Sejak saat itu CA menjadi sedikit trauma, CA menjadi lebih berhati-hati dan saat ini enggan bersuara tentang kampusnya..
Dari kedua contoh kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelaku ad hominem ini ingin mengutarakan pendapatnya terhadap sebuah argument.
Namun, tidak memiliki kapabilitas dan kemampuan berpikir yang mumpuni, sehingga mereka menggunakan cara sesat berpikir untuk menangkal sebuah argument dari seseorang.
Cara Menghindari Debat Ad Hominem
Menurut seorang Doktor Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yeyentimalla Edison, terdapat beberapa cara menghindari ad hominem, diantaranya yaitu,
Pengendalian diri, kita harus bersikap tenang dan jangan tergesa-gesa dalam berpendapat, karena pada dasarnya pendebat Ad hominem ini tak perlu paparan yang jelas dari topi yang dibahas.
Consistency, kita harus konsisten dengan sikap semula kita dan dengan apa yang kita bicarakan, karena pelaku ad hominem seringkali menilai apa yang kita bicarakan juga harus sesuai dengan apa yang kita lakukan, jadi kita harus tetap konsisten agar terhindar dari pendebat ad hominem
Hindari pendebat dengan ego tinggi, sebaiknya kita tinggalkan saja atau cuek saja dengan orang yang berebat namun menggunakan otot, dan ego karena jika diteruskan besar kemungkinan orang tersebut akan menggunakan abusive ad hominem untuk menyerang arguen kita.
Penulis : Bagas Satria Abdulgani, Mahasiswa Semeter 5C Jurnalistik UIN Jakarta (11210511000118)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H