Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Digital Native, Medsos, dan Kerukunan Beragama

14 September 2016   22:14 Diperbarui: 14 September 2016   22:26 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bahasa Human Rights Working Group (HRWG), Negara harus hadir untuk memastikan tidak terjadi tindakan intoleransi dan kekerasan SARA di tengah masyarakat. Negara harus lebih aktif dalam mendialogkan setiap permasalahan yang ada.

Selain itu pemerintah juga membentuk sebuah forum konsultasi dan komunikasi antara pemimpin atau pemuka agama dengan pemerintah untuk memelihara kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Hal ini melengkapi upaya yang sebelumnya telah dilakukan, yaitu pemantaban organisasi masing-masing agama. Forum yang dimaksud diberi nama Wadah Musyawarah Antar umat Beragama yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agama no. 35 tahun 1980. 

Organisasi umat beragama tingkat pusat adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk umat Islam, Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI) untuk umat Kristen Katolik, Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI) untuk umat Kristen Protestan, Parisada Hindhu Dharma Pusat (PHDP) untuk umat Hindhu, dan Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) untuk umat Buddha (Depag, 1982/1983, h. 46). Wadah-wadah ini diharapkan dapat menjadi pelindung sekaligus tempat mengadu tentang berbagai permasalahan yang terkait dengan agama.   Selain itu berdayakan pula Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) yang tersebar di 516 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.  

Memang dibutuhkan kearifan dalam menggunakan medsos.  Perlu dicari keseimbangan antara melindungi kepentingan individu dan atau kelompok tanpa menghalangi kebebasan menyatakan berpendapat.

Semoga generasi muda Indonesia adalah generasi yang peduli akan pentingnya kerukunan beragama, bukan generasi sofa dan kentang seperti dikemukan Paus Fransiskus.   Generasi ini lebih banyak mengurung diri di rumah dengan gawai tak pernah lepas dari genggaman sambil  duduk manis di sofa empuk dengan mulut tak henti menguyah kripik kentang.   Bangsa ini butuh generasi muda yang kokoh, kuat, tidak mudah goyah dan diperdaya oleh hasutan kebencian.  

Seperti disitir oleh ahli antropogi etnis, Hans Kohn ”sebagai tekad suatu masyarakat untuk secara sadar membangun masa depan bersama, terlepas dari perbedaan ras, suku ataupun agama warganya“.

Facebook

Twitter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun