Waktu saya masih kecil, saya pernah menjumpai sehelai roti tawar yang sudah ada bercak hijau dan berambut. Kondisinya sehelai roti tersebut berada di ujung dari beberapa barisan helai roti di belakangnya. Bayangkan seperti kita membeli roti tawar, dengan kondisinya yang berjejer di dalam sebuah wadah dan dibungkus plastik.
Nah, saya sempat ada perasaan enggan untuk memakannya, namun ibu saya mengatakan bahwa itu tidak apa-apa jika sehelai yang berjamur itu dibuang dan memakan yang belum ada jamurnya. Lantas saya percaya dan menikmatinya dengan cara dipanggang.
Saya memercayai hal tersebut dan menerapkan untuk semua makanan, bahwa apabila ada bagian yang terkena jamur, cukup dibuang saja bagian tersebut. Namun, kepercayaan itu hanya bertahan sampai saya kuliah dan mengetahui bahwa, meskipun jamur tersebut hanya ada di salah satu bagian tertentu, tetap saja jangan dikonsumsi. Pertanyaannya, kenapa begitu?
Jadi, mari kita berkenalan dahulu dengan jamur yang biasa kita lihat di roti tawar. Sebetulnya, jamur itu dibagi ke beberapa jenis, yaitu kapang, ragi, dan jamur. Ketiga organisme tersebut masuk dalam satu kelompok besar organisme, yaitu Fungi.
Apa itu fungi?
Fungi dalam pengertian KBBI adalah sebuah organisme tumbuhan yang tidak memiliki daun dan klorofil (zat hijau daun). Fungi ini dapat hidup di tumbuhan, binatang, makanan, dan minuman. Fungi ini bisa bersifat parasit, patogen( menyebabkan penyakit), dan juga menguntungkan untuk kita.
Fungi yang menguntungkan untuk kita bisa kita temui saat pembuatan wine, bir, atau alkohol (oleh ragi), kemudian pada pembuatan tempe, oncom, dan kecap (oleh kapang), dan yang kita konsumsi langsung seperti jamur kuping, jamur tiram, dan jamur champignon (jamur).
Nah, fungi yang kita jumpai pada roti yang "berjamur" warnanya hijau, putih, atau hitam ini, disebut sebagai kapang. Kapang ini memiliki cara berkembang biak secara seksual dan aseksual. Kapang berkembang biak secara seksual dengan adanya fusi gamet (gamet positif dan negatif) dan menghasilkan spora.
Kemudian, untuk proses aseksualnya, kapang akan membentuk spora tanpa melakukan fusi gamet. Spora ini sangat sensitif dengan kelembapan dan juga mudah terbawa oleh udara, sehingga mudah menyebar.
Lalu, kapang ini dapat hidup secara merambat akibat adanya struktur miselium. Miselium ini seperti "ranting" yang terus merambat memenuhi substrat atau inangnya. Jika kita melihat bahwa kenapa semakin hari, kapang ini semakin meluas, dan itu akibat dari pertumbuhan miselium.