Gedung Sate berada di pusat kota Bandung dan menjadi salah satu landmark kota ini. Â Gedung Sate berada di jalan Diponegoro no 22, Kota Bandung. Â Berdekatan dengan Museum Pos. Â Dirancang oleh arsitek Belanda Ir. J Berger dan dibangun mulai tahun 1920. Â Â
Bangunan megah ini mencampurkan kekayaan arstitektur Barat dan Nusantara. Salah satu kemegahan Nusantara terlihat dari penggunaan batu-batu andesit pada dinding bangunan, material ini banyak digunakan dalam pembangunan candi-candi besar di Indonesia. Â Selainitu pilar-pilarnya yang besar melambangkan kemegahan Eropa.
Museum yang dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini buka untuk umum dari jam 9 pagi hingga 4 sore. Tiket masuknya murah meriah, hanya 5.000 rupiah. Â Â
Di tempat pembelian tiket sebenarnya ada beberapa souvenir. Tapi jumlahnya sangat sedikit  dan ditata kurang menarik. Hanya ada beberapa lembar baju dengan gambar gedung sate, gantungan kunci yang tak sampai 10 buah, dan kartu pos.
Dengan pembelian karcis ada kedai kopi buat kongkow dengan teman-teman. Jam bukanya sama dengan jam operasional Museum Gedung Sate.
Lalu ada wajah dari 7 Â pemuda (sebenarnya tidak 7 wajah, ada dua wajah yang tak ada fotonya dan hanya berupa siluet) yang gugur pada tanggal 3 Desember 1945 saat mempertahankan Gedung Sate dari pasukan Gurkha.
Pasukan Gurkha adalah orang-orang uang berasal dari Nepal dan menjadi bagian angkatan darat Inggris yang terkenal handal. Â Tanggal 3 Desember menjadi cikal bakal hari bakti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Ada pula ruang audio visual mirip bioskop mini yang memutar sejarah Gedung Sate. Durasi film hanya 10 menit tetapi memuat banyak sekali informasi. Â Seolah merangkum informasi yang ada di dalam Museum Gedung Sate. Mulai dari tujuan pembangunan, penggunaan gedung sate sebagai perkantoran PPT (Pos, Telepon,dan Telegraf), lalu menjadi Jawatan Pekerjaan Umum, hingga akhirnya menjadi kantor Gubernur Jawa Barat sekarang.
Kalau ada kesempatan, kita bisa naik ke menara yang tidak dapat dilihat langsung dari bawah. Â Menara ini merupakan lantai paling atas dari Gedung Sate. Â Untuk menuju ke menara ini ada dua cara. Bisa melalui tangga atau menggunakan lift.
Karena tidak setiap waktu area ini dibuka untuk umum. Â Kita bisa melihat pemandangan Gunung Tangkuban Perahu, Lapangan Gasibu, Monumen Perjuangan Jawa Barat, dan suasana Kota Bandung. Â Pengunjung juga bisa memanfaatkan aula (ball room) Gedung Sate sebagai tema buat pre-wedding. Kesannya mewah dan megah dengan lampu kristal menggantung di atas aula. Â Kesan kemegahan masa lalu semakin terasa di masa kini.
Di halaman Gedung Sate, dekat dengan pintu masuk museum, ada penyewaan otoped listrik. Otoped yang terparkir ada 4 unit dan berwarna hijau cerah. Sayang kendaraan otoped listrik sedang tak ada tenaga alias baterainya habis. Terpaksa menunda keinginan untuk mencobanya di halaman Gedung Sate. Â "Besok lagi ya, Pak," pesan penjaga musuem. Â Wah, besok sudah harus balik ke Jakarta.
Kami memilih Pasar Cisangkuy sebagai pilihan. Sebenarnya Cisangkuy bukan nama pasar tapi tempat makan dekat dengan Taman Lansia. Terdiri dari banyak kios/kedai sehingga mirip dengan pasar. Â
Banyak makanan khas nusantara di sini. Â Ada nasi goreng, siomay, kerak telor, lumpia basah, kue balok, dan lainnya. Â Bahkan di waktu-waktu tertentu ada live music-nya. Â Lain waktu akan saya ceritakan pengalaman makan di tempat ini. Â Cerita tentang Bandung memang tidak ada habisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H