Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rasa dan Aroma - Contoh Perbedaan yang Bersatu Menjadi Harmoni

16 Januari 2024   09:35 Diperbarui: 16 Januari 2024   09:41 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Makanan | Sumber: Markus Winkler

Makanan enak sangat menggugah selera apa lagi ketika di waktu yang tepat. Misalnya ketika lagi sedih kemudian disuguhkan makanan enak, setelah makan dan kenyang, mood menjadi membaik. Pas lagi kelaparan, disuguh makanan enak, rasanya jadi makin enak. Nah, identik dengan makanan enak, pasti diikuti dengan aroma yang mengundang rasa penasaran dan lapar. Tapi, apakah memungkinkan bahwa aroma yang enak bisa saja rasa makanannya tidak enak atau pun sebaliknya?

Ternyata, ada banyak pembahasan yang berkaitan antara rasa dan aroma. Dalam dunia sains dan kuliner, rasa dan aroma merupakan dua hal yang berbeda dalam pengertiannya. Rasa adalah sebuah sensasi yang melibatkan indera perasa lidah, sehingga kita bisa menikmati sensasi manis, asin, umami, pahit, dan asam. Sedangkan aroma merupakan hasil dari reaksi kimia yang diterima oleh sensor pembau di hidung, dan sinyal tersebut diterima oleh saraf olfaktori yang membentuk persepsi terhadap aroma tersebut. Meskipun memiliki arti yang berbeda, aroma dan rasa bekerja secara sinergi tapi juga tidak. 

Ilustrasi Popcorn | Sumber: Christian Wiediger
Ilustrasi Popcorn | Sumber: Christian Wiediger

Ini dia penjelasan perbedaan rasa dan aroma pada makanan

Apakah pembaca menjadi bingung? Saya berikan contohnya, ketika kita berjalan ke bioskop, kita langsung disuguhkan dengan mencium aroma dari popcorn yang harum. Aroma yang harum ini membuat kita penasaran dan ingin membeli popcorn tersebut. Saat kita membeli, kita akan ditanya oleh penjaga kasir untuk memilih rasa manis atau asin. Dari kasus ini, popcorn hanya memiliki aroma identik harum dari mentega, tp kita tidak tau apakah aroma harum itu mendeskripsikan rasa dari popcorn itu. Maka dari itu, aroma tidak bisa mendeskripsikan soal rasa, akan tetapi bisa memberikan ciri khas terhadap makanan itu sendiri.

Aroma memang tidak dapat mendeskripsikan rasa, tetapi bisa memberikan ciri khas terhadap makanan yang membuat kita memiliki persepsi (gambaran) makanan tersebut. Contohnya seperti aroma stroberi, karena aroma yang khas dan kita pernah merasakannya, kita sudah memiliki persepsi bahwa ketika ada aroma stroberi, persepsi yang muncul dalam pikiran kita, yaitu buah stroberi, rasanya asam, manis, dan segar. Sama halnya dengan jeruk, memiliki karakteristik aroma yang asam, manis, dan menyegarkan. Contoh lainnya ialah durian.

Beberapa orang tidak suka dengan durian karena aromanya sangat menyengat dan bisa membuat pusing. Baru mencium aromanya sudah enggan untuk mengonsumsinya. Lalu apakah bisa kita mendeskripsikan rasanya? Tidak, yang muncul adalah persepsi bahwa rasanya sangat aneh. Beda halnya ketika kita sudah pernah menikmati dan suka dengan durian, ketika mencium aroma durian, persepsi yang muncul adalah rasanya yang manis, daging buah yang tebal, dan lembut.

Sekarang soal rasa, apakah rasa bisa mendeskripsikan sebuah aroma? Jawabannya tidak, contohnya, ketika kita kehilangan kemampuan mencium aroma (anosmia), kita masih bisa merasakan rasa manis, asin, asam, pahit, dan gurih (umami) tetapi kemampuan indera perasa kita menjadi lemah. Bayangkan saat kita terkena anosmia, lalu memejamkan mata untuk menikmati makanannya, situasinya kita tidak bisa mencium aroma, tetapi kita masih bisa mengecap rasa makanan tersebut meskipun kemampuannya melemah, dengan begitu, kita masih bisa menebak-nebak makanan apa yang kita nikmati. Maka dari itu, kejadian ini menggambarkan bahwa rasa tidak bisa mendeskripsikan aroma.

Contoh-contoh yang dijelaskan di atas, saya rasa sudah cukup untuk menggambarkan bahwa tidak selalu aroma itu berkorelasi dengan rasa. 

Persepsi kita pada makanan akan lebih lengkap ketika aroma yang kita hirup dinikmati bersamaan dengan mengecap rasa dari makanan yang dihidangkan.

Makanan dan minuman panas lebih nikmat, mengapa demikian?

Ilustrasi Makanan Panas | Sumber: Pooja Chaudhary
Ilustrasi Makanan Panas | Sumber: Pooja Chaudhary

Secara ilmiah, kenapa makanan panas lebih mengeluarkan aroma dibandingkan dengan makanan dingin? Sama halnya dengan minuman, contohnya kopi, kenapa aromanya menjadi lebih wangi saat panas?

Jadi, setiap makanan dari bahan mentah (buah, umbi, sayur, daging) atau olahan memiliki senyawa yang bersifat menguap dan mudah terbawa udara, disebut dengan volatil. Senyawa volatil ini ada macam-macam, contohnya limonene (pada jeruk), gingerol (pada jahe), allicin (pada bawang putih) dan masih banyak lainnya. Contoh senyawa-senyawa tersebut yang membuat setiap rempah atau bahan mentah memiliki aromanya tersendiri. Senyawa volatil tersebut akan muncul dan semakin semerbak ketika terkena panas. Panas menyebabkan pelepasan kalor pada makanan yang menyebabkan senyawa volatil tersebut terbawa oleh udara oleh karena sifatnya yang mudah menguap.

Kita tidak perlu bingung membayangkan senyawa volatil seperti apa, karena kita sering menjumpainya dalam bentuk essential oil. Saat kita membeli minyak aroma terapi atau lilin aroma terapi, semua itu dibuat dengan mengekstraksi essential oil pada bunga atau buah dan dikemas dalam bentuk minyak utuh atau dalam lilin aroma terapi. Penerapannya ada yang diuap denga diffuser dan dibakar (lilin aroma terapi). Kondisi ruangan yang hangat dan panasnya api tersebut yang bisa membuat aroma tersebut menyebar ke seluruh ruangan. Tetapi lagi-lagi tidak semua aroma bisa mendeskripsikan rasa jika kita belum mencicipinya. 

Catatan: bukan berarti semua hal bisa dicicip rasanya, berbahaya jika beracun, malah kita kehilangan rasa dan aroma untuk selamanya.

Kembali lagi soal makanan, apakah pernah terbesit dalam pikiran kita bahwa makanan terasa lebih nikmat ketika panas? Itu juga karena panas dapat memecah ikatan dari senyawa pada makanan dan menciptakan reaksi Maillard. Apa itu reaksi Maillard? Reaksi ini terjadi ketika makanan dipanaskan lalu kita bisa melihat terjadi perubahan warna pada makanan.

Misal saat kita menggoreng, warnanya berubah menjadi emas kecokelatan, lalu saat kita membakar daging atau jagung, kita melihat adanya perubahan warna menjadi kecokelatan, itu terjadi karena ada reaksi panas dengan protein, asam amino, dan gula pereduksi, yang menghasilkan sebuah cita rasa dan aroma yang khas (Maillard). Rasa manis, asin, gurih melekat dengan kuat di indera pengecap, aroma rempah yang menggugah selera makan, dan semua itu bisa berpadu menjadi harmoni dalam masakan.

Masih banyak hal yang bisa dibahas soal rasa dan aroma, namun deskripsi di atas merupakan gambaran singkat tentang relationship antara rasa dan aroma. Sebenarnya, hubungan mereka sangat kompleks dan bahkan dapat dipermainkan dengan adanya ilmu molekular gastronomi. Penasaran bagaimana ilmu molekular gastronomi dapat "menipu" panca indera kita? Nanti akan saya jelaskan di artikel selanjutnya.

Terima kasih sudah membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun