Secara ilmiah, kenapa makanan panas lebih mengeluarkan aroma dibandingkan dengan makanan dingin? Sama halnya dengan minuman, contohnya kopi, kenapa aromanya menjadi lebih wangi saat panas?
Jadi, setiap makanan dari bahan mentah (buah, umbi, sayur, daging) atau olahan memiliki senyawa yang bersifat menguap dan mudah terbawa udara, disebut dengan volatil. Senyawa volatil ini ada macam-macam, contohnya limonene (pada jeruk), gingerol (pada jahe), allicin (pada bawang putih) dan masih banyak lainnya. Contoh senyawa-senyawa tersebut yang membuat setiap rempah atau bahan mentah memiliki aromanya tersendiri. Senyawa volatil tersebut akan muncul dan semakin semerbak ketika terkena panas. Panas menyebabkan pelepasan kalor pada makanan yang menyebabkan senyawa volatil tersebut terbawa oleh udara oleh karena sifatnya yang mudah menguap.
Kita tidak perlu bingung membayangkan senyawa volatil seperti apa, karena kita sering menjumpainya dalam bentuk essential oil. Saat kita membeli minyak aroma terapi atau lilin aroma terapi, semua itu dibuat dengan mengekstraksi essential oil pada bunga atau buah dan dikemas dalam bentuk minyak utuh atau dalam lilin aroma terapi. Penerapannya ada yang diuap denga diffuser dan dibakar (lilin aroma terapi). Kondisi ruangan yang hangat dan panasnya api tersebut yang bisa membuat aroma tersebut menyebar ke seluruh ruangan. Tetapi lagi-lagi tidak semua aroma bisa mendeskripsikan rasa jika kita belum mencicipinya.Â
Catatan: bukan berarti semua hal bisa dicicip rasanya, berbahaya jika beracun, malah kita kehilangan rasa dan aroma untuk selamanya.
Kembali lagi soal makanan, apakah pernah terbesit dalam pikiran kita bahwa makanan terasa lebih nikmat ketika panas? Itu juga karena panas dapat memecah ikatan dari senyawa pada makanan dan menciptakan reaksi Maillard. Apa itu reaksi Maillard? Reaksi ini terjadi ketika makanan dipanaskan lalu kita bisa melihat terjadi perubahan warna pada makanan.
Misal saat kita menggoreng, warnanya berubah menjadi emas kecokelatan, lalu saat kita membakar daging atau jagung, kita melihat adanya perubahan warna menjadi kecokelatan, itu terjadi karena ada reaksi panas dengan protein, asam amino, dan gula pereduksi, yang menghasilkan sebuah cita rasa dan aroma yang khas (Maillard). Rasa manis, asin, gurih melekat dengan kuat di indera pengecap, aroma rempah yang menggugah selera makan, dan semua itu bisa berpadu menjadi harmoni dalam masakan.
Masih banyak hal yang bisa dibahas soal rasa dan aroma, namun deskripsi di atas merupakan gambaran singkat tentang relationship antara rasa dan aroma. Sebenarnya, hubungan mereka sangat kompleks dan bahkan dapat dipermainkan dengan adanya ilmu molekular gastronomi. Penasaran bagaimana ilmu molekular gastronomi dapat "menipu" panca indera kita? Nanti akan saya jelaskan di artikel selanjutnya.
Terima kasih sudah membaca.