Mohon tunggu...
Badrul Tamam
Badrul Tamam Mohon Tunggu... -

Alumnus Administrasi Bisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Enggak Nggubris Raimu", Perlu Diterapkan Jokowi

18 April 2018   15:07 Diperbarui: 18 April 2018   16:06 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan.kompas.com

Bagi orang Jawa Timur, khususnya wilayah Arek --Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Malang, Lamongan, Tuban, Bojonegoro mungkin kata-kata "Gak Nggubris Raimu" bukan asing lagi, ini adalah kata-kata yang hanya bisa diucapkan oleh orang-orang yang memiliki posisi yang kuat, dibandingkan dengan lawan bicaranya. 

Kata ini bermakna ungkapan "kejengkelan" seseorang kepada lawan bicaranya, karena lawan bicaranya dianggap sudah kehilangan esensi atau kehilangan objektifitas dalam suatu pokok pembahasan. 

Atau secara sederhana bisa dikatakan, lawan bicara telah menyimpang, nglantur dari apa yang menjadi persoalan utama, apa yang dikatakan oleh lawan bicara sudah dianggap tidak memberikan pengaruh apapun pada persoalan yang dibahas.

Lalu apa hubungannya dengan pak jo, alias bapak presiden kita bapak jokowi? jokowi seharusnya menerapkan gaya komunikasi "gak Nggubris Raimu" pada rival politiknya yang galau. 

Tentu semua tahu, bahwa dalam era pemerintahannya Jokowi terus di serang oleh lawan-lawan politiknya, berbagai isu digulirkan hanya untuk menghentikan langkah pregresif Jokowi, seperti isu Jokowi tidak tegas, Jokowi merupakan  PKI walaupun PKI sudah bubar puluhan tahun lamanya, lalu Jokowi tidak islami alias tidak pro terhadap umat Muslim lantaran Jokowi berasal dari partai Nasionalis yang identik dengan "kaum abangan", atau mungkin karena Jokowi tidak fasih berbahasa Arab, lalu ada lagi, isu Jokowi tukang Ngibul, tukang bohong  dsb. Tetapi syukurlah, karena Jokowi merupakan salah satu pemberian tuhan yang berharga untuk Indonesia, berbagai isu tersebut dapat ditepis, dan perlahan hilang sendiri ditelan oleh penghembusnya.

Kritik-otokritik itu harus dalam demokrasi, tanpa kritik pemerintahan akan menjadi otoriter seperti era orde baru, tetapi kritik yang baik adalah kritik yang konstruktif, yang didasari bukti,  pikiran dingin, pemikiran yang baik dan hati yang ikhlas. Itulah kritik orang-orang beriman. Kritik yang hanya dilandasi nafsu kekuasaan, keserakahan, iri dan dengki hanya milik para Iblis Jahanam.

Melihat Jokowi secara Jernih

Kalau melihat Jokowi, maka saya teringat pada sosok soekarno dan Gusdur (KH. Abdurahman Wahid). Apa yang sama diantara ketiganya? Mereka merupakan pemimpin yang sangat dicintai oleh pengikutnya. 

Soekarno begitu dicintai rakyatnya, dalam otobiografinya 

"Penyambung lidah rakyat", Soekarno sendiri berujar "TJARA jang paling mudah untuk melukiskan tentang diri Sukarno ialah dengan menamakannja seorang jang maha-pentjinta. Ia mentjintai negerinja, ia mentjintai rakjatnja, ia mentjintai wanita, ia mentjintai seni dan melebihi daripada segala-galanya ia tjinta kepada dirinya sendiri" dalam otobiografinya, Soekarno bukan sebatas orang yang dicintai, dikagumi, dia sudah sampai pada tahap dikultuskan dan didewakan.

"Seorang petani-kelapa jang anaknja sakit keras bermimpi, bahwa ia harus pergi kepada Bapak dan minta air untuk anaknja. Hanja air-leding biasa dan jang diambil dari dapur. Ia jakin, bahwa air ini, jang kuambil sendiri, tentu mengandung zat-zat jang menjembuhkan. Aku tidak bisa bersoal-djawab dengan dia. karena orang Djawa adalah orang jang pertja ja kepada ilmu kebatinan, dan ia jakin bahwa ia akan kehilangan anaknja kalau tidak membawa obat ini dariku. Kuberikan air itu kepadanja. Dan seminggu kemudian anak itu sembuh kembali. Aku senantiasa mengadakan perdjalanan kepelbagai pelosok tanah air dari Sabang, negeri jang paling utara dari pulau Sumatra, sampai ke Merauke di Irian Barat dan jang paling timur. Beberapa tahun jang lalu aku mengundjungi sebuah desa ketjil di Djawa Tengah. Seorang perempuan dari desa itu mendatangi pelajanku dan membisikkan, "Jangan biarkan orang mengambil piring Presiden. Berikanlah kepada saja sisanja. Saja sedang mengandung dan saja ingin anak laki-laki. Saja mengidamkan seorang anak seperti Bapak. Djadi tolonglah, biarlah saja memakan apa-apa jang telah didjamah sendiri oleh Presidenku."

Kalau Soekarno bah seorang Kyai Agung di tanah Jawa, lain lagi di Bali, Soekarno dianggap Dewa 

"Dipulau Bali orang pertjaja, bahwa Sukarno adalah pendjelmaan kembali dari Dewa Wishnu, Dewa Hudjan dalam agama Hindu. Karena, bilamana sadjapun Bapak datang ketempat istirahat jang ketjil, jang kurentjanakan dan kubangun sendiri diluar Denpasar, bahkan sekalipun ditengah musim kemarau, kedatanganku bagi mereka berarti hudjan. Orang Bali jakin, bahwa aku membawa pangestu kepada mereka. Dikala terachir aku terbang ke Bali disana sedang berlangsung musim kering. Tepat setelah aku sampai disana, langit tertjurah. Berbitjara setjara terus-terang, aku memandjatkan- do'a sjukur kehadirat Jang Maha-Pengasih manakala turun hudjan selama aku berada di Tampaksiring. Karena, kalaulah ini tidakterdjadi, sedikit banjak akan mengurangi pengaruhku.Namun, dunia hanja membatja tentang satu-orang tukang betja. Dunia hanja tahu, bahwa Sukarno bukan ahli ekonomi. Itu memang benar. Aku bukan ahli ekonomi. Tapi apakah Kennedy ahli ekonorni ? Apakah Johnson ahli ekonomi? Apakah itu suatu alasan bagi madjalah-madjalah Barat untuk menulis bahwa negeriku sedang menudju kepada keruntuhan ekonomi ? Atau bahwa kami adalah "bangsa jang bobrok".

Soekarno, Gusdur dan Jokowi, ketiganya memimpin bangsa ini dengan cinta dan kasih sayang, bukan dengan kekuasaan, ketiganya memiliki ambisi yang sama, ingin menjadikan Indonesia sebagai wadah yang kokoh, elegan dan terhormat di depan rakyatnya sendiri dan bangsa-bangsa lain. 

Mungkin kamu ingat, bagaimana Ambisi Soekarno dalam membangun bangsa ini, mulai dari Memperkuat Alutsista Militer hingga mengalahkan Belanda di Papua Barat, pembangunan di tengah morat maritnya kondisi Ekonomi Indonesia pasca kemerdekaan, Soekarno dengan gigih membangun mega proyek seperti Stadion Gelora Bung Karno (1962) yang bisa dikatakan Salah satu Stadion Paling Megah di Era-nya , Monas (1963), Masjid Istiqlal (1954) yang merupakan masjid terbesar se Asia Tenggara, simbol-simbol kebesaran itu dibangun Soekarno untuk menunjukkan kepada dunia, atas "berdikari" nya Indonesia dalam menentukan Nasibnya Sendiri. Simbol-simbol tersebut dibangun Soekarno, sebagai motivasi dan pengingat bagi bangsa ini.

Lalu bagaimana dengan Gusdur, Terkait kecintaan rakyat terhadap Gusdur, jangan ditanya lagi, rakyat yang mencintai Gusdur rela mati untuk membela presidennya. 

Saya masih ingat betul,  bagaimana saat Gusdur diturunkan paksa oleh Amin Rais, pada saat itu saya masih SMA, saya sekolah di salah satu sekolah Muhammadiyah, gara-gara pendukungnya Gusdur marah karena presidennya di paksa turun oleh Amin Rais yang merupakan tokoh central Muhammadiyah yang saat itu menjabat ketua MPR, akhirnya Sekolah kami harus di jaga Polisi, karena khawatir ada sweping. 

Di Era Gusdur, memang tidak terlalu nampak soal pembangunan infrastruktur atau sarana prasarana tetapi yang lebih nampak adalah pembangunan suprastruktur, seperti sistem sosial, politik dan Hukum diantaranya dalam hal sistem sosial, Gusdur menggagas sistem Jaminan sosial dalam bidang Kesehatan dan ketenagakerjaan seperti BPJS (badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang ada saat ini.

Cikal bakal pemikirannya adalah di Era Gusdur, akhirnya terbitlah UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tahun 2004 (Era Presiden Megawati Soekarno Putri), selain sistem sosial nasional.

Di era Gusdur juga ada perubahan Politik yang signifikan, yakni perubahan peta politik Luar Negeri yang sebelumnya hanya berporos Jakarta-Wasington (AS), Gusdur dengan berani membuka poros Jakarta-Beijing (China) pada saat itu, yang sebelumnya beku karena Indonesia masih trauma dengan komunis setelah kasus  G30 S PKI, Gusdur mengembalikan ruh prinsip politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif, tidak memihak golongan tertentu dan melawan segala bentuk imperialisme dan kolonialisme di muka bumi ini.

Seberapa penting sikap politik yang dilakukan oleh Gusdur ini?. sangat penting, gusdur seolah mampu membaca masa depan, kondisi perekonomian dunia berubah drastis, Dominasi Politik dan Ekonomi bukan lagi Amerika atau Rusia, tetapi China. 

Ekonomi Amerika saja saat ini sangat bergantung pada China, bukankah tujuan Exspor terbesar produk Amerika adalah China?, bahkan dengan mengawinkan sistem politik sosialis-komunis dengan sistem Ekonomi sosialis-kapitalisme China mencoba merekonstruksi kejayaan masa lalunya, dengan membangun jalur sutra, jalur perdagangan yang menghubungkan Muka bumi ini, Eropa, Amerika, Asia, Afrika. 

China ingin memimpin Dunia. Poros tunggal Jakarta-Wasington pada masa orde baru, telah mengantarkan bangsa ini pada stagnanisasi pembangunan, mulai dari Ekonomi yang disandera oleh IMF dan World Bank, juga ter-dikti-nya perekonomian bangsa ini melalui MNC (Multy National Corporation) yang menguasai sektor-sektor strategis seperti sumber daya mineral; minyak, batu bara, Industri-industri Manufaktur yang seharusnya bisa diproduksi dan dikelola oleh bangsa kita sendiri, seperti urusan sabun saja kita harus beli kepada orang Asing. 

Dan hal tersebut berlangsung hingga saat ini, karena kita tersandera oleh aturan-aturan hukum yang telah disepakati oleh pejabat-pejabat masa lalu yang tega menggadaikan nasib bangsanya sendiri untuk nafsu keserakahannya. Akibatnya apa?, kita miskin di atas tanah yang penuh dengan Emas, Kita Lapar di Tanah pusaka dimana "tongkat saja menjadi tanaman".

Dalam masa jabatannya yang singkat Gusdur berusaha menyadarkan kita sebagai bangsa, diantaranya, menyadarkan kita soal "laut adalah masa depan kita", Gusdur menggerakkan fikiran kita, supaya badan kita berbalik ke laut dan tidak membelakanginya, kejayaan Laut adalah kejayaan Nusantara, Jika "Jalasveva Jayamahe" maka daratan akan mengikutinya, karena wilayah NKRI terbesar adalah laut. 

Karena itulah, selain pembentukan departemen Eksplorasi Laut tahun 1999 yang menjadi cikal bakal kementerian kelautan dan perikanan saat ini (Kompas.com 02/01/2010). 

Selain itu, Di Era Gusdur panglima TNI diserahkan kepada Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto (26 Oktober 1999 -- 7 Juni 2002), yang pada saat itu hanya di pimpin oleh para Jenderal sejak TNI ada, yang bisa kita maknai, gusdur sangat ingin kita berjaya di laut, walaupun bukan berarti dengan dipimpin oleh Jenderal di Laut kita tidak akan jaya, namun Gusdur mencoba menyegarkan kembali pikiran bangsa ini yang pada saat itu stagnan.

Lalu bagaimana dengan pak Jo, seberapa Cinta rakyatnya kepada dia?, tentu hal ini belum bisa dinilai saat ini, semua itu akan dibuktikan oleh sejarah itu sendiri, apakah Jokowi menjadi pemimpin yang benar-benar di cintai oleh rakyatnya. 

Saat ini kita hanya bisa melihat, bagaimana sosok presiden yang ke-7 ini banyak disukai oleh rakyatnya, seperti menyemutnya orang-orang saat dia kunjungan kerja dimanapun dia berada, di luar negeri, di desa, di mall, di pasar, Jokowi seolah menjadi pengobat kerinduan bangsa ini, pada sosok-sosok negarawan yang santun, rendah hati, pekerja keras, kharismatik dan patriotik. 

Walaupun tidak sedikit juga orang-orang yang memandang sebelah mata kepada Jokowi. Satu hal yang membuat saya takjub pada Jokowi adalah, Jokowi merupakan sosok yang bisa mengalahkan dirinya sendiri dan Anti Mainstream, hal tersebut jarang ditemui pada orang sekelas presiden dan orang yang berkuasa. 

Salah satu Contohnya, kamu mesti ingat, bagaimana Jokowi mengunjungi Prabowo, di tengah isu penistaan Agama, kalau bukan orang yang memiliki tingkat emosional yang baik, bagaimana mungkin dia akan mengunjungi rival politiknya untuk mendamaikan suasana, sekelas agamawan pun belum tentu bisa. Paham?. Tidak banyak orang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri, karena tersandera "harga diri", gengsi dan kesombongan pribadi.

Lalu bagaimana progresivitas pembangunan di Era Jokowi?, tentu semua tahu, dalam era pemerintahan Jokowi-JK kita melihat ada percepatan pembangunan, khusunya dalam hal infrastuktur. 

Pembangunan transportasi yang terintegrasi darat, laut, udara seperti pembangunan trans sumatra, trans papua menjadi bukti Jokowi ingin memberikan rasa keadilan kepada seluruh bangsa ini, dimana pembangunan selama ini hanya tersentral di Jawa. Apa yang kamu pikirkan ketika masih ada 3000 desa di papua yang belum teraliri listrik?

Melalui Nawa Cita-nya Jokowi ingin negara ini hadir, dengan memberikan pelayanan birokrasi yang baik kepada rakyat-nya, dan hal tersebut sangat bisa dirasakan di bawah, Birokrasi yang dasar wajahnya "mesin kapital dan kekuasaan" yang cenderung arogan, acuh dan sukanya memeras, berubah menjadi lebih baik dan menampilkan wajah "saya adalah pelayan rakyat".

Berbagai mega proyek dibangun, dari sumatra hingga papua, hal-hal yang mungkin dulu masih menjadi angan-angan bangsa ini, perlahan sudah nampak, MRT dan LRT di Jakarta, PLTB di Sidrab, BBM satu harga di Papua, jalur kereta api di sulawesi, pembangunan puluhan bandara, dermaga, pembangunan tapal batas NKRI, bendungan, waduk semua coba di hadirkan Jokowi-Jk dengan anggaran Ribuan Trilyun.  

Jokowi benar-benar tidak lupa kelasnya?, dimana sebagian besar orang-orang negeri ini mudah lupa pada sejarah kelasnya sendiri. Mereka semua dasarnya orang susah, ketika sudah naik kelas menjadi lebih baik, mereka lupa sejarahnya. 

Banyak pejabat yang lupa diri, mereka makan terlalu banyak uang rakyat (hasil pajak), bila mereka mati, bukankah mereka itulah penghuni neraka jahanam yang sesungguhnya?

Selain mega proyek, banyak upaya pemerintahan Jokowi-Jk yang patut diapresiasi, seperti pembubaran Petral sebagai sarang Qorun yang rakus, pengamanan para ikan di laut dari pencuri ikan asing, negara bisa di rasakan hadir untuk rakyatnya, semoga semakin banyak lagi perubahan yang lebih baik. Allah maha pengasih dan penyayang kepada hamba-nya.

"Tidak ada gading yang tak retak", walaupun sudah sangat banyak progresifitas pembangunan di Era Jokowi, tentu masih banyak hal yang harus ditingkatkan, karena bangsa ini memang masih miskin dan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seusianya, seperti Malaysia dan singapura. 

Dalam berbagai hal, memang masih perlu banyak perbaikan, dalam bidang Ekonomi, Politik, Hukum, keilmuan dan Kebudayaan, Kelautan dan Militer semuanya perlu ada percepatan pembangunan. 

Indonesia masih perlu banyak waktu, ribuan triyun dan pejabat-pejabat jujur dan patriotik untuk bangsa dan Negara ini dan kalau semangat perubahan terus digulirkan seperti saat ini, bukan mustahil bangsa ini akan benar-benar bisa mewujudkan cita-cita pancasila, dan menjadi bangsa terdepan pembawa misi kemanusiaan dan perdamaian dunia, Allahuma Amiin[]    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun