Mohon tunggu...
Bagas Adi Saputra
Bagas Adi Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teologi STAK-AW Pontianak

hobi membaca dan bicara dengan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kidung Tunawisma

29 Agustus 2024   21:13 Diperbarui: 29 Agustus 2024   21:14 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kidung Tunawisma"

Jika bukan Engkau yang jadi benteng atas hidup hamba ini,

Barangkali sudah lenyap harapan tersapu air sungai.

Jika bukan Engkau yang jadi sumber kekuatanku,

Mungkin aku sudah tergeletak di Rel kereta ini.

Jika bukan karena Engkau yang memimpin,

Pasti aku sudah tersesat di jalan pilihan sendiri.

Jika bukan Engkau yang mencukupi,

Tentu aku kelaparan dan kemudian mati.

Jika bukan Engkau yang menghibur,

Sudah jelas aku akan kehilangan pengharapan.

Jika bukan Engkau yang kupercaya membebaskan aku dari luka,

Tentu aku masih akan menderita dalam penjara nestapa.

"Ketakutan terbesarku adalah manusia, meskipun aku ada di dalamnya"

Ketakutan terbesarku adalah manusia,

Karena saat berdoa sekalipun masih berpikir cara menjadi kaya,

Meskipun aku ada di dalamnya,

Agama sering kali dijadikan cara terakhir untuk selalu terlihat benar,

Cara yang sangat relevan untuk menghapus kebenaran.

Ketakutan terbesarku adalah manusia,

Mereka lebih menakutkan daripada hantu dalam cerita lama,

Meskipun aku ada di dalamnya,

Hati tidak pernah merasa lega dan selalu berjaga-jaga,

Karena Eksistensinya ada di mana-mana.

Ketakutan terbesarku adalah manusia,

Yang menggunakan semua cara untuk meraih utopia,

Meskipun aku ada di dalamnya,

Lapar akan jabatan selalu lebih berbahaya,

Daripada haus akan kebebasan.

"Pengembara Lapar"

Berjalan menyusuri padang tandus,

Pengembara lapar tidak pernah berhenti,

Ia berjalan dengan keadaan yag sangat memilukan,

Berharap ada Jawaban, berharap ada kebenaran.

Dia mencari Tuhan, dan segala kebenaran-Nya.

Sesekali berteriak, "di manakah Engkau Allah yang kurindukan?"

Kaki nya berdarah dan tidak ada kesakitan yang ia rasakan,

Ia lebih memilih mati kelaparan dengan keadaan tahu akan kebenaran.

"berapa lama lagi aku harus berjalan di padang tanpa air ini?" ucapnya dengan segala usaha,

"aku sudah menjadi gila, tubuh tidak terurus, jikalau pun mati sebagai jawabannya aku siap"

Pengembara dengan segala tuntutan hanya berjalan tanpa henti,

Mengharapkan kebenaran yang akan segera di dapatkan.

Tubuh sudah tidak mampu menopang lagi,

Merebahkan diri di antara kesakitan adalah kuncinya,

Ia mengerti ketika raga sudah runtuh, ketika pikiran sudah tidak dapat di percaya,

Ketika hati menjadi ragu, ketika segala hal tidak mungkin di didapatkan.

Pengembara adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas,

Suatu kombinasi yang indah dan juga berbahaya,

Menghabiskan waktu di padang tandus hanya untuk mengenal,

Ya, mengenal apa yang sebenarnya menjadi batasan manusia.

"Berbahagia"

Berbahagialah mereka yang menjaga bumi,

yang tidak ikut merusak dan memperjualbelikan nya,

yang turut merawat pemberian Tuhan.

 

Berbahagialah mereka yang berjuang demi kemanusian,

yang saling memanusiakan manusia,

yang tidak menghianati sesama ciptaan.

Berbahagialah mereka yang berpolitik dengan baik,

yang tidak menggunakan kekuasaan dengan sewenang-wenang,

yang tidak merampas hak orang-orang kecil.

Berbahagialah mereka yang saling menghargai,

yang tidak merasa diri paling suci,

yang dengan adanya perbedaan membawa narasi persatuan.

Berbahagialah mereka yang di rampas haknya,

yang melawan dengan hormat,

yang bertindak dengan dasar kebenaran.

Berbahagialah mereka yang di hilangkan,

yang tidak mendapat keadilan,

yang karenanya mereka akan kembali di hidupkan.

Berbahagialah mereka yang takut akan Tuhan,

yang karena kehendak-Nya semua dapat terjadi,

yang karena-Nya semua mendapatkan Pembebasan.

"???"

Sudah tidak terlihat masa depan di mataku,

Hilang sudah harapanku tentang fajar baru,

Aku dibungkus penglihatan tentang neraka dan surga yang terlihat abu-abu,

Aku bagaikan seorang dungu,

Merobek kertas yang penuh debu,

Lalu membaca kekosongan sebuah buku,

Teori dan akal sehat membuatku jemu,

Juga tidak pernah aku terpuaskan oleh nyanyian lagu-lagu,

Suka dan duka kini seperti angin lalu,

Siapa yang kiranya bisa membantu?

Yang dapat membawa keluar dari ketakutanku?

Yang dapat yakinkanku bahwa aku bukan seorang benalu?

Yang dapat membebaskan aku dari belenggu?

Yang dapat menari bersamaku dalam ruang dan waktu.

"Diri sendiri"

Ketika aku melihat diri sendiri,

Bercermin kepada Firman Allah,

Barulah aku mengerti,

Manusia yang mana kiranya?,

Yang dapat menyelamatkan hidupnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun