Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ternyata Ini yang Bisa Membuat Ilmuwan Menjadi "Gila"

10 Januari 2024   18:49 Diperbarui: 10 Januari 2024   19:00 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ilmuwan | Gambar diambil dari National Cancer Institute

Waktu itu, saya masih bersekolah di sekolah dasar, saya memiliki cita-cita untuk menjadi seorang ilmuwan. Saat itu saya melihat banyak sekali tayangan televisi yang menyuguhkan tokoh ilmuwan fiksi dari tayangan kartun hingga live action bertema science fiction. 

Kemudian seiring bertambahnya umur, keinginan saya menjadi ilmuwan terus berlanjut dengan kegemaran saya menonton konten visual berdurasi pendek mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai media sosial yang kita pakai saat ini. Setiap konten ilmu pengetahuan dan betapa hebatnya para ilmuwan melakukan sebuah penelitian di laboratorium, mendorong saya untuk mengambil kuliah ilmu sains dengan program studi Bioteknologi .

Berdasarkan apa yang pernah saya lihat melalui tayangan film dan juga kartun yang saya tonton dari serial Spongebob Squarepants, saya juga mendapatkan pandangan lain tentang seorang ilmuwan. Dari kartun tersebut, saya mendapatkan pelajaran mengenai marketing dari artikel yang sudah saya buat dan pentingnya sebuah pengembangan karakter terhadap kepintaran seseorang. Sebuah stereotipe yang diberikan orang awam terhadap seorang ilmuwan bahwa mereka adalah kumpulan kutu buku, orang-orang yang pintar, menghabiskan waktu di laboratorium, dan terkenal mengenakan jas berwarna putih.

Mari kita bahas kenapa dan mengapa?

Pandangan bahwa seorang ilmuwan adalah orang yang pintar membuat saya berpikir, bahwa bisa saja kepintaran seseorang dikendalikan oleh karater (trait) yang orang itu miliki. Apakah kalian pernah mendengar istilah ilmuwan yang rational dan ilmuwan gila?. Saya rasa julukan tersebut sangat berkaitan dengan karakter ilmuwan itu, sehingga masing-masing ilmuwan menggunakan kepintarannya dengan motif yang berbeda-beda.

Sebenarnya, apakah benar ada dua tipe ilmuwan di dunia ini? Atau semua itu hanya cerita fiksi yang sengaja dibuat untuk memberikan gambaran, ketika ilmuwan yang memiliki watak baik akan menggunakan kepintarannya untuk berbuat baik, dan yang jahat akan menggunakan kepintarannya untuk berbuat jahat?

Sandy Cheecks sedang melakukan eksperimennya pada episode
Sandy Cheecks sedang melakukan eksperimennya pada episode "The Fish Bowl"

Seperti halnya pada serial Spongebob Squarepants, kita tahu ada dua ilmuwan, yaitu Sandy Cheeks (si tupai) dan juga Sheldon Plankton (pemilik Chum Bucket). Melalui serial kartun tersebut, kita mendapatkan gambaran perbedaan dua ilmuwan yang memiliki karakter yang berbeda. Sandy dengan tujuan yang baik, untuk mempermudah kehidupan manusia dan mempelajari kehidupan di bawah laut, sedangkan Plankton berniat untuk mencuri resep rahasia Kraby Patty. Persamaan dari kedua karakter ini, yaitu sama-sama jenius dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mengacu pada kedua tokoh tersebut, mengapa ada seseorang, dengan kepintarannya malah digunakan untuk berbuat hal jahat? Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Saya melakukan pencarian jurnal ilmiah yang berkaitan dengan kepintaran dan juga sikap seseorang, kemudian saya mendapatkan dua artikel ini. Saya akan jelaskan inti dari kedua jurnal ilmiah yang saya temukan dan ternyata dari peneliti yang sama.

Pertama, menurut Robert J. Stenberg (2006), dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul "Why Smart People Can Be So Foolish" menjelaskan, bahwa orang-orang pintar juga bisa berperilaku bodoh karena mereka menganggap diri mereka terlalu pintar untuk melakukannya. Penyebabnya bisa terjadi ketika orang tersebut melakukan salah satu atau lebih dari lima kategori bias kognitif berikut ini:

  • Optimis yang tidak realistis, adalah kondisi ketika mereka percaya bahwa dirinya merupakan orang yang sangat pintar, sehingga mampu untuk melakukan banyak hal yang mereka inginkan dan tidak mengkhawatirkan apa pun.
  • Egosentris, ketika mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi dan menghiraukan tanggung jawab mereka terhadap orang lain
  • Omnisains, mereka percaya bahwa mereka tau segalanya dan tau apa yang harus mereka lakukan
  • Omnipoten, kepercayaan mereka bahwa mereka memiliki kekuatan untuk melakukan banyak hal
  • Invulnerability, menganggap mereka tidak akan mengalami apapun sebagai konsekuensi dari setiap tindakan yang mereka lakukan meskipun hal tersebut tidak pantas untuk dilakukan

Berdasarkan lima bias kognitif tersebut, Stenberg berpendapat bahwa untuk mencegah hal itu terjadi, maka dibutuhkan kebijaksaan untuk bisa berpikir secara rasional terhadap setiap tindakan dan pemikiran orang tersebut.

Kemudian Robert J. Stenberg dengan jurnal ilmiah terbarunya di tahun 2022, berjudul "The Intelligent Attitude: What is Missing from Intelligent Tests", menyatakan bahwa kecerdasan tidak hanya tentang kemampuan tetapi juga berkaitan dengan sikap yang cerdas. Mengembangkan sikap yang cerdas penting untuk memastikan bahwa kecerdasan digunakan dengan baik dan seharusnya juga dinilai sebagai bagian penting dalam pengukuran kecerdasan. 

Menurutnya, langkah-langkah yang bisa diambil termasuk mengembangkan penilaian yang mengukur kecerdasan sebagai sikap, merancang kurikulum yang mendorong sikap cerdas, merevisi teori tentang kecerdasan, dan memiliki sikap yang cerdas sendiri.

Jadi ini bukan tentang ilmuwan saja tetapi kepada diri kita masing-masing.

Dari rangkuman kedua jurnal tersebut, saya dapat mengambil sebuah nilai bahwa kepintaran bukan hanya tentang kemampuan tetapi juga sebuah sikap. Kepintaran dapat dipergunakan dengan baik apabila dapat diseimbangkan dengan kebijaksanaan. Ketika kepintaran dan kebijaksanaan saling melengkapi satu sama lain, maka buahnya, yaitu sebuah karakter yang pintar dalam bersikap. Bersikap yang dimaksud, yaitu ketika mengambil sebuah keputusan, cakap dalam bersosialisasi, dan mengelola emosi. 

Kecerdasan dalam bersikap ini tidak hanya berlaku untuk seorang ilmuwan tetapi untuk kita semua, para pembaca, agar kita bisa memiliki kebijaksanaan dalam mengelola kepintaran dan ilmu yang kita miliki agar dapat dikelola dengan baik.

Nah, bagaimana menurut pembaca mengenai kepintaran dan karakter dapat mempengaruhi luaran dari seseorang? Tulis pendapat kalian di kolom komentar ya.

Terima kasih sudah membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun