Mohon tunggu...
Suryani Waruwu
Suryani Waruwu Mohon Tunggu... Guru - Hati yang terbuat dari permata tak akan terbakar sekalipun diletakkan di ata api yang membara.

"Hidup hanyalah permainan kata..."

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nyanyian Kalbu Rakyat Ikhlas (NKRI)

24 Mei 2017   18:31 Diperbarui: 24 Mei 2017   18:38 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikhlas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefenisikan kurang lengkap

Ketika tempat ibadah kami dibakar

Ketika Tuhan kami dijadikan bahan olok-olokan

Ketika kami disuruh jangan pernah marah

Ketika kami diberi gelar kafir, minoritas, dan setumpuk nama yang sejajar dengan kotoran yang melekat di sepatu mereka

Ketika keadilan terhadap kami dianggap tak wajar

Ketika itulah “Ikhlas” terdefinisikan

Ketika guru-guru bahasa bergelar professor dianggap salah karena mengungkap kebenaran

Ketika ujaran kami dianggap menista meskipun tanpa fakta

Ketika hujatan pada koruptor dianggap jahat

Ketika mendepak para pencoleng dianggap kejam

Ketika membangunkan para pegawai malas dianggap tak bermoral

Ketika yang banyak boleh bicara dan yang lain harus tetap diam

Ketika itulah “ikhlas” terejawantahkan

Inilah Negeri Kebanggaan kami, Rakyat yang Ikhlas

Negeri yang kami bela dengan cucuran keringat dan air mata

Meskipun kami harus ikhlas menjadi warga kelas dua

Negeri yang memberi kami ruang berkompetisi

Meskipun kami dianggap najis untuk menang

Negeri yang mengakui kami sebagai pendatang dan mengagungkan mereka yang berdarah Arab

Meskipun darah nenek moyang kami ikut tercurah demi kemerdekaan

Negeri yang selalu meminta kami untuk terus ikhlas

                Ikhlas bahwa kami pernah lahir dan dibesarkan di negeri ini

                Meskipun negeri ini tak pernah menerima kehadiran kami dengan ikhlas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun