Kututup mataku erat-erat begitu suara itu kembali membisikkan namaku, bahkan kini aku mulai meremat kuat kedua sisi kemejaku. Mataku menatap kosong ke arah pintu kamar, rasa takut mulai menyerangku. Tubuhku mulai bergetar dan bulu kudukku meremang. Aku berteriak ketika sosok wanita tua terbang melewatiku, diikuti oleh seorang anak laki-laki yang berlari di depan ranjang. Tiba-tiba sosok wanita tanpa mata terbang menyerangku. Aku semakin berteriak kencang, aku takut setengah mati. Mata wanita itu mengeluarkan banyak darah, bahkan lehernya hampir patah. Sangat mengerikan.
Aku tersentak kaget begitu wanita itu menyerang wajahku, mencakar dan memukulku dengan tangan-tangan tajamnya. Aku mencoba malarikan diri, aku beranjak dari ranjang lalu berlari ke sudut kamar. Namun langkahku terhenti saat anak laki-laki berdiri di hadapanku, bibirnya terangkat satu sisi membuat sebuah seringai yang menakutkan. Anak laki-laki itu membanting tubuhku ke arah dinding kamar membuat pandanganku mengelap lalu tidak sadarkan diri.
.
“Bagaimana keadaan anak saya dok?” tanya Mom seraya menatapku yang masih berbaring di ranjang rumah sakit.
Dokter itu menatapku sesaat lalu menghela nafas berat sebelum berbicara pada mom. Aku mengalihkan pandanganku ke arah luar jendela di samping ranjang, aku takut dengan segala kemungkinan yang dokter itu katakan.
“Nyonya, anak ada mengalami trauma pada hantu, dimana jiwa psikisnya selalu mempercayai adanya hantu jahat yang mengentayanginya. Dia mulai percaya adanya hantu di dekatnya.”
“Penyakit apa itu dok?”
“Anak anda menderita ‘Demonomania’ saat ini”
"Demonomania? aku? kenapa?" bisikku pelan.
End
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H