Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Money

Rencanakan dan Wujudkan Kesejahteraan Keluarga Bersama Bumiputera

20 November 2016   16:59 Diperbarui: 20 November 2016   17:16 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber data : Badan Pusat Statistik

Merujuk pada laporan tersebut, 17 persen kelompok usia dewasa muda (25-34 tahun) tidak menyelesaikan pendidikan menengah mereka pada 2013.  Angka ini merupakan hasil perbandingan dengan 34 persen kelompok usia dewasa (55-64 tahun) di semua negara OECD. Laporan ini juga menggunakan data UNESCO Institute of Statistics (UIS) untuk menentukan tingkat penyelesaian pendidikan menengah di negara lain.

Hasil perhitungan menunjukkan, 64 persen dari masyarakat kelompok usia 25-34 tahun di China gagal menyelesaikan pendidikan menengah mereka. Indonesia berda di peringkat kedua dengan 60 persen putus sekolah.    Disusul Meksiko (54 persen), Turki (50 persen).   Bandingkan dengan Amerika Serikat yang tingkat putus sekolah menengah ‘hanya’10 persen, atau Korea Selatan yang (7 persen).

Bagaimana dengan anak-anak kita?

Kalau mengacu kembali kepada data BPS, Indonesia saat ini mengalami apa yang disebut dengan bonus demografi.  Artinya, jumlah usia produktif lebih besar dari jumlah non produktif (anak-anak dan orantua).   Usia produktif menanggung beban non produktif lebih kecil.   Bandingkan saja dengan Jepang, dimana mereka surplus jumah manula.  Rasipa antara anak muda jepang dengan orang tua adalah 1 : 1.74, artinya 1 orang anak muda Jepang, terdapat 1.74 orang tua. Di Jepang, mereka yang telah berumur lebih dari 65 tahun telah mencapai 23% dari populasi, dan satu-satunya negara di luar Eropa yang mendapat predikat “an aging nation” atau bangsa yang menua. Sehingga satu usia produktif harus menanggung lebih banyak mereka yang non produktif.  

Di negeri asalanya, fenomena sosial ini disebut “koureika shakai”,yaitu jumlah lapisan kaum lansia yang meningkat pesat dan masalah “shoushika”, yaitu tingkat kelahiran anak yang menurun. Jumlah kaum muda produktif juga semakin menurun.  Masalah ini diperkirakan akan membuat beban negara terhadap biaya kesehatan akan semakin meningkat.  Itulah sebabnya banyak orang Jepang yang menyadari pentingnya ikut dalam program asuransi kesehatan pribadi.

Demikian pula halnya di negara-negara maju, mereka sudah menyadari pentingnya asuransi pendidikan dan kesehatan bagi keluarga.  Bahkan binatang peliharaan mereka pun turut diasuransikan.  Di negeri ini, jangankan hewan peliharaan, diri sendiri pun tidak diasuransikan.    Sehingga perlu strategi jitu untuk mengembangkan pasar asuransi di Indonesia.   

Dalam masyarakat Indonesia modern, kesejahteraan diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme(UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report(HDR). IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar: (1) Umur panjang dan hidup sehat, (2) Pengetahuan, dan (3) Standar hidup layak. 

IPM merupakan indikator penting mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.   IPM Indonesia mencapai 69,55 dari target asumsi makro APBN 2015 sebesar 69,4.,   Ada tiga dimensi yang membentuk IPM, yaitu dimensi kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Setiap dimensi, ada indikator masing-masing.

Dalam dimensi kesehatan, indikatornya adalah angka harapan hidup masyarakat. Angka harapan hidup saat lahir masyarakat Indonesia pada 2015 mencapai angka 70,78 tahun atau naik 0,19 persen dari dibanding pada 2014, yaitu 70,59 tahun. Selama periode 2010-2015, Indonesia berhasil meningkatkan angka harapan hidup saat lahir sebesar 0,97 tahun.

Dimensi pendidikan ditentukan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Pada 2015, harapan lama sekolah di Indonesia telah mencapai 12,55. Artinya, anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang menamatkan pendidikan mereka hingga lulus SMA atau D-1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun