membaca dan merenung tentang hal-hal yang dalam masyarakat umum dianggap tidak berguna dan hanya menghabiskan waktu saja. Anggapan ini memang bukanlah sesuatu yang baru dalam tradisi keilmuan kita.
Kegiatan berfilsafat selalu identik dengan orang-orang yang senang menyibukkan diri untukFilsafat yang juluki sebagai The Mother of Science atau ibu dari segala ilmu pengetahuan memang kerap kali sulit dan hanya mendapatkan tempat kecil di dalam masyarakat. Terlepas karena ilmu ini adalah ilmu yang memusingkan, membingungkan, dan tidak memiliki "guna" yang jelas seperti ilmu-ilmu lainnya. Filsafat memang sejatinya tidak seperti kebanyakan ilmu pada umumnya, tidak seperti ilmu ekonomi yang sudah terlihat jelas kegunaannya membahas soal teori-teori ekonomi yang bertujuan sebagai roda penggerak peradaban, atau ilmu matematika yang selalu dekat dan berguna untuk analisis angka-angka.
Dalam tradisi keilmuan kita di Indonesia, filsafat hanya mungkin kita pelajari secara utuh di dalam konteks perguruan tinggi (Sekolah Tinggi Filsafat atau universitas yang di dalamnya memiliki fakultas/jurusan filsafat) hal itu dikarenakan filsafat memang lebih cenderung melekat pada situasi akademik, maksudnya adalah filsafat di Indonesia memang masih identik dengan kuliah-kuliah dalam ruang kelas.
Tetapi, beberapa tahun terakhir banyak sekali komunitas-komunitas filsafat yang menjamur di Indonesia, hal ini adalah sebagai upaya membumikan wacana filosofis dalam bentuk diskusi maupun analisis agar bisa diakses oleh banyak orang yang tidak mempunyai kesempatan untuk berkuliah di kampus filsafat.
Terbukanya akses untuk belajar filsafat di luar bangku kuliah membuat sebuah pergeseran baru dalam kegiatan berfilsafat. Yang awalnya hanya terbatas di kampus-kampus filsafat akhirnya bisa diakses oleh semua orang yang meminati ilmu ini. dari proses ini, lahirlah orang-orang awam (di luar bangku kuliah filsafat) yang kemudian aktif menulis dan berdiskusi tentang filsafat (entah sebagai ilmu teoretis maupun sebagai refleksi kritis atas kehidupan). Jelasnya filsafat kemudian mulai disorot oleh banyak orang di luar perguruan tinggi filsafat.
Orang-orang yang berfilsafat di luar bangku kuliah identik dengan istilah "berfilsafat di alam liar", ini sebagai identitas dari setiap individu maupun komunitas yang mempelajari filsafat tidak di dalam konteks perkuliahan formal, melainkan lewat membaca buku, diskursus filosofis, kuliah umum yang membahas filsafat, maupun komunitas-komunitas yang memiliki konsentrasi terhadap analisis filosofis.
tetapi, kendala dalam mempelajari filsafat di alam liar tentu saja ada, hal ini tidak bisa dipungkiri dan dihindari, ada banyak sekali kekurangan dalam belajar filsafat di alam liar. Kurangnya buku-buku filsafat yang memadai untuk diakses menjadi salah satu alasan yang cukup penting untuk dibahas. Karena tidak setiap daerah memiliki kampus filsafat itu membuat akses untuk membaca buku-buku yang memadai tentang filsafat sangat kurang, belum lagi perpustakaan daerah yang pada umumnya tidak mengisi rak buku mereka dengan buku filsafat, semakin menambah kesulitan dalam mempelajari filsafat di alam liar ini.
tidak hanya kurangnya buku yang memadai, ada satu hal yang mungkin juga perlu di bahas dalam tulisan ini tentang sulitnya belajar filsafat di alam liar, yaitu, sulitnya menyediakan waktu luang untuk membaca, menulis dan berdiskusi. Filsafat selalu dekat dengan kegiatan membaca, menulis dan berdiskusi, hal ini tentu saja mengharuskan para penggiat dan pencinta filsafat untuk meluangkan waktu yang sangat banyak dalam membaca, menulis dan berdiskusi untuk memperdalam pemahamannya terhadap filsafat.
Kaum awam yang baru terjun membaca teks-teks filsafat harus mengalami sebuah keadaan yang dilematik, karena biasanya semakin sibuk seseorang dalam pekerjaannya maka akan semakin sulit ia menyediakan waktu untuk membaca, menulis dan berdiskusi tentang teks-teks filsafat yang akan membuat para penggiatnya merasa kelelahan (bagaimana tidak? Mereka yang sibuk bekerja tentu sudah dibuat lelah oleh pekerjaannya, kemudian ia ingin mempelajari filsafat yang dekat dengan banyak kebingungan-kebingungan pada waktu luangnya yang seharusnya ia gunakan untuk istirahat, tentu saja itu sangat problematik dan dilematik).
Sebuah kerinduan besar untuk menjejaki dunia filsafat harus terhalang oleh banyak hal, dan memang demikianlah nasib mereka yang belajar filsafat di alam liar pengetahuan ini. tetapi, bila kemudian "memaksakan diri" untuk tetap belajar filsafat dengan segala keterbatasan waktu, tenaga, buku, maupun komunitas, belajar filsafat masih mungkin untuk ditempuh. Tetapi, tentu ada risiko dibalik ini.
Apa risiko memaksakan diri belajar filsafat di alam liar ini?. penulis mengandaikan "kegilaan", sebagai risiko paling fatal. mungkin terdengar terlalu dibesar-besarkan, masa sih belajar filsafat bisa "gila"?, tentu saja bisa, bukan hanya di dalam konteks alam liar filsafat, bahkan di tingkat perguruan tinggi atau kampus filsafat, sering terdengar ada mahasiswa mereka yang kehilangan kewarasannya, bayangkan, mereka yang memiliki akses untuk belajar filsafat saja sangat dekat dengan "kegilaan", apalagi orang-orang yang hidup dalam alam liar filsafat yang terbatas dan sangat liar ini, tentu hilang kewarasan menjadi salah satu kemungkinan, tetapi ini adalah kemungkinan terburuk yang dipikirkan oleh penulis.
Mari kita andaikan, kenapa kita (yang belajar filsafat di alam liar ini) dekat dengan hilangnya kewarasan. Telah disinggung bahwa di alam liar filsafat buku-buku bertemakan filsafat sangat terbatas, itu membuat isu-isu atau teori filsafat yang kita pelajari cenderung ketinggalan zaman. Juga telah dibahas bahwa berfilsafat memerlukan waktu yang cukup banyak, berarti untuk mempelajari filsafat para penggiatnya diharapkan untuk tidak "sibuk" dalam artian memiliki waktu yang cukup untuk membaca, menulis dan berdiskusi, karena jika tidak tentu akan memakan banyak sekali tenaga dan pikiran sehingga potensi untuk stres dan terbebani akan sangat besar.
Alasan-alasan di atas mungkin adalah sedikit dari banyaknya kesulitan berfilsafat di alam liar, jika hal-hal ini terus menerus berulang, maka tidak menutup kemungkinan akan ada yang frustrasi bahkan hilang kewarasan. Hal ini mungkin saja ketika ada orang-orang yang saking ingin mendalami filsafat malah mengorbankan diri dan menatang kewarasannya.
Sebagai orang yang juga berfilsafat di alam liar, penulis mungkin akan menyarankan hal-hal yang perlu dan patut untuk dipertimbangkan ke depannya dalam proses belajar filsafat:
Pertama, terimalah nasib Anda sebagai orang yang harus belajar filsafat di alam liar. Maksudnya adalah sebagai orang yang tidak memiliki kesempatan belajar filsafat di tingkat perguruan tinggi, kita pertama-tama harus sadar bahwa akses untuk belajar filsafat di alam liar tidak seutuhnya sama dengan teman-teman yang belajar filsafat di tingkat pendidikan formal. Hal ini penting agar kita bisa mengerti batasan-batasan apa saja yang menjadi kendala dalam proses belajar filsafat, dan memaklumi batasan-batasan tersebut.
Kedua, carilah pekerjaan yang tidak memakan banyak waktu. Maksudnya adalah jikalau teman-teman ingin belajar filsafat carilah pekerjaan yang tidak menguras waktu dan tenaga. Itu penting agar teman-teman memiliki waktu dan tenaga yang cukup untuk berpartisipasi dalam kegiatan membaca, menulis dan berdiskusi.
Ketiga, dan ini yang bagi penulis memang harus disadari sejak awal sebelum orang belajar filsafat di alam liar, bahwa tanpa filsafat kita tetap bisa melanjutkan hidup, jadi saya menyarankan bahwa jangan mengorbankan kewarasan hanya agar terlihat keren di mata masyarakat.
Partisipasi banyak orang di alam liar filsafat ini memang patut untuk kita apresiasi, setidaknya ini menjadi tanda bahwa masyarakat kita sudah mulai peduli dan memandang filsafat sebagai sebuah ilmu yang menyenangkan, meskipun perlu dipahami juga bahwa memang ada orang-orang yang belajar filsafat hanya untuk terlihat keren, tetapi, setidaknya ini membuat alam liar filsafat menjadi sangat beragam dan menarik untuk tetap ada di dalam tradisi berpikir kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H