Nelayan itu mengatakan kalau dulu mudah mencari Ikan atau Kepiting Bakau. Â Tetapi kini kampung mereka yang mestinya indah lantaran terdapat danau buatan (Siombak) itu kini jorok lantaran menjadi tempat pembuangan sampah."Tau kelen, Â malah kemaren ribuan babi mati mengapung di danau kami, " kata nelayan itu.
Realitas ini sepertinya yang ingin dibidik Agus. Â Batu-batu itu menjadi memiliki banyak kisah. Ribuan kisah terkubur di kampung itu. Termasuk kisah Cheng Ho, Â panglima perang dari China yang beragama Islam itu. Â
Orang sebesar Cheng Ho dituliskan dalam sejarah yang dilihat di Museum Situs Kotta Cinna pernah datang ke pelabuhan ini sebanyak empat kali.
"Anderson di saku mana kau sembunyikan kisah-kisah itu. Â Dimana kau sembunyikan Cheng Ho? " kata seorang lelaki tua dengan tongkat panjang dan tembikar di tangan kirinya.
Dia bertanya pada penonton, Â tapi ia ragu apakah dia bertanya atau sedang menjawab. Dan dia terus bertanya tentang batu-batu itu. Â Sebab, Â masyarakat di Kampung Paya Pasir, Â penuh batu-batu dikepalanya. Â
Keramik, koin, tembikar dan itu semua menjadi mimpi yang indah bila menemukannya. Â Tetapi kampung itu telah menjadi kampung yang penuh sampah pelastik.
"Setiap kali aku cari ikan di sini, yang kudapat hanya sampah plastik. Â Tak ada lagi kepiting dan ikan, " ujar nelayan itu.
Sosok lainnya adalah lelaki tanpa identitas. Â Sekali waktu dia menyambangi dua perempuan yang sedang menangis pilu. Â Lalu lelaki itu, Â menjaring perempuan itu dengan bubu.Â
Dia mengatakan agar mereka membuka kepala mereka. Â Bahwa kampung itu dahulu sangat terkenal. Waktu itu Kerajaan Aru berkuasa. Â Dan pelabuhan itu tempat pertemuan orang dari seluruh dunia.
"Thamil, Â China, Â Sri Langka, Â Eropah, Â Timur Tengah bercinta di kepalamu dan kepalamu menjadi batu-batu, " ujarnya.