Mohon tunggu...
Istiara Putri
Istiara Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

I'm Afraid

6 September 2016   13:37 Diperbarui: 6 September 2016   13:59 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tap

“Tidak ...”

Tap

“Jangan ...”

Tap

“Argh ..."

Aku tidak pernah tahu sejak kapan hal ini selalu terjadi padaku, yang aku ingat hanya mereka selalu mencoba menyakitiku setiap waktu. Aku ketakutan karena bukan hanya ingin menyakitiku tapi mereka juga berniat membunuhku. Rasanya begitu membingungkan sebab aku tidak pernah tahu alasan yang membuat mereka harus membunuh dan menyakitiku, setiap hari aku hanya bisa berdiam diri di dalam kamar yang gelap agar mereka tidak menemukanku.

Aku sudah sangat lelah menghadapi mereka semua seorang diri, makhluk-makhluk itu bahkan berhasil membuat onyx tajamku selalu memanas hingga rasanya bulir-bulir air mata berdesakan untuk mengalir di pipi tirusku. Tapi lebih dari itu semua hal yang paling membuatku ingin menangis kencang adalah saat semua orang ‘tidak mempercayaiku.’

“Ry ...”

Tubuhku membeku ketika suara halus yang sudah beberapa tahun ini mengangguku terdengar, seluruh otot tubuhku tidak bisa kugerakan meskipun hanya sekedar menoleh ke asal suara. Tenggorokanku tercekat dan nafasku mulai memburu hingga begitu terasa menyesakkan.

“Ry! Aku datang.” bisiknya.

Kututup mataku erat-erat begitu suara itu kembali membisikkan namaku, bahkan kini aku mulai meremat kuat kedua sisi kemejaku. Mataku menatap kosong ke arah pintu kamar, rasa takut mulai menyerangku. Tubuhku mulai bergetar dan bulu kudukku meremang. Aku berteriak ketika sosok wanita tua terbang melewatiku, diikuti oleh seorang anak laki-laki yang berlari di depan ranjang. Tiba-tiba sosok wanita tanpa mata terbang menyerangku. Aku semakin berteriak kencang, aku takut setengah mati. Mata wanita itu mengeluarkan banyak darah, bahkan lehernya hampir patah. Sangat mengerikan.

Aku tersentak kaget begitu wanita itu menyerang wajahku, mencakar dan memukulku dengan tangan-tangan tajamnya. Aku mencoba malarikan diri, aku beranjak dari ranjang lalu berlari ke sudut kamar. Namun langkahku terhenti saat anak laki-laki berdiri di hadapanku, bibirnya terangkat satu sisi membuat sebuah seringai yang menakutkan. Anak laki-laki itu membanting tubuhku ke arah dinding kamar membuat pandanganku mengelap lalu tidak sadarkan diri.

.

“Bagaimana keadaan anak saya dok?” tanya Mom seraya menatapku yang masih berbaring di ranjang rumah sakit.

Dokter itu menatapku sesaat lalu menghela nafas berat sebelum berbicara pada mom. Aku mengalihkan pandanganku ke arah luar jendela di samping ranjang, aku takut dengan segala kemungkinan yang dokter itu katakan.

“Nyonya, anak ada mengalami trauma pada hantu, dimana jiwa psikisnya selalu mempercayai adanya hantu jahat yang mengentayanginya. Dia mulai percaya adanya hantu di dekatnya.”

“Penyakit apa itu dok?”

“Anak anda menderita ‘Demonomania’ saat ini”

"Demonomania? aku? kenapa?" bisikku pelan.

End

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun