Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak-anak Mahakam (2)

1 Mei 2018   08:36 Diperbarui: 1 Mei 2018   09:41 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih terkenang masa bermain bersama di sungai Mahakam, dimana kamu tidak pernah mau ikut turun berenang di sungai.   Ketika kamu menjaga sepeda kami di depan kantor Gubernur.  Seperti baru kemarin kita lewati semua itu.

Di jalan S. Parman, saat ini hanya tinggal rumah orangtua Eka yang masih ada.   Rumahku sendiri sudah lama dijual. Tidak tertinggal lagi bangunan lama.  Rumah kayu kami berubah menjadi rumah bata mewah dengan pagar tinggi.  Tanaman bahkan rumput yang dulu tumbuh di halaman rumah kami juga tidak ada lagi. Rumah Hadi juga telah berubah.   Rumah Iyan juga tidak banyak berubah namun sudah dijual kepada orang lain.    Semua sudah tidak sama lagi.

Saya ingin suatu hari mengajak isteri dan anak-anak berkunjung ke sana dan melihat sungai Mahakam dengan naik ketinting.  Melihat sungai Mahakam dari depan kantor Gubernur, melihat anak-anak berenang di sana.  Sungai yang memberi kesan mendalam dalam hidup.  Bahwa hidup terus mengalir bagai air sungai.   

Saya, Hadi, Eka, dan Iya adalah anak-anak sungai Mahakam.  Bahwa kami sampai kapanpun akan selalu dekat dengan sungai Mahakam.   Entah kapan saya bisa kembali pulang ke Samarinda.   Saya jadi teringat kembali kata-kata Julak Mamat.

"Kalau sudah minum sungai Mahakam, akan selalu terkenang dan selalu ingin datang kembali."

Semoga saja ada waktu untuk kembali pulang.

Kamilah anak-anak Mahakam.   Kenangan itu akan terus abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun