Saat hujan mulai reda, pertanda tenda harus segera terpasang. Saya yang tidak berpengalaman memasang tenda, dengan percaya diri mencoba merakitnya. Sekalipun saya pernah ikut pramuka saat duduk di bangku Tsanawiyah, entah kenapa kegiatan perkemahan selalu gagal dilaksanakan.
Beruntung, istri memiliki sedikit pengalaman memasang tenda. Ia pernah ikut kegiatan perkemahan di Coban Rondo beberapa bulan lalu. Penyelenggaranya adalah Ikatan Guru Raudlatul Athfal (IGRA) Kabupaten Malang.
Pengalamannya itu sangat membantu di saat waktu yang tepat. Dari sini saya tahu alasannya, kenapa tadi di perjalanan ia tidak mengindahkan amaran saya untuk melihat tutorial memasang tenda di Youtube.
Tidak butuh waktu lama, keduanya tidur sangat lelap. Suasana semakin sepi saat gemercik air hujan mulai turun untuk kesekian kalinya. Rencana membuat api unggun gagal total.
Saya hendak melakukan salat isya sekitar pukul 22.30 WIB. Tampak seorang ibu dan tiga anaknya mengambil air wudu. Dari awal, saya memprediksi bahwa keluarga tersebut adalah orang baik. Meski berlibur, mereka tidak lupa dengan keawajiban lima waktunya.
Dugaan saya diperkuat ketika ibu paruh baya itu terlihat membayar delapan ribu rupiah sebagai ongkos sewa kamar mandi untuk dirinya dan ketiga anaknya hanya untuk sekali berwudu.
Pemilik kamar mandi itu juga tidak kalah baik. Sebab, ia mengaggap ongkosnya terlalu banyak dan ia hanya mengambil separuhnya.
Saya tidak berhenti memperhatikan keluarga itu. Mereka tampak berjamaah di musala. Anak sulung bertindak menjadi imam di depan ibu dan kedua adiknya. Saya menjadi makmum masbuk karena terlambat satu rakaat. Usai berjamaah, secara bergantian anak-anak itu bersalaman mencium tangan ibu. Pemandangan ini tentu sangat menyejukkan, bukan?
Karena saya ingin menikmati suasana malam di pesisir pantai, saya tidak terburu-buru rihat. Kembali saya memesan kopi di warung yang sama.