Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Enam Etika Wajib Bagi Seorang Food Reviewer

24 Februari 2024   21:06 Diperbarui: 25 Februari 2024   19:00 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mau beli hidangan ini dan itu, mari kita coba. Wah ternyata enak! Hati dan mood menjadi bersemangat, mulai lah ada ide untuk memberikan ulasan tempat makan tersebut. Jangan apa-apa maunya gratis dan beralasan bahwa kita adalah seorang food reviewer. Karena apa? Ketika kita membeli makanannya, artinya kita juga memberikan dukungan terhadap tempat usaha tersebut. Kalau tidak enak, cukup infokan kepada pihak tempat makan dan tidak perlu mengumbar keburukannya, karena apa? Ya, kita tidak diminta untuk mengulas masakannya.

Jika hati kita ingin memberikan ulasan, pilihannya ada dua, kalau tidak enak cukup ke pihak tempat makan dan jika enak, antara diberitakan atau cukup ke pihak tempat makan saja.

  • Minta izin, minta nomor teleponnya

Wah saya mau mengulas hidangan ini, saya mau ketemu dengan pemiliknya! Ya, betul, ketika kita senang dengan pelayanan dan masakannya yang enak, waktunya kita meminta izin ke pihak tempat makan tersebut. Kenapa? Ibaratnya kita adalah tamu di rumah itu, tentu saja, kita perlu meminta izin kepada pemilik usaha tersebut. 

Besar kemungkinannya bahwa pemilik tempat makan akan menyetujui dan senang dengan respon positif. Semua ini perlu dibangun dengan komunikasi yang baik, seperti memulai dengan perkenalan diri, menyatakan bahwa masakannya enak, pelayanan ramah, dan ingin membuat video ulasan, dan jika boleh bisa meminta kontak pemilik usaha. Mungkin bisa disertakan juga portfolio hasil ulasannya, atau mungkin ingin memberikan rate card kalau mau diulas.

Selanjutnya, tinggal menunggu respon dari pemilik usaha, apakah bersedia atau tidak. Tetapi paling tidak, kita bersikap ramah dan meminta izin kepada pemilik usaha agar dia tahu bahwa hidangannya ingin diulas oleh orang lain.

Ilustrasi Cafe | Sumber gambar: analogicus
Ilustrasi Cafe | Sumber gambar: analogicus
  • Mulai membuat video dan siap mengulas

Izin sudah dapat, saatnya membuat video atau ulasan. Tentu saja dengan bahasa marketing yang kita paham dan mengerti untuk menarik atensi market kita. Memberikan ulasan yang bersifat positif dan memberikan kritik yang membangun merupakan hal yang sangat berharga bagi pemilik usaha tersebut, karena dengan ulasan itu bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memperbaiki kekurangan di masa depan. Meskipun ketika berbicara tentang makanan, ya itu tergantung referensi rasa yang kita suka.

  • Kasih hasil video ke pemilik usaha

Setelah draft video atau ulasan sudah jadi, berikan lah kepada pemilik usaha dan menunggu respon darinya. Kenapa? Lagi-lagi, ini tentang bagaimana kita harus saling berkomunikasi satu sama lain. Respon positif dan kritik yang membangun, memiliki kemungkinan besar akan disetujui oleh pemilik usaha.

  • Jika kedua pihak setuju, tayangkan!

Nah ini dia akhirnya, pemilik usaha sudah oke, kita sudah oke juga, saatnya tayangkan! Segala sesuatu yang dibangun dengan positif dan diakhiri dengan persetujuan kedua belah pihak, maka tidak akan menjadi permasalahan di kemudian hari. Meskipun ada kritik tertentu, apabila si pemilik usaha setuju dengan kritik itu, artinya dia siap menerima respon dari para calon pembeli dan memperbaiki usahanya tersebut. Kemudian, kita, sebagai food review juga tentunya akan mendapatkan atensi yang baik juga dari para penonton atau pembaca.

Beberapa hal di atas merupakan sebagian dari etika yang seharusnya dimiliki oleh food reviewer yang ingin tiba-tiba mengulas hidangan yang ingin dinikmati. Apa lagi mengatasnamakan reviewer "jujur", tapi hanya ingin memuaskan hasrat arogan untuk bebas berkomentar jelek terhadap suatu produk. 

Reviewer jujur memang didasari dengan kondisi tidak terikat endorsement atau keterpaksaan menutup kejelekan, akan tetapi, tetap harus beretika dan membiasakan diri memberikan kritik serta solusi yang disampaikan dalam satu rangkaian ulasan. Misalnya, "wah pempek ini tidak ada rasa ikan sama sekali, sebaiknya diberi ikan yang lebih banyak dan perlu diformulasi ulang, ini bisa jadi enak banget. Saya tunggu untuk improvementnya ya". 

Ilustrasi tujuan | Sumber gambar: maximovael94
Ilustrasi tujuan | Sumber gambar: maximovael94

Apa tujuan menjadi food reviewer?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun