Tepatnya bukan di kotanya, melainkan di daerah pinggiran, sebuah keluarga yang terbuang menjadi buruh kasar di tempat itu. Mengisahkan perjuangan seorang anak laki-laki 14 tahun, Deimas yang berusaha mendapatkan sepatu baru untuk adiknya, Mira.
Deimas Priwatma lahir dari sebuah keluarga yang dibilang kurang berada, ayahnya hanyalah pekerja sampingan sebagai seorang jasa pemotong rumput dengan bayaran yang tidak dipatok. Ia berkeliling komplek perumahan menawarkan jasa potong rumput ini setiap pagi hari bersamaan dengan anak-anaknya berangkat ke sekolah.
Namun di hari libur, Deimas selalu bersama ayahnya menaiki sepeda tua, ia bersemangat membantu ayahnya bekerja. Tanpa pikir panjang, membantu orang tua adalah hal yang harus dilakukannya. Sementara ibunya sendiri tidak bisa berbuat banyak karena sudah sejak lama ibu menderita penyakit kanker stadium 1 dan saat ini hanya dirawat di rumah bersama ayah, Deimas dan Mira.
Bagaimana ingin dirawat di rumah sakit, jika untuk makan saja masih kesulitan. Sebenarnya ayah pun mau melakukan yang terbaik untuk ibu agar cepat kembali sembuh dan berkumpul lagi bersama kami. Namun apa kata, penghasilan ayah dari bekerja sebagai seorang jasa pemotong rumput saja tidak cukup.
Saat ini hanya pengobatan alternatif yang bisa kami penuhi untuk kesembuhan ibu, itupun belum tentu menyembuhkan mungkin hanya meminimalkan resiko penyakitnya agar tidak semakin ganas. Namun segala cara tetap diusahakan agar ibu kembali bersama kami dengan bahagia.
Bersama adiknya, Mira, Deimas sepenuh hati menjaga dan merawat ibunya hingga sembuh total. Sekarang Mira membantu serta mengganti pekerjaan ibunya di rumah selagi ibunya masih sakit.
Mereka saat ini masih duduk di bangku SMP. Deimas sendiri sekarang kelas 9 dan Mira setingkat dibawahnya. Keduanya selalu bersama saat akan berangkat ke sekolah.
Pagi hari di sekolah.....
Pukul enam pagi, sudah waktunya Deimas untuk bergegas pergi ke sekolah bersama adiknya, Mira. Menuju tempat sekolahnya pun tak terlalu jauh dari rumah Deimas dan Mira karena dapat ditempuhnya dengan berjalan kaki saja. Sebelumnya mereka berpamitan terlebih dahulu kepada ayah.
Sesampainya di sekolah, koridor dan ruang-ruang kelas masih tampak sepi, maklum hari masih pagi buta dan mereka sudah sampai saja disana. Disitu Mira berpisah dengan Deimas untuk menuju kelasnya masing-masing. Deimas sendiri melangkahkan kakinya dengan santai menuju ruang kelasnya yang terletak di ujung koridor. Dia terbiasa menjadi siswa yang disiplin dengan tiba di sekolah paling pagi, karena itu prinsip yang tertanam yang diajarkan oleh ayah.
Di depan pintu kelas, dia berhenti sejenak, menghirup udara dalam-dalam. Merasakan aroma pagi yang masih sejuk dan segar. Deimas berjalan menuju mejanya yang terletak di ujung belakang ruangan lalu meletakkan tasnya. Mengambil beberapa buku, lalu memasukkannya ke laci meja untuk memudahkannya saat pelajaran nanti.
Bel pulang berbunyi.....
Mereka segera keluar kelas dan bergegas kembali menuju rumah.