Morgan Stanley baru-baru ini menurunkan peringkat saham-saham di Indonesia menjadi "underweight". Keputusan ini diambil berdasarkan kekhawatiran terhadap risiko ketidakpastian fiskal di masa pemerintahan Prabowo Subianto. Salah satu aspek yang menjadi sorotan adalah program makan siang gratis yang diinisiasi oleh Prabowo, yang dianggap dapat membebani keuangan pemerintah secara signifikan. Selain itu, penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang membebani rupiah turut menjadi faktor penurunan peringkat ini.
Ketidakpastian Kebijakan Fiskal
Menurut Analis Morgan Stanley, Daniel Blake, ketidakpastian terkait arah kebijakan fiskal di masa depan serta pelemahan pasar valuta asing di tengah tingginya suku bunga acuan AS dan prospek dolar yang terus menguat menjadi alasan utama penurunan peringkat ini.Â
Morgan Stanley menyarankan investor untuk mengurangi portofolionya di pasar saham Indonesia, karena underweight menunjukkan kondisi saham atau indeks tertentu yang diperkirakan akan memiliki performa lebih rendah dari rata-rata saham.
Risiko Program Makan Siang Gratis
Program makan siang dan susu gratis yang diinisiasi oleh Prabowo dinilai dapat membebani keuangan pemerintah. Program ini diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 460 triliun per tahun.
 Meski Prabowo menyatakan optimistis mampu menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di bawah 3%, banyak pihak yang meragukan kemampuan pemerintah untuk menjaga keseimbangan fiskal dengan program ambisius tersebut.
Program ini, meskipun berpotensi membawa manfaat sosial jangka panjang, seperti meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anak sekolah, tetap dipandang skeptis oleh kalangan ekonomi. Mereka khawatir bahwa alokasi anggaran yang besar untuk program ini dapat mengorbankan sektor lain yang juga penting, seperti infrastruktur, kesehatan umum, dan pendidikan yang lebih luas. Selain itu, ketidakpastian mengenai sumber pendanaan program ini dapat memperparah ketidakstabilan fiskal.
Penguatan Dolar AS dan Pelemahan Rupiah
Penguatan dolar AS juga menjadi perhatian utama. Indeks dolar AS bergerak naik menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve, sementara pelemahan rupiah terhadap dolar AS menambah tekanan bagi investor di Indonesia.Â
Pada 14 Juni 2024, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 16.369 per USD, kinerja terlemah sejak April 2020.
 Pelemahan ini menunjukkan kerentanan rupiah terhadap penguatan dolar AS dan kebijakan moneter global.
Pelemahan rupiah juga berdampak negatif terhadap biaya impor, yang dapat meningkatkan inflasi domestik. Ini dapat mengurangi daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar AS akan menghadapi beban pembayaran yang lebih tinggi, yang dapat mengurangi profitabilitas mereka.
Tantangan dalam Mengelola Utang
Prabowo Subianto mengungkapkan rencana untuk meningkatkan rasio utang Indonesia mendekati 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam lima tahun ke depan.
 Langkah ini dilakukan untuk membiayai berbagai program yang dijanjikan dalam kampanye, termasuk makan siang gratis. Namun, peningkatan rasio utang ini bukan tanpa risiko. Lingkungan suku bunga yang tinggi dan volatilitas mata uang dapat membuat penetapan harga tidak dapat diandalkan, yang pada gilirannya meningkatkan beban pembayaran utang.
Peningkatan utang juga dapat mengurangi fleksibilitas fiskal pemerintah dalam menanggapi krisis ekonomi di masa depan. Semakin besar proporsi anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang, semakin sedikit sumber daya yang tersedia untuk investasi produktif dan layanan publik.
Kualitas Belanja Pemerintah
Pemerintahan Joko Widodo telah meninggalkan warisan utang yang cukup tinggi. Rasio utang terhadap PDB naik sebesar 5 poin pada masa jabatan pertama untuk mendanai pembangunan infrastruktur, dan sebesar 5 poin lagi pada masa jabatan kedua untuk menangani krisis pandemi.
Kini, pemerintah menghabiskan sekitar Rp 500 triliun untuk membayar bunga utang, yang menghabiskan 15% dari seluruh anggaran.
Menurut Tamara Henderson, ekonom Bloomberg Economics, tujuan dan kualitas belanja pemerintah adalah kunci untuk menjamin kepercayaan pasar. Pemerintah dapat menaikkan rasio utang yang masuk akal jika dana tersebut dibelanjakan dengan bijak, seperti untuk menutupi kesenjangan infrastruktur utama dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Investasi yang tepat sasaran dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan membantu mengurangi beban utang relatif terhadap PDB.
Reaksi Pasar dan Cadangan Devisa
Penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley mencerminkan ketidakpastian pasar terhadap arah kebijakan fiskal dan risiko penguatan dolar AS. Meskipun cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi USD 139 miliar pada akhir Mei 2024, peningkatan ini lebih banyak disebabkan oleh penerbitan surat utang negara (SUN). Rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat sebesar 38,64% pada April 2024, menunjukkan penurunan dari bulan sebelumnya, namun tetap menjadi perhatian bagi investor.
Pasar merespons dengan hati-hati terhadap perkembangan ini. Ketidakpastian mengenai kebijakan fiskal dan risiko eksternal seperti penguatan dolar AS dapat mengurangi aliran modal asing ke Indonesia. Investor cenderung mencari pasar dengan risiko lebih rendah dan potensi pertumbuhan yang lebih stabil, yang dapat mengakibatkan penurunan investasi di Indonesia.
Penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley menggarisbawahi tantangan yang dihadapi pemerintah Prabowo Subianto dalam menjaga stabilitas fiskal dan kepercayaan investor. Program makan siang gratis dan peningkatan rasio utang memerlukan pengelolaan yang hati-hati untuk memastikan keberlanjutan fiskal. Penguatan dolar AS dan pelemahan rupiah menambah kompleksitas situasi, memaksa pemerintah untuk mencari keseimbangan antara ambisi kebijakan dan realitas ekonomi global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H