Komunikasi adalah jantung dari pelayanan kesehatan. Seperti roda yang menggerakkan kendaraan, komunikasi yang baik memastikan interaksi antara pasien dan tenaga medis berjalan lancar. Ketika komunikasi berjalan efektif, pasien merasa didengar, dipahami, dan lebih percaya terhadap proses penyembuhan yang dijalani. Dalam sebuah observasi di Klinik Brawijaya, Kebalenan, Banyuwangi pada Rabu (13/11/2024) pukul 08.00 -- 09.00 WIB, saya menyaksikan secara langsung bagaimana komunikasi menjadi elemen vital dalam alur pelayanan kesehatan, mulai dari resepsionis hingga ruang periksa.
Resepsionis: Gerbang Pertama Layanan
Pagi itu, ruang tunggu Klinik Brawijaya ramai dengan pasien dari berbagai kalangan. Mereka duduk sambil memegang nomor antrian, menunggu giliran dipanggil menuju meja resepsionis. Di sinilah kontak pertama pasien dengan pelayanan kesehatan dimulai.
Resepsionis tidak hanya bertugas mencatat data pasien, tetapi juga menjadi wajah pertama klinik tersebut. Dengan senyuman ramah dan cara bicara yang sopan, mereka menjelaskan proses registrasi, mengecek data pasien, dan memberikan arahan langkah selanjutnya. Proses ini sederhana, tapi sangat penting untuk membuat pasien merasa nyaman.
Seorang resepsionis yang baik bisa membuat pasien lebih tenang hanya dengan berbicara. Mereka bukan hanya memberikan informasi, tetapi juga menanamkan rasa percaya diri kepada pasien untuk menjalani pemeriksaan berikutnya. Jika tahap awal ini tidak berjalan baik, pengalaman pasien di klinik bisa menjadi kurang menyenangkan.
Pelayanan yang baik di meja resepsionis sering kali mencerminkan kualitas layanan sebuah klinik. Jika pasien merasa dilayani dengan baik sejak awal, mereka akan lebih percaya dan nyaman menjalani tahapan berikutnya. Sebaliknya, jika pengalaman di tahap ini buruk, kesan negatif bisa terbawa sampai akhir.
Ruang Cek Kesehatan: Empati dalam Setiap Pertanyaan
Setelah registrasi selesai, pasien melanjutkan ke ruang cek kesehatan. Di sini, mereka menunggu giliran untuk bertemu tenaga kesehatan. Tahap ini lebih dari sekadar menunggu; ini adalah langkah penting untuk mengetahui kondisi awal pasien melalui pertanyaan atau anamnesa.
Tenaga kesehatan biasanya akan bertanya tentang keluhan pasien, riwayat kesehatan, dan gejala yang dirasakan. Selain itu, mereka juga melakukan pemeriksaan dasar, seperti mengukur tekanan darah. Informasi ini nantinya membantu dokter memberikan diagnosis yang tepat.
Di sinilah peran komunikasi kembali diuji. Tenaga kesehatan harus bertanya dengan cara yang sopan dan ramah agar pasien merasa nyaman. Mereka juga perlu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, sehingga pasien tidak merasa bingung atau takut. Bahkan, terkadang tenaga kesehatan juga harus menjadi pendengar yang baik, memberikan kesempatan bagi pasien untuk menceritakan kekhawatirannya.
Empati menjadi kunci utama di tahap ini. Dengan mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, tenaga kesehatan bisa membangun hubungan yang baik. Pasien merasa dihargai, sehingga mereka lebih percaya pada proses pengobatan yang sedang dijalani.
Peran Penting Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Dari dua tahap ini, satu hal yang terlihat jelas adalah pentingnya komunikasi yang baik. Resepsionis dan tenaga kesehatan di Klinik Brawijaya membuktikan bahwa cara berbicara yang ramah dan jelas bisa membuat pengalaman pasien lebih positif.
Komunikasi yang baik membantu pasien merasa lebih nyaman dan percaya. Jika pasien merasa dihargai, mereka akan lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan dan mengikuti proses pengobatan. Sebaliknya, jika komunikasi kurang baik, pasien bisa merasa ragu atau tidak puas.
Lebih dari sekadar alat bantu informasi, komunikasi juga menjadi jembatan untuk membangun hubungan antara pasien dan fasilitas kesehatan. Hal ini penting, terutama di masa sekarang di mana pasien semakin sadar akan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan yang baik.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Klinik Brawijaya mengajarkan banyak hal tentang pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan. Salah satu pelajaran utamanya adalah pentingnya empati. Pasien bukan sekadar nomor antrian, tetapi individu yang punya kekhawatiran dan kebutuhan unik. Ketika tenaga kesehatan mampu mendengarkan dan merespons dengan baik, hubungan yang terjalin akan lebih kuat.
Pelayanan kesehatan yang baik tidak hanya tentang alat canggih atau dokter hebat, tetapi juga tentang bagaimana klinik berbicara dengan pasien di setiap tahap. Proses yang sederhana seperti registrasi dan anamnesa bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan jika dilakukan dengan cara yang tepat.
Komunikasi yang baik juga menciptakan rasa percaya antara pasien dan petugas klinik. Ketika pasien merasa dihormati dan didengar, mereka lebih mudah menjalani proses pemeriksaan dan pengobatan. Hal ini juga membuat pasien memiliki pengalaman positif, yang bisa memengaruhi kepercayaan mereka pada klinik tersebut di masa depan.
Meningkatkan Komunikasi di Fasilitas Kesehatan
Untuk klinik atau fasilitas kesehatan lain, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan kualitas komunikasi. Pertama, pelatihan untuk staf resepsionis dan tenaga kesehatan sangat penting. Mereka perlu dilatih untuk berkomunikasi dengan ramah, sopan, dan penuh empati.
Selain itu, teknologi juga bisa menjadi alat bantu yang efektif. Misalnya, menyediakan sistem informasi digital yang memberi tahu pasien tentang status antrian mereka atau menyediakan chatbot untuk menjawab pertanyaan dasar sebelum pasien datang ke klinik. Teknologi semacam ini tidak hanya mempermudah proses, tetapi juga mengurangi kekhawatiran pasien.
Tidak kalah pentingnya adalah mendengarkan umpan balik dari pasien. Fasilitas kesehatan bisa menyediakan kotak saran atau survei untuk mengetahui apa yang dirasakan pasien selama mendapatkan layanan. Dengan mendengarkan umpan balik ini, klinik bisa terus meningkatkan kualitas pelayanannya.
Komunikasi Sebagai Investasi Jangka Panjang
Pada akhirnya, komunikasi yang baik adalah investasi jangka panjang. Ketika pasien merasa dihargai dan dipahami, mereka tidak hanya lebih percaya pada proses pengobatan, tetapi juga merasa menjadi bagian dari komunitas yang peduli pada kesehatan.
Klinik Brawijaya telah menunjukkan bahwa dengan komunikasi yang baik, pengalaman sederhana seperti registrasi atau pemeriksaan awal bisa menjadi momen yang membangun rasa percaya pasien.
Pertanyaannya sekarang adalah: apakah fasilitas kesehatan lain sudah memiliki komunikasi yang cukup baik untuk mendukung perjalanan pasien mereka? Jika belum, mungkin sudah saatnya memulai langkah kecil namun berarti untuk meningkatkan kualitas komunikasi dalam pelayanan kesehatan.
Sumber Referensi
Â
CV Widina Media Utama. (n.d.). Komunikasi Kesehatan. Diakses dari https://repository.penerbitwidina.com/publications/339340/komunikasi-kesehatan
Ilmu komunikasi UMA. (2021). Apa Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan? Diakses dari https://ilmukomunikasi.uma.ac.id/2021/10/07/apa-pentingnya-komunikasi- dalam-pelayanan-kesehatan/
Jurnal UNSULTRA. (n.d.). POLA KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN. Diakses dari https://jurnal.unusultra.ac.id/index.php/jisdik/article/download/119/82/446
SIPORA POLIJE AC ID. (n.d.). Komunikasi Kesehatan dan Interpersonal Skill Tenaga Kesehatan. Diakses dari https://sipora.polije.ac.id/34438/1/Komunikasi%20Kesehatan%20dan%20Interpersonal% 20Skill%20Tenaga%C2%A0Kesehatan(2).pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI