Messi dan Paris St. Germain telah mencapai kesepakatan. Messi resmi berseragam Les Parisiens, julukan klub yang bermarkas di kota Paris ini.
Kisah kepindahan Messi dari Barcelona ke Paris Saint Germain bagaikan sebuah drama yang sangat dramatis. Tergores luka yang menyebabkan duka lara, pula memantulkan kegembiraan tiada tara. Dua perasaan itu pun berbaur pada setiap hari penggemarnya.
Duka bagi mereka yang merasa kehilangannya. Mereka yang enggan membiarkan Messi berlabuh kemanapun kecuali Camp Nou.
Suka bagi mereka yang merindukan kehadirannya, klub dan fans yang mengharapkan daya sihir dan servisnya.
Kisah seorang pemuda di Malaka, Nusa Tenggara Timur, yang videonya viral - dapat menggambarkan perasaan duka yang menyayat hati. Saking cintanya pada Barcelona dan Lionel Messi, ia pun terbawa suasana emosional pasca tersebar kabar kepergian Messi dari Camp Nou.
Ibunya menenangkan dan meyakinkannya, "Messi matikah, kalau dia keluar dari Barcelona? Dia tetap hidup."
Bagi pemuda ini, dugaan penulis, ia memandang Messi dan Barcelona itu ibarat dua sisi mata uang -- Â tak dapat dipisahkan.
Messi adalah Barcelona, Barcelona adalah Messi. Messi tanpa Barcelona bukanlah Messi yang sebenarnya dan begitu pula Barcelona tanpa Messi bukanlah Barcelona yang sesungguhnya.
Itulah brand yang lama tercipta (dengan sendirinya) -- selama pengabdian Messi di Catalan. Benar, Messi dan Barcelona sulit diceraikan. Mereka adalah satu. Tanpa salah satunya, bukan Barcelona, bukan pula Messi. Keutuhan itu terbentuk hanya jika Barcelona dan Messi berada dalam satu ruang dan waktu yang sama.
Pemuda Malaka tak sendirian. Ternyata di luar sana, terutama di Catalan, suporter menangis, kecewa dan protes kepada manajemen Barcelona. Pula jurnalis berderai air mata mendengar kata-kata perpisahannya.