Mohon tunggu...
Badai NTB Channel
Badai NTB Channel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ketua Wilayah Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Nusa Tenggara Barat 2022-2024 Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Mataram

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peluang Penerapan Konsep Blue Economy pada Usaha Rumput Laut Untuk Pembangunan Ekonomi Lokal di NTB

14 Desember 2023   21:30 Diperbarui: 14 Desember 2023   22:39 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hexagon Pembangunan Ekonomi Lokal Rumput Laut NTB 

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, fokus utama dari perspektif LED adalah pembangunan yang bersifat partispatoris, berkelanjutan dan memiliki visi pengentasan kemiskinan. Ketiga aspek ini menuntut perencanaan dan pengelolaan pembangunan yang memastikan partsipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan, pemanfaatan sumber daya lokal secara maksimal yang juga ditujukan untuk memaksimalkan kemandirian ekonomi masyarakat dan pada akhirnya, proses pembangunan itu melibatkan berbagai sektor terutama lingkungan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi. 

Dalam diagram heksagonal LED, ada enam segitiga yang dapat dijadikan sebagai petunjuk sinergitas pertumbuhan dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Analisis penelitian ini akan berusaha mengurai konten-konten setiap segitiga agar didapatkan pemahaman mengenai sejauh mana implementasi LED dalam pembangunan sektor rumput laut di NTB:

Kelompok Target Pembangunan Ekonomi Lokal Sektor Rumput Laut

Secara teoritis, kelompok target kebijakan pembangunan ekonomi terdiri dari tiga (3) bentuk kelompok, yakni kelompok investor eksternal, perusahaan lokal, dan perusahaan start-up. Target prioritas ini sangat bergantung dari situasi dan kondisi suatu daerah. Penetapan kelompok target dalam LED berkaitan dengan proses industrialisasi suatu daerah. Sebagaimana yang telah dijabarkan dalam bagian rantai nilai perdagangan rumput laut NTB, terlihat permasalahan utama dari sektor rumput laut NTB adalah lemahnya industrialisasi rumput laut, baik itu dalam skala nasional maupun regional. Selama ini, NTB hanya mampu melakukan ekspor rumput laut dalam bentuk rumput laut kering mentah. Hal inilah yang menyebabkan ketergantungan sektor rumput laut, baik secara nasional ataupun regional terhadap perdagangan luar negeri. Padahal, pembangunan industri rumput laut dalam negeri dapat memacu serapan lokal terhadap rumput laut dan juga memacu perdagangan rumput laut pada sektor rumput laut olahan yang memiliki rantai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan rantai nilai perdagangan rumput laut mentah. 

Sektor industri rumput laut di NTB sesungguhnya masih di dominasi oleh kelompok industri kecil dan menengah. Kelompok industri ini memproduksi berbagai varian produk yang berbahan dasar rumput laut, misalnya dodol, manisan, sabun dan produk kosmetik lainnya. Beberapa kelompok industri memproduksi produk kosmetik untuk keperluan industri spa dan perhotelan. Meski memiliki potensi yang cukup baik, namun kelompok industri kecil dan menengah atau UMKM memiliki berbagai keterbatasan. Pada aspek yang bernilai positif, pengembangan UMKM dapat bernilai pada penguatan dan ketahanan ekonomi lokal maupun komunitas. Peran UMKM dalam menyerap tenaga kerja juga dianggap signifikan. Namun keterbatasan modal, pengetahuan, dan teknologi menyebabkan UMKM lamban berkembang dan tidak dapat diandalkan untuk menjadi penyerap pasar rumput laut lokal. 

Dalam mendorong industrialisasi sektor rumput laut, pemerintah pun berinisiatif mengundang investor luar untuk mendirikan pabrik di NTB. Saat ini Pemerintah Daerah NTB tengah mengupayakan pembangunan pabrik kosmetik (berbahan dasar rumput laut) di daerah Banyumulek Lombok Barat. Selain itu juga upaya industrialisasi dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM dalam laporan evaluasi hasil pelaksanaan renja tahun 2015 disebutkan beberapa kebijakan yang ditempuh oleh dinas untuk Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, yakni 1) Pengembangan kewirausahaan dan UKM berkeunggulan kompetitif; 2) Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan Koperasi dan UKM; 3) Meningkatkan akses Koperasi dan UKM pada sumber daya produktif; 4) Dukungan perkuatan bagi Koperasi dan UKM. Selain itu, untuk mewujudkan UMKM yang berdaya saing, pemerintah telah mengupayakan berbagai program yang terkait dengan peningkatan kualitas dan daya saing UMKM, misalnya saja penguatan lembaga kredit (koperasi) UMKM sebagai akses likuiditas, program kredit UKM, Bimtek, Program Rintisan Penerapan Teknologi sederhana, Diklat, fasilitas sertifikasi dan lain sebagainya. Selain penguatan kapasitas teknis dan produksi, juga diupayakan akses pasar bagi kelompok UMKM misalnya melalui pelatihan pemasaran, pengembangan sarana pemasaran melalui penyelenggaraan acara seperti Pasar Rakyat dan juga penyelenggaraan promosi produk UMKM melalui berbagai pameran (expo). 

Dalam kerangka berfikir LED, pertumbuhan big business yakni investor luar idealnya tidak boleh bersifat kontradiktif dengan upaya pembangunan dan penguatan ekonomi komunitas atau masyarakat. Pada aspek ini, pemerintah perlu mendesain kebijakan kemitraan industri antara industri kecil dan industri besar agar dapat tercipta relasi simbiosis mutualisme. Tentunya pemerintah tidak begitu saja mengandalkan pihak swasta atau bisnis namun juga harus mengupayakan berbagai insentif dan program yang dapat menarik minat pihak bisnis untuk berinvestasi.

Faktor Lokalisional

Secara sederhana faktor lokalisional atau locational factor dapat diartikan sebagai faktorfaktor atau fitur-fitur yang menentukan apakah suatu daerah atau wilayah memenuhi kualifikasi bisnis (Edward, 1994) dalam bukunya Planning Local Economic Development menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja akan lebih berhasil dan efektif jika disesuaikan dengan kondisi dan potensi masingmasing wilayah atau komunitas. Dalam konteks yang sederhana, faktor lokalisional dapat berupa infrastruktur baik itu komunikasi, jalan, pelabuhan, proses perizinan yang transparan, cost business yang rasional, ketersediaan sumber daya, baik alam, manusia maupun energi, dan juga iklim usaha serta supporting industries, hingga pada aspek geografis. Secara geografis, NTB diberkahi kontur geografis dan bentang alam yang potensial bagi pengembangan ekonomi kelautan dan kemaritiman. Oleh karenanya, NTB menjadi salah satu daerah penghasil rumput laut terbesar di Indonesia. Faktor lokalisional memberikan kemudahan bagi kelompok industri dalam mengakses bahan baku. Kelimpahan bahan baku rumput laut di NTB dipandang sebagai faktor yang menarik minat para investor di Lombok. 

Pada aspek infrastruktur, pemerintah NTB selama sepuluh tahun terakhir telah mengupayakan proyek pembangunan infrastruktur, mulai dari jalan, air dan listrik, komunikasi dan lain sebagainya. Pada tahun 2016 misalnya, capaian pembangunan jalan pemerintah Provinsi NTB telah mencapai 147,15 kilometer dengan 18 ruas jalan, dimana persentase kemantapan jalan nasional mencapai 100 persen dan 72,3 persen untuk jalan provinsi. Begitupula dengan listrik, NTB telah mengupayakan kecukupan energi listrik untuk menunjang geliat ekonomi yang semakin tumbuh.Selain itu, NTB juga telah membangun KEK Mandalika untuk mendorong pertumbuhan investasi dan juga pembangunan Global Hub yang akan menjadikan Lombok sebagai pusat perdagangan dan aktifitas ekonomi untuk Indonensia bagian Tengah dan Timur. Meski masih dalam proses groundbreaking, namun upaya pembangunan kota pelabuhan terintegrasi diharapkan dapat memunculkan keyakinan bahwa NTB sebagai kota industri masa depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun