Mohon tunggu...
ayub badrin
ayub badrin Mohon Tunggu... Penulis - Ayub Badrin seorang jurnalis

Selain menggeluti dunia Teater saya juga aktif di media masa lokal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Nyanyian Angsa", Balas Dendam Chekov pada Penonton?

19 Januari 2020   11:45 Diperbarui: 19 Januari 2020   14:41 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang kesadaran seperti ini sepertinya disengaja oleh Anton Chekov.  Dia (Chekov) sepertinya ingin membalik ruang hampa di dalam diri para aktor yang mengalami nasib malang ditinggal penontonnya.  Sendiri dalam gedung,  sepi,  gelap bahkan merinding,  dingin dan akhirnya bisa saja,  mati di atas panggung.

Menurut catatan tak ada aktor yang bisa memberikan ruh ke dalam tokoh Vasili Svietlovidoff, sehingga dia menjadi hidup.  Tokoh ini seperti seseorang yang telah mati dalam kehidupannya. Sehingga apapun yang dikatakannya adalah ceracau panjang yang nyaris tak mampu menjelaskan apa-apa pada penontonnya. Tetapi itulah yang mungkin disengaja oleh pengarangnya.

Anton Chekov sepertinya ingin membalik suasana hati Vasili Svietlovidoff menjadi suasana hati penonton.  Itu makanya setiap kali menonton "Nyanyian Angsa" penonton menjadi gelisah lantaran tak mendapatkan apa-apa.  Tak "orgasme" mengalami kegersangan, kenak tanggung (kentang),  tak terpuasi dan akhirnya kecewa.  Bukankah perasaan itu yang dialami Vasili Svietlovidoff?? Allahualam bi syowab. Kita hanya bisa menebak-nebak.

Home Teater


Home teater kini menjadi semacam trend baru dalam era seni pertunjukan saat ini.  Teater terutama realis yang biasanya dimainkan di gedung-gedung teater yang agung dan mewah,  kini dimainkan di rumah.  Di ruang tamu.  Mesra dan intim.

Begitu juga peristiwa teater yang terjadi di rumah pasangan seniman yang terbilang unik dan nyentrik ini. Dini Usman mengatakan adalah cita-citanya untuk menjadikan rumahnya sebagai kegiatan berkesenian atau menjadi semacam kantong-kantong budaya. Itu sungguh sebuah harapan yan mulia.

Semula penonton diundang melalui ruang-ruang pribadi elektroniknya dengan bahasa yang sangat khusus. Dini memang sengaja membatasi jumlah penonton dengan angka 17. Dimana ini merupakan angka yang mempunyai hubungan khusus pada diri kedua seniman ini.  Dan kita yang kurang terbiasa merasa sedikit terganggu.

Tetapi setelah kita berada di rumah pertunjukan itu,  yang kita dapatkan adalah sebuah kenyataan dimana tuan rumah justru terasa sangat ramah pada tamu-tamunya. Dini juga mengajarkan agar hidup disiplin itu penting. Walau kita bangsa Indonesia belum terbiasa.  Kita lebih kepada pola hidup nyantai dan maklum.

Begitulah,  sebelum pertunjukan dimulai,  penonton dimanjakan dengan suguhan makan malam. Meski Dini tak mengatakannya,  tetapi ini bisa saja sebagai syukuran satu tahun perkawinan mereka. Baru kemudian pertunjukan akan dimulai dan kita sebagai penonton yang juga tamu diperkenalkan satu sama lain. Tidak lantas menjadi akrab memang.  Tetapi setidaknya kita di situ telah saling bertatap muka,  duduk berdekatan dan salung bertukar aroma parfum atau bau tubuh-tubuh sesama kita,  penonton.  Ini sungguh memberikan rasa bahagia tersendiri.

Kemudian saat pertunjukan benar-benar dimulai, kita mendengar suara parau, berat dan batuk seperti dada yang terbakar dari arah dapur.  Saya mengharapkan,  semua lampu dimatikan saja untuk adegan yang sangat magis seperti itu.  Gelap dan kemudian Dia keluar dengan sebatang lilin dan sebotol bir.  Terhuyung sambil memaki-maki penjaga gedung teater dengan kata, pukimak.

Tetapi tidak begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun