Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revolusi Mental Bermula dari Keluarga

3 September 2015   21:59 Diperbarui: 3 September 2015   21:59 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi mental dan bonus demografi (bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat besarnya proporsi usia produktif dalam rentang usia 15-64 tahun) dapat menjadi ‘mental’ (terpental) jika momentum ini tidak dimanfaatkan secara baik oleh para orangtua untuk membentuk mental anak-anak mereka melalui delapan fungsi keluarga.     

Pada 2014 tercatat Indonesia memiliki 67 juta keluarga.  Sebuah potensi yang luar biasa untuk memajukan Indonesia.  Bayangkan jika 67 juta keluarga ini mampu melakukan revolusi mental.  Tak diragukan lagi bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar.  Namun bisakah hal tersebut terwujud?  Mengingat tingkat anak-anak putus sekolah masih tinggi, banyak anak yang kekurangan gizi,  tingginya tingkat kelahiran di luar nikah anak-anak dan remaja, serta banyaknya anak-anak yang terlantar.   Apakah dengan fakta-fakta tersebut membuat kita mundur?   Tentu tidak.   Justu fakta tersebut membuat kita sebagai keluarga menyadari bahwa revolusi mental melalui delapan fungsi keluarga harus segera dilakukan agar generasi masa depan lebih baik dari generasi masa kini.

Revolusi mental yang bermula dari keluarga memang tidaklah mudah.  Dibutuhkan keluarga yang kuat untuk melahirkan generasi hebat serta dukungan para pemimpin dan Negara.  .  Rencana masa depan harus direncanakan oleh generasi muda bangsa ini dari sekarang seperti kerap didengungkan BKKBN yaitu Generasi Berencana (GenRe).  Paling tidak Ibda’ bi nafsik (mulailah dari dirimu sendiri) lalu keluarga kecil kita.    Gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan itu sendiri.   Ayo mulai sekarang jalankan revolusi mental di rumah kita.   It’s better to do something late, than to never do it all.

Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup dari 2 ½ sen sehari.   Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli.   Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.  (Soekarno).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun