Kali ini saya ingin membagikan sebuah gagasan yang mungkin sudah diwartakan oleh kebanyakan penulis artikel. Gagasan saya ini muncul ketika menikmati hidangan caesar salad, karena saya ingin hidup sehat dan ingin menjadi kaisar.. Hahaha kaisar salad kali ya. Oke, lebih tepatnya, saya sedang mempertimbangkan apa yang akan saya lakukan sedari dini untuk memiliki ketahanan pangan (food defence) untuk saya dan keluarga?Â
Perhatian saya muncul ketika saat pandemi kemarin, di tahun 2019, saya merasa cukup tertekan karena keterbatasan akses untuk membeli bahan makanan, sedangkan paling tidak bisa menikmati sayuran saja, saya rasa bisa membuat kami kenyang. Kalau misalnya saya butuh sumber protein, saya bisa mencari sumber protein yang murah yaitu jamur.
Itu lah yang saya pikirkan saat itu, namun semua itu sulit terwujud karena adanya pembatasan tersebut. Belum lagi, biayanya meningkat karena harus dialihkan dengan adanya biaya transportasi. Syukurlah saya dan keluarga dapat bertahan di saat-saat yang tidak menyenangkan ini.
Bayangkan apabila bencana itu terjadi kembali, namun populasi manusia semakin bertambah, lahan pertanian semakin sedikit karena terus digerus untuk pembangunan perumahan. Apakah kita bisa menjamin ketahanan pangan yang ada saat ini, bisa memenuhi untuk kebutuhan di masa yang akan datang?
Masalah ketahanan pangan semakin menjadi perhatian global seiring meningkatnya populasi, perubahan iklim, dan terbatasnya lahan pertanian. Untuk mengatasi tantangan ini, inovasi di bidang pertanian terus dikembangkan.
Salah satu inovasi yang mulai menarik perhatian luas adalah "vertical farming" atau pertanian vertikal. Konsep ini menawarkan metode bercocok tanam secara bertingkat yang memungkinkan tanaman tumbuh di area yang lebih kecil namun menghasilkan panen yang lebih besar. Tentunya ini bisa kita lakukan di rumah atau di atap kantor (jika diperbolehkan hahaha).
Artikel ini akan membahas perkembangan vertical farming, peranannya dalam mendukung ketahanan pangan, serta peluang dan tantangan yang dihadapinya.
Apa Itu Vertical Farming? (Pertanian Vertikal)
Vertical farming adalah metode pertanian di mana tanaman ditanam secara vertikal menggunakan rak bertingkat atau struktur bangunan bertingkat.
Berbeda dengan pertanian konvensional yang membutuhkan lahan luas, vertical farming memungkinkan penanaman tanaman di dalam ruangan seperti gedung-gedung, kontainer, atau ruang tertutup lainnya.
Sistem ini menggunakan teknologi canggih seperti hidroponik, akuaponik, dan aeroponik, yang memungkinkan tanaman tumbuh tanpa menggunakan tanah.
Teknologi yang digunakan dalam vertical farming meliputi pencahayaan LED, sensor IoT (Internet of Things), dan sistem pengairan otomatis. Dengan teknologi ini, lingkungan tumbuh tanaman dapat dikontrol dengan cermat, termasuk suhu, kelembapan, intensitas cahaya, dan nutrisi yang diberikan kepada tanaman. Izinkan saya menjabarkan dan menjelaskan mengenai teknologi vertical farming serta keuntungan dari teknik pertanian ini.
Teknologi dan Inovasi dalam Vertical Farming
1. Sistem Pencahayaan LED
Apabila teknik vertical farming dilakukan di dalam ruangan, maka kita bisa mengganti pencahayaannya menggunakan lampu LED. Lampu LED buatan digunakan sebagai pengganti sinar matahari.
Cahaya LED memberikan spektrum cahaya tertentu yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Hal ini memungkinkan tanaman tumbuh di ruangan tertutup namun tetap mendapatkan intensitas cahaya yang optimal.
2. Sistem Hidroponik, Aeroponik, dan Akuaponik
Sebenarnya, vertical farming ini adalah salah satu metode pertanian yang dapat memanfaatkan ruangan dengan semaksimal mungkin. Seperti yang umum kita lihat, kebanyakan untuk sistem penanaman sayur masih dalam model horizontal. Sistem pertanian vertical farming tetap dapat menggunakan sistem hidroponik, aeroponik, dan akuaponik.
Hidroponik: Tanaman ditanam dalam air yang diperkaya nutrisi tanpa menggunakan tanah. Sistem ini memungkinkan air didaur ulang, sehingga lebih hemat dibandingkan metode pertanian tradisional.
Aeroponik: Akar tanaman digantung di udara dan disemprot dengan kabut air yang mengandung nutrisi. Metode ini memungkinkan akar menerima lebih banyak oksigen dan nutrisi secara langsung.
Akuaponik: Metode ini menggabungkan budidaya tanaman dan ikan dalam satu ekosistem. Limbah dari ikan digunakan sebagai pupuk alami bagi tanaman, sementara tanaman membersihkan air yang digunakan kembali untuk ikan.
3. Teknologi IoT dan Automasi
Penggunaan sensor berbasis IoT memungkinkan pengontrolan otomatis terhadap suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya. Data dari sensor ini memungkinkan petani membuat keputusan berbasis data yang lebih akurat, meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Metode ini lebih modern dan sangat membantu apabila kita melakukan vertical farming dalam skala besar. Karena dengan metode IoT ini kita bisa mengatur kapan pompa akan mengalirkan air untuk penyiraman. Selama ada aliran listrik dan akses internet, kita bisa melakukan pemantauan dari jarak jauh.
4. Kecerdasan Buatan (AI) dan Big Data
Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi yang dibantu oleh AI (artificial inteligence), kita bisa memanfaatkan metode IoT untuk lebih optimal.
Teknologi AI digunakan untuk memprediksi pola pertumbuhan tanaman dan memberikan saran optimal tentang nutrisi dan pencahayaan. Analisis big data memungkinkan pengelolaan produksi secara real-time dan mengurangi risiko kerugian, dengan kombinasi ini, selain kita dapat mengendalikannya dari jarak jauh, kita bisa mendapatkan informasi mengenai penyakit yang dialami oleh tanamannya, informasi tanaman yang kekurangan nutrisi, dan pemberitahuan untuk menambahkan nutrisi baru ke dalam sistem.
Tentu saja, metode ini sangat berguna dan dapat dikembangkan dengan baik terutama untuk para pengusaha yang bergerak di bidang pertanian dan memiliki skala besar.
Selanjutnya, saya akan menjelaskan manfaat dari vertical farming yang bisa menjadi bahan pertimbangan, mengapa teknik pertanian ini sangat bermanfaat.
Manfaat Vertical Farming dalam Ketahanan Pangan
1. Efisiensi Pemanfaatan Lahan
Vertical farming memungkinkan tanaman ditanam secara bertingkat, sehingga lahan yang dibutuhkan lebih sedikit. Ini memungkinkan produksi pangan di kota-kota besar dengan keterbatasan lahan.
Lahan yang dipakai lebih ringkas dan hanya mempertimbangkan apabila ingin menanam banyak sayuran tinggal mengatur ingin setinggi apa wadah tanamnya.
2. Produksi Pangan Sepanjang Tahun
Dengan kontrol penuh atas lingkungan tumbuh, produksi pangan dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung pada musim. Ini membantu menjaga pasokan pangan yang stabil, terutama saat terjadi gangguan pasokan global.
Melalui teknologi yang sudah disebutkan di atas, kita bisa "memanipulasi" musim dan kondisi yang diinginkan agar produksi tetap berjalan sepanjang tahun.
3. Pengurangan Penggunaan Air
Sistem hidroponik dan aeroponik menggunakan air lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional. Air yang digunakan dapat didaur ulang dan digunakan kembali, sehingga lebih hemat dan ramah lingkungan.
Akan tetapi, untuk mempertimbangkan penggunaan air, kita perlu memaksimalkan dan memastikan takaran nutrisi, persebaran nutrisi, dan jarak penanaman agar dapat terdistribusi secara merata, sehingga menghasilkan sayuran yang kualitasnya baik.
4. Pengurangan Jejak Karbon
Dengan produksi pangan yang dilakukan di pusat kota, kebutuhan transportasi dari wilayah produksi ke wilayah konsumsi berkurang. Hal ini membantu mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari distribusi pangan.
5. Keamanan dan Kebersihan Pangan
Tanaman ditanam di ruang tertutup dengan kontrol ketat terhadap lingkungan, sehingga risiko kontaminasi dari hama atau patogen lebih kecil. Produk yang dihasilkan lebih bersih dan aman untuk dikonsumsi. Tentu dengan pengendalian yang ketat, kita bisa mencegah terjadinya kontaminasi pada sayuran yang kita produksi.
Meskipun semua keuntungan di atas sangat menjanjikan, bukan berarti vertical farming ini tidak memiliki tantangan tersendiri terutama modal yang harus disiapkan untuk mengimplementasikan teknik pertanian ini.
Berikut ini saya jelaskan apa saja yang menjadi tantangan saat kita ingin melakukan vertical farming.
Tantangan dalam Implementasi Vertical Farming
1. Biaya Awal yang Tinggi
Biaya investasi awal untuk membangun fasilitas vertical farming, membeli lampu LED, sensor, dan perangkat IoT, cukup mahal. Ini dapat menjadi kendala bagi petani kecil atau pengusaha pemula di sektor ini.
2. Konsumsi Energi yang Tinggi
Penggunaan lampu LED dan sistem kontrol suhu membutuhkan energi yang besar. Ini meningkatkan biaya operasional, terutama jika sumber listrik tidak berasal dari energi terbarukan.
3. Keterampilan dan Keahlian Teknis
Vertical farming memerlukan pengelolaan yang lebih rumit dibandingkan pertanian tradisional. Para pekerja perlu memiliki keterampilan teknis dalam pengoperasian perangkat IoT, sistem otomatisasi, dan pengelolaan berbasis AI.
4. Skalabilitas dan Keberlanjutan Ekonomi
Skalabilitas produksi vertical farming masih menjadi tantangan. Meskipun memiliki potensi besar, model bisnis ini perlu pembuktian bahwa operasinya dapat bertahan secara finansial.
Potensi Masa Depan Vertical Farming
Vertical farming memiliki potensi besar dalam membantu mengatasi krisis ketahanan pangan. Berikut beberapa tren yang diprediksi akan mendorong adopsi vertical farming di masa depan:
1. Penggunaan Energi Terbarukan
Penggunaan panel surya dan sumber energi terbarukan lainnya dapat mengurangi ketergantungan pada listrik konvensional, sehingga mengurangi biaya operasional dan dampak lingkungan.
2. Inovasi Teknologi
Robot pemanen otomatis dan pengelolaan berbasis AI dapat mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
3. Dukungan Kebijakan Pemerintah
Pemerintah mulai memberikan insentif kepada pengusaha vertical farming, terutama di kota besar. Tujuannya adalah meningkatkan produksi pangan lokal dan mengurangi ketergantungan impor.
4. Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Masyarakat semakin peduli terhadap produk pangan yang lebih segar, sehat, dan bebas pestisida. Produk dari vertical farming yang lebih higienis dan segar semakin diminati konsumen.
Kesimpulan
Vertical farming adalah solusi modern untuk mengatasi masalah ketahanan pangan global. Dengan teknologi canggih seperti hidroponik, aeroponik, IoT, dan AI, sistem ini mampu mengatasi kendala lahan, air, dan musim tanam.
Meskipun menghadapi tantangan biaya operasional dan konsumsi energi, inovasi di sektor ini terus berkembang. Dukungan kebijakan pemerintah dan kesadaran konsumen terhadap produk segar dan sehat semakin mendorong pengadopsian vertical farming.
Dengan investasi yang tepat dan penerapan teknologi terbaru, vertical farming dapat menjadi kunci dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
- Achmad, R. (2020). Inovasi Pertanian Modern. Jakarta: Pustaka Sejahtera.
- Brown, M. J., & Williams, R. (2018). The Rise of Vertical Farming: Technological Perspectives. New York: Academic Press.
- Susanto, H. (2021). Teknologi Vertical Farming dan Dampaknya terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal Inovasi Pertanian Modern, 15(2), 45-67.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H