Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Hemat dan Nyaman ke Kantor Naik KAI Commuter

4 September 2023   09:34 Diperbarui: 4 September 2023   09:52 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naik kereta api tut...tut...tut... lagu yang sering dinyanyikan Ayah waktu saya kecil.   Saat itu kami tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur dan belum ada kereta api.   Saya baru benar-benar merasakan pengalaman naik kereta saat duduk di bangku 3 SD sewaktu berlibur ke Pulau Jawa tahun 1983.

Lama setelahnya tak pernah naik kereta lagi.   Hingga akhirnya saya kuliah di sebuah universitas di Margonda, Depok.   Sejak saat saya berubah menjadi 'anker' alias anak kereta.    Jangan ditanya bagaimana rasanya.  Kalau disuruh memilih mau naik kereta atau metromini?   Saya pasti akan memilih metromini.    Naik kereta adalah sesuatu yang horor.

Kala itu naik kereta bagaikan mandi di sauna.  Badan basah berpeluh, bau keringat berpadu dengan keringat penumpang lain bahkan bercampur dengan aroma sayur atau ikan asin.   Karena banyak penumpang membawa belanjaan atau dagangan pasar dalam jumlah besar ke dalam kereta.      Parfum saja kalah wangi.   Tak terbayangkan aroma pakaian orang kantoran yang baru turun dari kereta.   Bisa-bisa sampai kantor masuk angin dan semangat kerja langsung menurun. 

Disamping itu banyak pengamen (kadang bawa drum), pengemis, pedagang asongan, dan copet ikut naik ke dalam kereta.   Mencari kesempatan dalam kesempitan.   Beberapa kali saya melihat adegan penjabretan dan pencopetan.  Bahkan saya sendiri pernah jadi korban pencopetan saat hendak turun berdesakan dari kereta.   Padahal uang itu untuk bayar kost satu bulan.  

Bahkan ada pula penjabret yang melakukan aksinya dari atas kereta melalui jendela yang terbuka.  Padahal saat itu kereta sedang melaju kencang.   Seperti kejadian yang pernah menimpa seorang mahasiswa.   Kebetulan ia berdiri di pintu kereta yang tidak  tertutup.  Berusaha mempertahankan tasnya yang ditarik pejabret  hingga ia terjatuh dan harus kehilangan nyawa.   

Pintu kereta masa itu memang tidak ditutup.  Beberapakali kejadian orang terjatuh dari kereta.   Apalagi jika penuh berjubel, orang bertumpuk bergelantungan di luar pintu kereta.   Tak hanya itu, penumpang juga berebut naik ke atas gerbong.    Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun ikut naik ke atas gerbong kereta.    Sungguh aksi yang berbahaya.

Tingkah laku penumpang juga bermacam-macam.  Ada yang bawa kursi lipat bahkan tikar untuk bermain gaplek dengan teman-temannya.  Biasanya mereka sudah buat kavling di lantai kereta.    Apakah mereka membayar tiket?   Wah sepertinya lebih banyak yang tidak bayar tiket dibandingkan yang bayar.    Suasana kereta hingar bingar seperti pasar malam.   Sampah pun berserakan di mana-mana.

Ada satu kejadian lucu ketika teman saya asli dari Medan bernama Adrian.   Ia baru pertama kali naik kereta.    Mestinya ia turun di Stasiun Pondok Cina tetapi karena berjubel, ia tidak bisa turun.   Kebablasan lanjut ke Stasiun Depok.

"Bang, kiri Bang! Kiri! Saya mau turun!" teriaknya panik.

Adrian pikir kereta sama dengan bus kota, bisa berhenti dimana saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun