Mohon tunggu...
Bagas Anugrah Permata Putra
Bagas Anugrah Permata Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, NIM 23107030052

Hidup seperti Laryy!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Program Makan Siang Gratis Prabowo: Beban Fiskal atau Investasi Masa Depan?

15 Juni 2024   10:56 Diperbarui: 15 Juni 2024   11:05 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. (Foto: IG Prabowo Subianto)

Pada 14 Juni 2024, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 16.369 per USD, kinerja terlemah sejak April 2020.

 Pelemahan ini menunjukkan kerentanan rupiah terhadap penguatan dolar AS dan kebijakan moneter global.

Pelemahan rupiah juga berdampak negatif terhadap biaya impor, yang dapat meningkatkan inflasi domestik. Ini dapat mengurangi daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar AS akan menghadapi beban pembayaran yang lebih tinggi, yang dapat mengurangi profitabilitas mereka.

Tantangan dalam Mengelola Utang

Prabowo Subianto mengungkapkan rencana untuk meningkatkan rasio utang Indonesia mendekati 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam lima tahun ke depan.

 Langkah ini dilakukan untuk membiayai berbagai program yang dijanjikan dalam kampanye, termasuk makan siang gratis. Namun, peningkatan rasio utang ini bukan tanpa risiko. Lingkungan suku bunga yang tinggi dan volatilitas mata uang dapat membuat penetapan harga tidak dapat diandalkan, yang pada gilirannya meningkatkan beban pembayaran utang.

Peningkatan utang juga dapat mengurangi fleksibilitas fiskal pemerintah dalam menanggapi krisis ekonomi di masa depan. Semakin besar proporsi anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang, semakin sedikit sumber daya yang tersedia untuk investasi produktif dan layanan publik.

Kualitas Belanja Pemerintah

Pemerintahan Joko Widodo telah meninggalkan warisan utang yang cukup tinggi. Rasio utang terhadap PDB naik sebesar 5 poin pada masa jabatan pertama untuk mendanai pembangunan infrastruktur, dan sebesar 5 poin lagi pada masa jabatan kedua untuk menangani krisis pandemi.

Kini, pemerintah menghabiskan sekitar Rp 500 triliun untuk membayar bunga utang, yang menghabiskan 15% dari seluruh anggaran.

Menurut Tamara Henderson, ekonom Bloomberg Economics, tujuan dan kualitas belanja pemerintah adalah kunci untuk menjamin kepercayaan pasar. Pemerintah dapat menaikkan rasio utang yang masuk akal jika dana tersebut dibelanjakan dengan bijak, seperti untuk menutupi kesenjangan infrastruktur utama dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Investasi yang tepat sasaran dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan membantu mengurangi beban utang relatif terhadap PDB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun