Prosesnya dimulai dengan masuknya dokumen-dokumen pada 4 November 2015 dan ditetapkan pada 20 Januari 2016 (Prasetiawan, 2016). Waktu yang dikeluarkan hanya beberapa bulan saja. Ini sangat jelas bahwa hal tersebut telah mencederai isi UU no 32 tentang Lingkungan Hidup.Â
Seharusnya pembuatan Amdal dilakukan minimal selama satu tahun. Ini didasari untuk melihat kondisi lingkungan yang akan terjadi pada dua musim yang berbeda yakni musim kemarau dan musim hujan. Apalagi trase kereta cepat akan melewati perbukitan ataupun pegunungan yang secara kondisi tanah akan mengalami perbedaan pada dua musim tersebut.
Pada tahun 2016, Walhi Jabar juga akan menggugat agar Perpres No 107 Tahun 2015 dapat dicabut oleh Presiden. Ini disebabkan karena pada Perpres tersebut dinilai akan semakin mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup (Himawan & Raharjo, 2016).Â
Selain itu, Walhi Jabar juga menegaskan terkait urgensi pengadaan transportasi yang memiliki kecepatan 150km/jam. Menurutnya, persoalan yang lain diluar pengadaan pembangunan proyek kereta cepat masih lebih penting dibutuhkan.Â
Apabila berbicara kegunaan kereta cepat dapat digunakan sebagai angkutan public, maka yang menjadi persoalan ialah public yang mana yang dimaksud.Â
Karena taksiran harga tiket kereta cepat pun diprediksi akan sangat mahal, dan hanya kalangan kelas atas saja yang dapat menaiki angkutan tersebut (Sanjaya & Puspitasari, 2020). Apalagi moda transportasi seperti kereta berkecepatan sedang dan bus masih dianggap dapat menjadi alat transportasi dua kota besar tersebut.
Menyikapi sikap Walhi, KCIC sebagai pihak kontraktor pembangunan kereta cepat merespon dengan kesiapannya untuk menerima gugatan dari Walhi. Apapun yang digugatnya, KCIC siap mempertanggung jawabkan (Mahendra, 2016). Namun disisi lain, KCIC justru memberikan waktu selama 30 hari semenjak penandangan Amdal bagi pihak manapun agar dapat memberi saran dan masukan kepada KCIC terkait permasalahan permasalahan Amdal.Â
Hal ini membuktikan bahwa KCIC memang telah mengakui bahwa Amdalnya bermasalah dan perlu adanya masukan dari pihak luar. Selain itu juga telah menunjukkan ketidak beraniannya dalam menghadapi tuntutan tersebut. Karena ada peluang yang diberikan KCIC, maka Walhi Jabar memanfaatkannya waktu tersebut. Namun, apabila dikemudian hari tidak diindahkan, maka Walhi Jabar akan terus menuntut hingga ke PTUN.
Pada persoalan lain, Walhi Jabar juga telah melayangkan surat protes kepada China Development Bank agar dapat berhenti memberikan suntikan dana pada pembangunan proyek kereta cepat. Namun, hal tersebut menjadi sia sia karena tidak adanya respon yang positif dan semuanya berujung tanpa ada hasilya (Sanjaya & Puspitasari, 2020).
Masalah yang diprediksi
Prediksi akan terjadinya kerusakan menjadi kenyataan dengan banyaknya kejadian kejadian masalah yang disebabkan oleh pembangunan proyek kereta cepat. Kompleks Tipar Silih Asih menjadi salah satu sebagian tempat yang terkena dampak akibat pembangunan proyek kereta cepat.Â