Ketika berada di lookout, di hadapan kami terpampang perbukitan Hiliwuku nan kekar. Bukit bergelombang dan meninggalkan garis yang tegas sekalipun dibaluti sabana. Saya membayangkan seperti Green Cannyon, Amerika Serikat.
Green Cannyon, bumi yang sudah 'dikuliti' sehingga permukaan terlihat jelas. Gradasi warna batu sangat jelas. Dipenuhi goresan-goresan alamiah, unik dan indah.
Lain lagi Bukit Hiliwuku. Bukit ditumbuhi sabana tapi garis bagaikan rusuk sangat tampak. Inilah keunikannya. Saya menganalogikan, Hiliwuku bak seorang pria yang memiliki sixpack body.
Di balik permukaan seperti itu, saya membayangkan suatu waktu kelak ini tanpa sabana akan serupa Kelleba Madja, spot wisata populer di Pulau Sabu. Corak fisiknya hampir serupa.
Sumba Timur identik dengan sabana dan perbukitan nan eksotik. Bila Bukit Wairinding menampakan 'kelembutan', bak seorang Rambu mengundang rayu untuk mencumbuinya kala melanglang buana di savanah, maka Bukit Hiliwuku adalah Umbu yang memperlihatkan keperkasaannya, bertelanjang dada, parang dan tombak terhunus di atas punggung Sandlewood. Garis-garis simetris bukit bagaikan sang pria yang bertubuh sixpack yang berjalan di atas panggung dan para penonton berdecak 'wowwwww'. Itulah suasana jiwa dan raga bila anda memandangnya.
Tuhan, Maha Sempurna. Kesempurnaan itu tampak pula dalam setiap karya ciptaan-Nya. Bukit Hiliwuku, Bukit Ferrari, Bukit Sixpack atau apapun sebutannya adalah bukti nyata Kemahasempurnaan Tuhan. Terimakasih Tuhan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H