Mohon tunggu...
Riska BagasPurnama
Riska BagasPurnama Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir sebagai anak manusia

Yang jelas bagaimanapan hidupnya "Berfikir positif adalah salah satu cara sederhana untuk mensyukuri otak" hueheheh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jalan Pulang

26 Mei 2020   10:00 Diperbarui: 26 Mei 2020   09:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bocah berambut pirang dengan hidung yang mancung itu bernama Jono. Laki laki kelahiran 1990 itu kabarnya mau pulang minggu ini. Bocah berparas tampan yang hobi membaca buku fiksi ini adalah adik kandungku. Jumat sore tadi ia memberi kabar kepadaku, kalau hari ini ia sudah mulai cuti dan meminta ku untuk menjemputnya besok pagi.

“bang besok kamu ada acara kemana bang…?” kata Jono di telepon itu.

“besok aku libur Jon ada apa..?” tanyaku.

“baguslah kalau begitu, bang Rendy bisa jemput aku besok pagi, hari ini aku sudah ambil cuti, rencana nanti malam aku terbang dari sini. Tolong ya bang  heheh..?” kata Jono dalam telepon jumat sore itu.

“ohhh ok ok…! Besok pagi aku jemput di bandara ” sambungku

“ siap bang…!” Jono menjawabku

Setelah lulus kuliah ia bekerja  di salah satu perusahaan elektronik yang ternama, bukan di Jakarta, Surabaya, atau Sumatra, ia bekerja di luar Negara. Dalam setahun sekali ia mengambil cuti untuk pulang menemui keluarganya.

Selama Jono kerja di luar negeri selama itu Bapak uring uringan dengan Jono. Bapak tidak begitu suka dengan kerjaan Jono, sehinga saat Jono pulang selalu diminta untuk mencari pekerjaan lain dengan alasan pekerjaanya sekarang jauh dan menyita waktu dengan keluarga dan jarang bisa menemui orangtua dan keluarganya. Kemarahan Bapak memuncak ketika Jono tidak bisa pulang saat ibunya sakit dan akhirnya meningal dunia.

Sabtu pagi tepatnya pukul 07.30 aku bergegas berangkat menjemput Jono di bandara, jarak bandara dengan rumahku tidak begitu jauh, perjalanan rumah ke bandara kurang lebih 30 menit, saya rasa tidak terlambat jika berangkat sekarang karena jadwal kedatangan Jono jam 08.20 Waktu Indonesia Barat.

“ Mau kemana Ren..? bukannya hari ini kamu libur ? ” tanya Bapak

“ Mau jemput Jono Pak..kemarin Jono telepon katanya suruh jemput hari ini” jawabku

“Oh…dia pulang hari ini, yadah sana hati hati…!” kata Bapak

“Iya pak…!” jawabku sambil mencium tangan Bapak

Akupun berangkat ke bandara untuk menjemput Jono, tepat pukul 08.10 aku sampai bandara dan melihat Jono sudah menungguku disana, tanpa basa basi aku langsun mendekati dan menepuk punggungnya,

“Jon.. kok jadwalnya maju…? Sudah lama menungguku…?” tanyaku sambil membawakan kopernya

“Baru saja aku keluar, kurang lebih 5 menit aku disini menunggu abang datang” kata Jono sambil jalan menuju tempat parkir

Sepanjang perjalanan kami bercerita basa basi bicara tentang kabar dan kerjaan, sesampainya di rumah Jono kaget melihat kondisi bapak.

“Pak, Bapak, Jono pulang pak….!” kata Jono saat tiba di rumah dan berjalan menuju kamar bapaknya. Dia tidak menemukan bapaknya di dalam kamar dan tak ada suara jawaban dari bapak.

“Bang  Bapak kemana bang..?” tanya Jono yang tengah berjalan mendekatiku

“Ada tadi, coba di lihat dikamar siapa tau baru istirahat..!” jawab ku sambil menurunkan barang barang Jono.

“Gak ada bang…!” jawab Jono

“Kalau tidak kamu lihat di halaman belakang, biasanya bapak ada disana duduk di samping kolam” jawabku

“Belakang sudah ada kolam ya …?” tanya Jono Sambil jalan meninggalkanku

Tak lama kemudian setelah selesai mengemas barang Jono aku menyusul Jono dan bapak ke halaman belakang. Terlihat mereka tengah asyik ngobrol, aku pun tak berani menganggunya karna pemandagan seperti ini jarang kutemui, biasanya mereka berdebat pasal kerjaan Jono, aku memilih ke dapur untuk membuatkan minuman dan membawakan makanan untuk mereka.

Saat aku datang membawa makanan dan minuman untuk mereka, aku melihat adikku Jono mengusap matanya, sepertinya ia baru saja menagis di hadapan Bapak,

“Nih Jon aku buatkan kamu kopi untukmu, kamu masih suka kopi kan…?, untuk bapak aku buatkan teh kesukaan bapak heheh…” kataku  memotong pembicaraan dan tak ingin masuk dalam pembahasan mereka.

“Taruh saja di meja kamar bapak Ren…” kata bapak sambil berjalan pergi meningalkan aku dan Jono.

Setelah bapak pergi aku duduk dan bertanya kepada Jono, “Ada apa Jon…?, bapak ngomong apa…?”

“Sejak kapan Bapak sakit seperti itu bang…?” tanya Jono

Dua bulan lalu Bapak jatuh di kamar dan akhirnya terkena serangan struk sehinga kondisinya seperti sekarang ini, dalam sebulan bapak wajib periksa ke dokter,

“Sudahlah kamu istirahat dulu, nanti malam kita bicara lagi” kataku kepada Jono.

Jono berdiri berjalan menuju kamarnya, aku melihat bapak didalam kamar sudah tertidur istirahat, akupun istirahat dan berbaring di depan TV.

Malam itu aku kembali melihat Jono dan bapak di runag tamu, aku mendengar Jono meminta maaf kepada Bapak.

“Pak Jono minta maaf ya pak selama ini Jono gak bisa merawat bapak dan ibu karena tuntutan kerja” kata Jono meminta maaf kepada Bapak

“Lantas kamu masih berapa lama Jon mau kerja disana …? Apa kamu besok juga tidak mau pulang saat mendengar kematian Bapak…? Seperti dulu waktu kamu mendegar kabar Ibumu itu, jika kamu mau menemani bapak di akhir usia bapak carilah kerja lain saja, abangmu kan juga sudah punya usaha cobalah kerjasama untuk buka cabang atau membuka bisnis baru” kata bapak,

Setelah itu bapak terlihat berjalan pergi meningalkan Jono, aku mendatangi Jono.

“Sudahlah jagan di terlalu memikirkan itu, biasa bapak hanya takut kamu terlalu sibuk kerja sehinga lupa dengan siapa orang tuamu. Selama kamu masih bisa meluangkan waktu pulang banyak banyaklah diskusi dengan bapak, agar bapak merasa tidak kehilangan anak ke duanya” kataku lirih

“Apa yang harus aku lakukan bang…?, Apa aku berhenti kerja dan cari kerja lain…? tapi sebentar lagi setelah Bapak Tomo menejer ku itu pensiun aku yang mengantikan posisinya, kalau aku berhenti aku sudah tidak punya harapan untuk menjadi menejer disana mengantikan Pak Tomo padahal posisi itu yang dari dulu ku inginkan”. Kata Jono

“Heheheh… kehidupan memang seperti itu Jon, keinginan dan kenyataan akan terus berbenturan, saat itulah kamu belajar dan di ajar menjadi manusia sebenarnya” kataku lirih, Jono yang masih terlihat binggung untuk mengambil keputusannya itu menunduklan kepada dengan wajah yang masih penuh rasa bersalah. Suasana hening, aku menunggu Jono untuk berbicara, tetapi tak kunjung aku mendegar suaranya dan aku kembali member penjelasan kepada Jono.

“Hidup ini bagian dari perjalanan, dan dalam perjalanan itu kamu akan terus mengalami benturan benturan, nah dari benturan benturan itulah kamu akan mendapatkan pengalaman sehinga akan semakin dewasa jika kamu belajar dari pengalaman pengalamanmu itu, didalam kehidupan kamu akan di hadapkan dengan pilihan pilihan, diantara pilihan pilihan itu kamu harus pahami semua resiko dan kemungkinan yang akan terjadi, agar ke depannya kamu tidak begitu kecewa dengan pilihanmu jika memang salah, soal kamu berhenti apa tidak itu hanyalah sebuah pilihan Jon” kataku kepda Jono.

Sambil berjalan mengambil minum, aku kembali menegaskan kepada Jono yang masih terlihat bingung untuk memutuskan pilihannya,

“Sekarang kamu memilih mengejar karir atau memilih merawat orang tuamu, kamu harus bisa memastikan kemungkinan kemungkinan yang terjadi dan siap akan resikonya”, kataku sambil kembali duduk dan menaruh gelasku di atas meja.

“Menurut pendapatmu bang aku harus gimana ? kalau abang berada di posisiku sekarang…?” Tanya jono memotong penjelasanku, ia memaksaku memberikan pilihan apa yang harus di ambil Jono dalam masalah ini, dan aku memberikan pilihan agar Jono berhenti dari kerjaannya dan mencari kerjaan baru yang dekat dengan orang tua sesuai ke inginan bapak.

“Aku memili kuluar Jon, mencari kerjaan baru agar bisa merawat dan membuat lega hati orang tua, memang karir itu penting apa lagi kita ini laki laki, tapi tangung jawab seorang anak untuk mengurus orang tuanya juga tak kalah penting”, mendegar itu Jono lantas melihatku seakan akan ia benar benar terpukul karena selama ini belum bisa merawat kedua orang tuannya, dengan menepuk pundaknya aku kembali mengatakan kepada Jono bahwa yang terpenting dalam hidup itu bukan lah karir melainkan tanggung jawab.

“Untuk apa kita mendapatkan semuanya mendapatkan apa yang kita mau tetapi sedikitpun tak membuat hati orang tua banga atau lega..? yang perlu kamu ingat, kita bisa seperti ini karena orang tua kita yang menjaga dan merawat, lantas apa kita pantas jika menelantarkan dan meninggalkan mereka hanya karena kepentingan dan keinginan kita dulu orang tualah yang merawat kita. Sudah kumu pikirkan dulu pahami dulu antara pilihan pilihanmu itu baru nanti kamu putuskan”, kataku kepada Jono yang terlihat mengusap mukanya yang basah karna air mata.

“Sekarang sudah malam istirahatlah”. kataku menutup pembicaraanku dengan Jono.

Selang dua hari setelah pembicaraan panjangku dengan Jono tentang pilihannya, aku mendengar Jono mengatakan dan menyampaikan pilihanya kepada bapak, ia memilih untuk keluar dari kerjaannya dan merintis bisnis, ia memutuskan untuk mencoba bisnis warung kopi, tetapi Jono meminta waktu kurang lebih tiga bulan untuk keluar dari kerjaan dengan alas an menambah modal usaha. Bapak pun mengiyakan keputusan Jono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun