Sedekat apa rupanya yang harus kita lakukan dalam upaya membangun hubungan antar relasi di dalam tubuh kita sebagai mahkluk budaya? Â Suami istri Dini Usman dan Roy Julian misalnya. Â Mereka menciptakan ruang kebudayaan di rumah yang mereka namakan "Home Theatre". Waktu itu mereka mementaskan "Nyanyian Angsa" Anton P Chekov. Lahirlah sebuah ruang tamu di rumah mereka menjadi panggung yang kemudian membangun korelasi kebudayaan antar relasi yang sangat intim.
Studio Kosambi mungkin saja lahir dari keterbatasan kita untuk saling berjumpa dan mencium bau parfum yang kita semprotkan di ketiak kita barangkali. Â Boleh jadi dia lahir karena kegelisahan kita yang terbatasi oleh mewabahnya virus Corona. Lalu hanya mampu menghadirkan 10 orang penonton di panggung off line dan melepasnya di panggung on line dalam siaran langsung di akun facebook Studio Kosambi.
Ini semacam kepedulian juga dari kebaikan hati seorang seperti Tsi Taura. Â Beliau membuka kesempatan untuk geliat, Â gerak, Â rentak dan menampung kegelisahan seniman untuk berkarya yang mungkin dalam ruang yang lebih lebar tak terwakilkan oleh kejamnya kekuasaan.
Bahkan Tsi Taura berani mengapresiasi setiap pekarya di studio kosambi dengan dukungan sepenuhnya sesuai keadaan. Serta menjadikan studi kosambi sebagai ruang berkarya untuk seniman-seniman di seluruh Indonesia. Luar biasa bukan?
Ya cukup luar biasa jika pertunjukan ini juga ditonton seorang calon Kajari Limboto di Kab. Gorontalo, Armen wijaya SH, Mhum
yang sebelumnya mendapat energi tradisi dalam upacara "upah-upah" adat budaya Melayu serta seirang Kajari Blengkeujeren, Â Boby Sandri SH. Penawar pendingin dari seorang yang sudah dianggap adik sendiri. Begitulah sebuah teater berlangsung dengan sangat hikmat dan intim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H