Â
Bogor yang dikenal sebagai kota hujan, bisa disebut juga sebagai kota 1000 curug, julukan tersebut sangat pantas karena banyaknya curug yang terdapat di wilayah Bogor, meskipun curug-curug yang ada di kota Bogor tidaklah berjumlah seribu. Salah satu dari sekian banyak curug yang terdapat di kota Bogor, ada salah satu curug lagi yang dikenal dengan nama Curug Cibarjan.
Namun curug ini dikenal juga sebagai Curug Palasari ataupun Curug Putri Pelangi yang berlokasi di Desa Tajur Halang, Kecamatan Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Curug ini menyajikan panorama alam yang sangat indah yang dihiasi dengan taman-taman saat memasuki areal parkir, saat menuruni anak tangga yang sudah di paving, kita bisa menikmati pemandangan aneka jenis pepohonan di sebelah kanan dan kiri yang sudah tertata rapih.
Hari minggu yang cerah di bulan puasa, saya mengajak Gede untuk mengunjungi tempat tersebut karena rasa penasaran yang menghinggap di kepala saya sejak lama, setelah berkali-kali melewati jalur Cijeruk dan melihat adanya plang yang berdiri di pinggir kiri jalan tentang keberadaan Curug Cibarjan.
Janjian di Stasiun KA Bojong Gede pukul 09.00 Wib, Gede berangkat dari rumahnya sepagi mungkin dengan menggunakan kereta dari Tanahabang, sementara saya menunggu di depan Stasiun KA Bojong Gede menggunakan sepeda motor. Setelah bertemu di tempat janjian, kami segera berangkat menuju lokasi yang akan kami kunjungi.
Kondisi jalan di Bogor begitu lengang dan di dukung cuaca yang sangat cerah, kami mengambil jalur Batu Tulis kemudian melewati jembatan yang terdapat di Stasiun KA Batu Tulis terdapat pertigaan, saya membelokkan sepeda motor ke kanan melewati jalur Cijeruk dengan kondisi jalan yang juga lengang namun naik turun.
Udara yang berhembus begitu menyegarkan meskipun di tengah hari yang begitu terik, pemandangan landscape Gunung Salak sudah tampak dari kejauhan yang sedikit tertutup oleh kabut. Tak membutuhkan waktu lama, kami tiba di plang informasi keberadaan Curug Cibarjan, saya segera membelokkan sepeda motor ke kanan dengan tekstur jalan yang menanjak keatas.
Tampak begitu sepi saat melintasi jalan ini, sesekali terlihat penduduk setempat yang berjalan dengan memanggul hasil panen perkebunannya, karena saya dan Gede belum mengetahui keberadaan curug tersebut, saya menghentikan sepeda motor tepat di depan salah satu penduduk setempat yang sedang berjalan kaki.
Bapak itu memberitahukan ke kami untuk terus naik keatas, saya lantas melanjutkan perjalanan kembali. Sesampainya diatas terdapat pertigaan yang membuat kami bingung, saya memutuskan untuk jalan terus dengan menuruni jalan yang begitu tajam dan berkelok-kelok. Tampak dua orang bapak yang sedang asyik ngobrol di pinggir jalan, kemudian saya bertanya lagi pada dua orang bapak itu, dan salah satu dari mereka memberitahukan, jika akses masuk Curug Barjan tepat di pertigaan yang saya lewati lalu belok kanan.
Saya segera membalikkan arah motor dan kembali ke pertigaan yang kami lewati, karena jalan yang begitu nanjak dan berkelok-kelok, sepeda motor yang saya kendarai tidak kuat untuk naik, lalu Gede turun dari motor dan mendorongnya dari belakang dan saya menunggu Gede diatas tepat di pertigaan, sementara Gede berlari menghampiri saya.
Saat Gede sudah menaiki sepeda motor, kami melanjutkan perjalanan dengan belok kanan dan tekstur jalanan sudah mulai berkerikil yang dipadu dengan bebatuan ukuran kepalan tangan, saya berusaha mengimbangi meskipun sesekali terpanting karena medan jalan yang tidak stabil dan sedikit menanjak keatas.
Meskipun kondisi jalan yang tidak stabil, selama perjalanan mata kami disuguhkan dengan pemandangan perkebunan dan panorama alam lainnya, tampak penduduk setempat yang sedang bekerja di ladangnya dengan penuh semangat, sementara beberapa anak kecil sedang bermain di sekitar ladang.
Setelah melewati areal perkebunan, kebingungan kembali melanda di benak kami, karena suasana jalanan yang begitu sepi, kami tetap meneruskan perjalanan hingga di ujung jalan kami bertemu dengan dua orang ibu-ibu yang sedang berjalan menuju ladang, kemudian saya bertanya mengenai keberadaan curug dan salah satu dari mereka memberitahu kami untuk belok kiri untuk memutari ladang lalu belok kanan.
Kami melanjutkan perjalanan kembali dengan mengikuti instruksinya, setelah memutari ladang, saya membelokan sepeda motor ke kanan dan tekstur jalan masih berbatu yang bercampur tanah kering dengan panorama perkebunan yang bertingkat memenuhi bukit, kami tetap mengikuti jalan tersebut hingga akhirnya terdapat jalanan yang bercabang, sempat kebingungan untuk memilih jalan yang mana dan saya menghentikan sepeda motor.
Dengan inisiatif, Gede turun dari motor dan berjalan ke sebuah rumah yang tak jauh dari tempat kami berhenti untuk menanyakan keberadaan Curug Cibarjan, selagi Gede mencari informasi, saya beristirahat sambil menikmati pemandangan di areal sekitar. Tak lama kemudian Gede kembali lagi dan memberitahu untuk mengambil jalur yang kanan, dengan segera kami melanjutkan perjalanan kembali.
Dengan mengikuti jalan yang cuma satu-satunya, kami melewati sebuah bukit dan terdapat beberapa mulut goa di bukit tersebut, tampak beberapa para pekerja sedang menambang pasir dan batu di bukit tersebut, kami tetap melajukan sepeda motor dengan kondisi jalan yang penuh bebatuan ukuran kepalan tangan.
Setelah melewati bukit tersebut, kami tiba di areal parkir tempat keberadaan Curug Cibarjan, namun di pintu masuk parkir bertuliskan Curug Putri Pelangi, sedikit heran dan bertanya-tanya di dalam hati, apakah ini Curug Cibarjan yang sedang kami cari atau bukan. Saat kami memarkirkan sepeda motor, tampak penjaga parkir sedang tertidur diatas bale.
Dengan sopan saya membangungkannya, kemudian bertanya tentang keberadaan curug yang sedang kami cari, orang itu memberitahukan memang disinilah tempatnya dan curug tersebut memiliki 3 nama antara lain Curug Barjan, Curug Palasari dan Curug Putri Pelangi. Namun warga setempat mengenalnya dengan nama Curug Cibarjan atau Curug Palasari sementara penamaan Curug Putri Pelangi diberikan oleh si pengelolah tempat tersebut yang berasal dari Korea.
Di areal parkir sudah terlihat pemandangan yang menakjubkan dengan desain taman yang dibalut pepohonan yang tertata rapih, lalu kami berjalan menuruni anak tangga yang sudah di paving dan terdapat pagar besi di sebelah kiri, dan saat menuruni anak tangga tersebut terdengar gemericik air yang mengalir, sementara mata kami disuguhkan dengan barisan pepohonan di sebelah kanan yang diiringi dengan semilir angin yang berhembus, trekking menuju ke curug tidak membutuhkan waktu lama yang kemudian disambut oleh pintu loket dan gerbang yang bertuliskan Curug Putri Pelangi.
Untuk memasuki areal ini, kami harus membayar tiket masuk sebesar Rp.10.000/ orang, setelah itu berjalan untuk mencari spot pemandangan yang bagus, tampak beberapa tempat duduk yang sudah disediakan yang beratapkan payung untuk menghindari panas, ada beberapa Gazebo yang di fungsikan untuk menginap para pengunjung jika ingin bermalam di lokasi ini yang dihiasi dengan sebuah warung di sebelahnya.
Sementara terlihat beberapa kolam yang berisikan beberapa ikan koi yang dihiasi jembatan yang terbuat dari bambu, areal ini benar-benar layaknya taman surga yang tersembunyi. Sunyi dan hening begitu terasa, karena saat kami berkunjung tak ada seorangpun yang mengunjungi tempat tersebut selain beberapa orang yang menjaga lokasi ini.
Kami mencari posisi tempat duduk disudut atas dengan pemandangan curug yang jatuh menghujam ke dalam kolam yang dibentuk, terdapat 2 curug yang mengalir, yang satu curug kecil yang satu lagi curug besar, dan aliran kedua curug ini berasal dari mata air yang keluar dari tempat pohon tumbuh diatas tebing curug tersebut.
Sebelum kami menceburkan diri ke dalam kolam, saya memasak air untuk membuat pop mie yang kami beli di jalan karena lapar yang melanda sejak perjalanan menuju Curug Cibarjan dan setelah itu saya memasak air lagi untuk membuat kopi sambil menikmati panorama alam sekitar.
Kemudian kami makan siang bersama yang diiringi udara segar yang berhembus, setelah itu saya membuat kopi, kami merasakan sesuatu yang berbeda saat mengunjungi tempat ini, layaknya sebuah curug pribadi karena tidak adanya orang lain yang berkunjung ke lokasi ini. Setelah itu kami menceburkan diri ke dalam kolam, air yang dingin, segar dan jernih membasahi sekujur tubuh kami.
Kedalaman kolam hanya 1 meter, kami berenang kesana-sini tanpa memperdulikan rasa dingin yang menerpa, sesekali saya duduk diatas batu tepat curug itu jatuh, kami benar-benar menikmati suasana dan panorama alam sekitar, tak terasa waktu sudah menjelang sore hari, kami mengganti pakaian di kamar mandi yang sudah disediakan, kemudian berjalan menuju parkiran motor dan melanjutkan perjalanan pulang.
Karena seharian bermain air, tak terasa perut kami lapar, kami memutuskan untuk berwisata kuliner di restoran ayam penyet di wilayah bogor dengan harga yang sangat terjangkau. Selesai makan, saya mengantarkan Gede ke Stasiun KA Bogor, setelah itu saya melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H