Seperti pada artikel saya sebelumnya mengenai trend fobia gula tinggi, alangkah baiknya kita perlu bijak dalam mengonsumsi gula dari kelompok gula sederhana.
Sekarang mari kita telaah, mengapa kelompok gula ini dapat mempengaruhi stress dalam diri kita. Jadi, seperti yang saya sampaikan tadi bahwa gula dapat mempengaruhi suasana hati / mood kita menjadi lebih rileks. Hal ini disebabkan oleh reaksi psikis karena ketika tubuh kita mengirimkan sinyal bahwa sedang membutuhkan "gula", lalu kita mengonsumsi gula dalam bentuk makanan atau minuman manis, tubuh kita menjadi rileks karena hal yang dibutuhkan sudah terpenuhi. Bahasa mudahnya sedang ngidam yang manis-manis.
Tapi, kita perlu sadari bahwa konsumsi gula ini perlu memperhatikan seberapa "berat" aktivitas fisik kita, sehingga mampu membakar gula-gula yang sudah kita konsumsi. Apabila aktivitas fisiknya kurang tetapi kita "siksa" tubuh ini dengan mengonsumsi gula yang berlebihan, maka hasil akhirnya akan menjadi penumpukan lemak dan parahnya menjadi diabetes.
Efek lain ketika kita menyiksa tubuh ini dengan paparan gula yang melebihi batas, secara tidak langsung dapat mempengaruhi karakter kita menjadi seseorang yang mudah stress dan emosian. Pernah mendengar istilah "lapar galak, kenyang bodoh"? atau ada iklan kudapan bahwa ada seseorang menjadi galak lalu dikasih kudapan cokelat berubah jadi baik? Itu memang benar, karena ketika kondisi lapar, artinya perut sedang kosong disertai tubuh kita sedang memerlukan energi.
Apabila kita lapar lalu makan, tentu kita menjadi kenyang dan hati senang. Nah, apabila setelah makan ditambah dengan minuman manis seperti es coklat contohnya dan dilakukan secara terus menerus, itu akan menimbulkan "adiksi" yang pada akhirnya ketika sehabis makan dan tidak minum es coklat itu, kita akan merasa "sepertinya ada yang kurang". Akhirnya, rasa kenyang itu masih terasa hampa.Â
Selain itu, karena konsumsi gula sederhana secara berlebihan, membuat kerja pankreas menjadi berlebihan untuk memproduksi insulin supaya dapat menurunkan kadar gula darah. Aktivitas yang berlebihan ini dapat menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini dihasilkan akibat stress yang ditimbulkan akibat adanya aktivitas yang berlebihan di dalam tubuh kita. Radikal bebas ini lah yang dapat menganggu kerja sel dan organ tubuh manusia. Salah satunya, dapat mempengaruhi emosional kita menjadi tidak stabil karena tubuh kita cenderung gampang "tidak enak badan".
Jadi, dampak dari konsumsi gula berlebihan itu memang tidak secara langsung mempengaruhi emosional seseorang tetapi secara perlahan mampu memberikan efek stress pada tubuh. Lalu apa yang harus kita perbuat kalau sudah "terlanjur" mengonsumsi gula yang berlebihan? Hal yang bisa kita lakukan adalah memulai hidup sehat dengan membatasi konsumsi gula dan lebih bijak dalam mengonsumsi porsi makan.
Memang, dalam prosesnya terasa tidak nyaman karena tubuh kita yang biasanya disiksa mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kadar gula, kini mulai kita batasi. Pasti ada perasaan tidak enak badan, terasa pusing, lebih emosi, dan rasa ngidamnya akan lebih kuat, akan tetapi secara tidak langsung tubuh kita akan memulai adaptasinya supaya tidak bergantung pada konsumsi makanan dan minuman tinggi gula. Selagi belum menunjukkan tanda-tanda diabetes atau metabolisme yang menurun, lebih baik kita mulai memperbaiki diri dengan membatasi konsumsi gula sederhana dan memilih sumber karbohidrat yang lebih baik seperti serat atau fruktosa yang berasal dari buah-buahan dan sayuran.
Loh, kenapa fruktosa dari buah-buahan dan sayuran itu lebih baik? Tentu saja, fruktosa itu memang gula sederhana, tetapi dalam buah dan sayur utuh itu mengandung berbagai macam nutrisinya dan lebih seimbang, seperti serat, vitamin, mineral, dan fruktosa. Â Tentu saja kadar fruktosa pada buah dan sayuran itu tidak "berlebihan" seperti yang sengaja ditambahkan pada makanan dan minuman manis.Â
Kesimpulan
Jadi, dari penjelasan yang cukup panjang dan lebar ini, intinya memang gula itu baik untuk tubuh karena berfungsi sebagai sumber energi, terutama gula sederhana. Gula sederhana sangat mudah diserap oleh tubuh dan dapat terjadi lonjakan pada gula darah. Konsumsi gula sederhana secara berlebihan dapat berdampak buruk untuk kesehatan seperti diabetes. Akibat lain selain risiko terkena diabetes adalah produksi radikal bebas yang berlebihan dan dapat menyerang sel-sel sehat. Konsumsi gula sederhana yang berlebihan juga berdampak pada adiksi untuk terus mengonsumsi gula dalam kadar yang tinggi, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi hormon stress dan mempengaruhi suasana hati kita. Disarankan konsumsi gula harian tidak melebihi 50 gram per hari dan dibarengi dengan aktivitas fisik yang sesuai.Â
Daftar Pustaka:
- Drewnowski, A., & Almiron-Roig, E. (2010). Human perceptions and preferences for fat-rich foods. Fat Detection: Taste, Texture, and Post Ingestive Effects, 265–290. https://doi.org/10.1201/b10391-12
- Liu, D., Archer, N., Duesing, K., Hannan, G., & Keast, R. (2016). Mechanism of fat taste perception: Association with diet and obesity. Progress in Lipid Research, 63, 41–49. https://doi.org/10.1016/j.plipres.2016.03.002
- Maier, S., & Watkins, L. (1998). Stressor controllability and learned helplessness: The roles of the dorsal raphe nucleus, serotonin, and corticotropin-releasing factor. Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 23(7), 875–902. https://doi.org/10.1016/S0149-7634(99)00008-7
- Breier, A., Albus, M., & Sommer, W. (1987). The role of stress in the pathophysiology of diabetes mellitus. Endocrinology & Metabolism Clinics of North America, 16(4), 837–855. https://doi.org/10.1016/S0889-8529(18)30913-7
- Mendelson, M., & Klein, R. (2003). The effects of chronic stress and sugar on behavioral and neurochemical functions. Psychoneuroendocrinology, 28(6), 709–723. https://doi.org/10.1016/S0306-4530(02)00050-1
- Scott, K. A., Melhorn, S. J., & Sakai, R. R. (2012). Effects of chronic social stress on obesity. Current Obesity Reports, 1(1), 16–25. https://doi.org/10.1007/s13679-011-0006-3
- Brownlee, M. (2005). The pathobiology of diabetic complications: A unifying mechanism. Diabetes, 54(6), 1615–1625. https://doi.org/10.2337/diabetes.54.6.1615
- Prentki, M., & Nolan, C. J. (2006). Islet beta cell failure in type 2 diabetes. The Journal of Clinical Investigation, 116(7), 1802–1812. https://doi.org/10.1172/JCI29103
- Taylor, R. (2012). Pathogenesis of type 2 diabetes: Tracing the reverse route from cure to cause. Diabetologia, 55(3), 567–570. https://doi.org/10.1007/s00125-011-2408-6
- Aspinall, G. O. (1970). Polysaccharides. Annual Review of Biochemistry, 39(1), 251–274. https://doi.org/10.1146/annurev.bi.39.070170.001343
- Lien, L. F., & Sacks, F. M. (2008). Carbohydrates: Types and mechanisms of health effects. Physiology & Behavior, 94(3), 293–304. https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2007.11.024
- Varki, A., Cummings, R. D., & Esko, J. D. (2009). Essentials of glycobiology (2nd ed.). Cold Spring Harbor Laboratory Press.