Untungnya, Muhammad Rofiqi sudah memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut saat diundang untuk bertemu dengan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, apt Noffendri Roestam, S.Si. Ia mengungkapkan bahwa apoteker ialah profesi yang sangat mulia. "Saya memahami, pernyataan yang saya sampaikan dalam rapat dengar pendapat tersebut telah menyinggung hati para apoteker di seluruh Indonesia. Saya sama sekali tidak bermaksud menyebut profesi apoteker sebagai pelaku tindak pidana yang dimaksudkan,'' ungkapnya
''Jadi 'apotek' dan 'apoteker' yang saya maksudkan dalam RDP tersebut, bukan apotek dan apoteker yang kita kenal selama ini, yaitu tempat pelayanan kefarmasian dan tenaga kesehatan yang memiliki tanggung jawab dan tugas mulia. 'Apotek' dan 'apoteker' yang saya maksudkan dalam RDP tersebut adalah istilah di dunia 'temaram' yang digunakan diantara para anggota gangster untuk menyembunyikan hal yang sebenarnya, untuk mengkamuflase di depan petugas dan masyarakat awam yang tidak mengetahuinya," imbuhnya.
Meskipun pernyataan anggota dewan dan kasus penembakan ini menuai kontroversi, tak dapat disanggah keberadaan miras memang meresahkan masyarakat. Dikutip dari Unair News tanggal 27 April 2018 seorang dosen Fakultas Psikologi, Dr. M. G. Bagus Ani Putra, pernah menyampaikan bahwa mengonsumsi minuman beralkohol dapat berdampak pada emosi peminumnya. Maka dari itu, masyarakat sekitar dan keluarga peminum alkohol memiliki andil dalam mengurangi dampak dari meminum minuman beralkohol.
Melalui artikel ini kita dapat menarik tiga kesimpulan. Yang pertama, ungkapan 'mulutmu harimaumu' harus selalu dijunjung tinggi. Apalagi jika yang memberi pernyataan adalah orang dengan posisi penting. Yang kedua, peredaran minuman beralkohol ilegal harus diberantas. Yang terakhir, apoteker adalah profesi yang sangat mulia, bukan seorang peracik miras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H