Sebenarnya sempat terbersit harapan besar saat PSSI mengumumkan penunjukkan Simon Mc Manemy sebagai arsitek skuad Garuda. Kita semua tahu prestasi pelatih asal Scotlandia itu.
Simon mampu memoles negeri Tagalog itu dari bukan tim mediocer, menjadi tim yang diperhitungkan di Asia Tenggara. Di tangan Simon, langkah Philipina bisa sampai di semi final Piala AFF 2010.
Tahun 2011 Simon merantau untuk mencari peruntungan di Indonesia. Simon menangani Mitra Kukar pada musim 2011-2012. Setahun berikutnya Simon melatih Pelita Bandung Raya. Simon belum mampu mempersembahkan juara bagi kedua tim.
Tahun 2014 Simon balik ke Filipina untuk melatih klub Loyola Meralco Spark FC. Simon melatih klub yang bermarkas di Quezon City itu hingga tahun 2016.
Tahun 2017 Simon menginjakkan kakinya lagi d tanah Indonesia. Kali ini giliran Bhayangkara FC yang mendapat giliran untuk dipoles tangan dinginnya. Karir kepelatihannya kembali bersinar dengan mengantarkan klub sepak bola milik Polri itu meraih juara Ligamusim 2017.
Kesuksesan itulah yang barangkali membuat PSSI kepincut meminangnya untuk melatih Timnas Indonesia pada Desember 2018. Simon didapuk menukangi Timnas Indonesia guna persiapan kualifikasi Piala Dunia 2022 dan Piala Asia 2023. Bulan Februari 2019, Simon mulai berburu pemain untuk mengikuti pelatnas di Australia dan Bali.
Melihat daftar pemain yang dipanggil Simon, rasa keheranan saya mulai timbul. Dari nama-nama itu, kok banyak pemain yang sudah di atas 30 tahun? Ada Yustinus Pae, Ruben Sanadi, Ricardo Salampesy, Ahmad Jufrianto, Fachrudin Aryanto, Syamsul Arief, Victor Igbonefo, Otavio Dutra, Greg Nwokolo, Ferdinand Sinaga, Irfan Bachdim, Osas Saha, dan Alberto Goncalves.
Dalam tahap seleksi, tidak semua pemain senior itu lolos. Namun Simon tetap membawa 8 pemain yang usianya sudah tidak muda lagi. Mereka adalah Victor Igbonefo (32), Irfan Bachdim (31), Yustinus Pae (36), Ruben Sanadi (31), Ferdinan Sinaga (30), Osas Saha (32), Otavio Dutra (34) dan Alberto Goncalves (38).
Semua pemain tersebut memang adalah pemain-pemain yang bagus. Namun masa mereka sudah lewat. Kecuali Alberto Goncalves yang meski sudah 38 tahun tapi memang masih layak diberi kesempatan. Namun itu pun tidak mungkin dia main 90 menit penuh.
Sikap Simon jelas kontra dengan pendahulunya Luis Milla. Pelatih asal Spanyol justru cenderng lebih suka memanggil pemain-pemain muda untuk menghuni skuad Timnas Garuda. Simon beralasan bahwa pengalaman dari pemain-pemain senior sangat dibutuhkan untuk transfer ilmu ke pemain muda.
Kekhawatiran penulis dan mungkin banyak orang mulai terbukti saat laga pertama penyisihan grup G kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia melawan Malaysia. Sempat unggul 1-0 dan 2-1, namun Garuda Merah Putih akhirnya ditekuk Harimau Malaya dengan 2-3 di kandang sendiri.
Semua penonton tahu bahwa kekalahan Indonesia atas Malaysia adalah stamina pemain Garuda yang payah. Di babak pertama, pemain Garuda masih bermain normal, namun di babak kedua, stamina mereka sangat merosot. Bahkan mereka seperti bukan pemain Timnas, Tidak bisa berlari mengejar lawan. Kalaupun bisa berlari terlihat sempoyongan bahkan pemain sering terjatuh.
Alih-alih mengakui salah pilih pemain yang sudah berusia, tim pelatih bahkan menyalahkan kompetisi. Bahkan termasuk Direktur Teknik Danur Windo juga ikut menyalahkan kompetisi.
Memang benar, kompetisi Indonesia masih penuh dengan masalah, namun rasanya kurang bijak juga jika keterpurukan Timnas, tim pelatih kemudian melempar kesalahan ke pihak lain.
Seharusnya kalau sudah tahu kondisi dan jadwal kompetisi, maka seharusnya pelatih punya strategi lain yakni misalnya memanggil pemain muda yang tentu lebih baik staminanya. Kalau sudah tahu jadwal kompetisinya sangat padat, mengapa pelatih lebih memilih pemain yang sudah di atas 30 tahun?
Sejatinya, srategi pertandingan sudah dimainkan saat sang pelatih mulai memilih para punggawanya. Ya, memilih 24 pemain untuk menghuni skuad Timnas Indonesia adalah bagian dari strategi. Strategi awal. Strategi berikutnya adalah menentukan Starting Eleven, skema permainan dan seterusnya.
Berkaca pada kekalahan Tim Garuda di kandang sendiri, sepertinya ada yang keliru dengan strategi pemilihan pemain. Saat melawan Malaysia, para pemain Indonesia kepayahan di babak kedua. Begitu juga saat melawan Thailand. Tiga gol Gajah Perang semua dicetak di babak kedua. Itu jelas indikasi bahwa fisik dan stamina pemain Indonesia sangat payah.
Bagaimana tidak kepayahan, di setiap laga setidaknya ada 4 pemain berusia di atas 30 tahun yang dimainkan Simon. Jika memang tujuannya adalah transfer pengalaman, mungkin cukup dua pemain senior yang dimainkan pada setiap laga. Itupun tidak harus bermain selama 90 menit penuh. Barangkali itu lebih bijak.
Coba kita perhatikan lagi laga Indonesia vs Thailand. Betapa Alberto "Beto" Goncalves sampai terengah-engah. Nampak Ngos-ngosan di babak kedua dan baru diganti pada menit ke-87.
Semoga segera ada evaluasi dari PSSI dan Tim Kepelatihan Timnas Indonesia untuk menyongsong laga berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H