Film Single ini menampilkan paradigma fenomenologi yang mana lewat film tersebut, Raditya Dika selaku sutradara dan aktor utama dalam film ini mengkaji fenomena dalam setiap scene film ini.Â
Pengkajian fenomena ini digambarkan dalam pengalaman Ebi menjadi manusia yang sudah berumur namun belum memiliki pekerjaan dan juga pasangan.
Dari fenomena tersebut menimbulkan makna bahwa sosok seorang Ebi memiliki karakter tidak percaya diri dalam berkomunikasi dengan cewek. Maka dari itu, Ebi ini menjadi lajang hingga umur yang sudah tua ini. Dari film Single ini diharapkan para penonton untuk tidak seperi Ebi, dan takutnya akan jomblo hingga 27 tahun.
Dalam pendistribusiannya, film Single mempromosikan film ini ke berbagai bioskop yang ada di Indonesia. Sebuah produksi dari Soraya Intercine Films ini yang membuat film Single ini menjadi perusahaan untuk mempromosikan film Single.
Seperti yang diberitakan oleh Liputan6.com mengabarkan bahwa film Single ini sukses menembus box office dengan sebanyak 1 juta penonton dalam per hari nya (1/1/2016). Hal ini membuktikan bahwa distribusi dalam film Single ini berhasil dan mendapatkan penonton yang banyak sehingga meraih keuntungan yang besar.
Film Single ini menggunakan kajian teori dari Levi-Strauss yaitu Strukturalisme. Karena strukturalisme dalam film ini merupakan sebuah teori yang membantu kita untuk mengungkap berbagai fenomena budaya yang terjadi. Dari covernya film Single ini sendiri terlihat bahwa Raditya Dika sedang memakai kacamata yang ada bayangan sosok perempuan. Hal ini memiliki makna bahwa Ebi adalah sosok yang Single dan sedang mencari pasangan.
Hal ini digambarkan melalui judul film ini sendiri yaitu Single, yang mempunyai arti sendiri atau jomblo. Jadi sudah jelas bahwa cerita yang dibawakan dalam film ini adalah perjuangan seorang Ebi dalam mendapatkan pasangannya.
Daftar Pustaka:
Aninditaayu.com
Jawapos.comÂ