Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Unik Pater Ceslaus Osiecki SVD: Menolak Makan Sayur Singkong Hingga Isi Bak Air yang Tersisa Setengah

20 April 2019   12:45 Diperbarui: 22 April 2019   19:09 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pater Ceslaus Osiecki SVD (Foto: Umberto Verbita)

Pater Ceslaus Osiecki SVD. Lelaki Polandia. Misionaris itu telah pergi, 9 April 2019. Pergi untuk selamanya dari rahim 'pertiwi'. Flores, bumi yang ia taburkan kabar gembira. Pula rumah ia kembali kepada Sang Khalik.

Ketokohan Pater Ceslaus banyak dikisahkan orang-orang yang pernah mengenalnya. Mereka yang pernah menjadi muridnya, karyawan, rekan sejawat dan umatnya. Saya pernah mendengar kisah-kisahnya dari orang-orang yang pernah menjadi saksi hidup itu.

Pater Ceslaus dikenal Pastor Kabar Gembira. Karena ia melakukan pewartaan melalui pemutaran slide. Jaman itu video masih merupakan barang langka.  Namun slide tetap merupakan gambar yang hidup. Dengan mobilnya ia berkeliling di penjuru Flores. Dari satu paroki ke paroki yang lain.

Tour Kabar Gembira dilakoni seorang diri. Ditemani  musik lagu rohani yang diputar dari tape mobilnya. Mendengar lagu itu, orang kontan tahu, bukan lagi menebak, Pater Ceslaus lewat.

Selain dikenal sebagai Pastor Kabar Gembira, ia dikenal sebagai Pastor Kerahiman Ilahi. Buku-buku tentang Kerahiman diterjemahkan dan disebarluaskannya.

Spiritualitas imannya tak semata tentang mengajarkan hal-hal kehidupan doa dan laku tapa. Ia juga dikenal sangat dekat dengan alam. Kecintaannya pada flora dan fauna sangat luar biasa. Salah satu pulau di Riung, Ngada, ia merawatnya menjadi pulau Kelelawar. Ia tak menembaknya, ia justeru memberikan makan bagi fauna ini.

Hubungannya dengan hewan-hewan sangat dekat. Bahkan ketika ia meninggalkan pulau itu, burung-burung itu pun mengikutinya. Seperti ada kekuatan lain yang dimilikinya. Kekuatan itu yang merekatkan relasinya dengan alam, ciptaan Tuhan.

Saya mungkin orang yang pernah beruntung karena pernah bersamanya meskipun dua hari lamanya. Awal mulanya, ia mengunjungi Paroki St. Yohanes Vianey Magepanda, Sikka. Kala itu saya masih duduk di bangku SD kelas enam. Saya tinggal di pastoran bersama beberapa karyawan. Paman saya adalah pastor paroki sudah lebih dahulu pindah ke Nita, sementara saya harus menyelesaikan sekolah di sana.

Datanglah Pater Ceslaus. Kehadirannya mengejutkan kami. Namanya Pastor, kami tak ada alasan untuk menolaknya apalagi tak memberikan tumpangan. Ia memang datang dengan tiba-tiba. Tentu merepotkan karyawan saat itu untuk menjamunya sebagai tamu terhormat.

Postur tubuhnya tinggi. Bagian depan kepalanya botak tapi ia menutupi dengan rambutnya. Bukan karena botak itu yang menyebabkan ia tutupi dengan rambutnya. Memang demikian adanya style sisiran rambutnya.

Sebagai anak kecil, Pastor barat selalu menjadi 'tontotan'. Karena mereka berbeda dengan yang lainnya -- masyarakat atau umat setempat. Saya tak tahu apakah ia memiliki selera humor atau tidak, saat itu dia 'kering-kering' saja.

Menyadari kedatangannya, Anton, karyawan waktu itu, bergegas mengisi air ke bak mandi. Kala itu belum ada air PAM. Andalan satu-satunya air sumur. Air dipompa menggunakan pompa air manual merek Dragon. Sementra Kanis bergegas menyiapkan makanan malam.

Disamping Pastoran terdapat kintal yang cukup luas yang dijadikan kebun. Ditanami singkong, pepaya dan lombok. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami dapat memetik sayur, buah dan lombok dari kebun ini.

Saya mengikuti Kanis ke kebun ini. Tanpa disadari kami diawasi oleh Pater Ceslaus dari balik jendela nako - jendela yang terbuat dari lempengan kaca yang dapat dibuka-tutup. Kebun tersebut persis di belakang kamar dimana Pater Ceslaus tidur kelak.

"Untuk apa?" Tanyanya saat melihat Kanis memetik daun singkong.

"Untuk kita makan, Pater."

"Saya tidak makan."

Kami terdiam. Sejenak kemudian Kanis lanjutkan memetik daun singkong.

Malam harinya, kami tak menghidangkan Pater dengan sayur daun singkong. Kanis menyuguhkan nasi, mie rebus dan sarden. Menu ini berlaku selama Pater berada di Magepanda.

Pater melewatkan dua malam di Magepanda. Keesokan harinya, ia harus kembali. Sebelumnya berangkatnya, mobil kesayangannya mogok. Tak bisa dihidupkan. Tak ada rasa cemas atau gelisah sedikit pun di wajahnya.

Ia turun tangan untuk memperbaikinya. Umumnya, Pastor Barat sangat menguasai hal-hal teknis selain hal rohaniah. Ia lalu membuka cap mobil bagian depan. Saya terus berdiri dan mengamati di sampingnya. Ia mengambil selembar kain lalu dibasahi dengan bensin. Ia masukan kain tersebut pada sebuah katup. Lalu ia menghidupkan mesin berkali-kali hingga mesin hidup. Setelah itu ia meminta saya tarik kain dari lubang katup itu.

"Nah, kalau mobil tidak hidup, caranya begini." Pesannya kepada saya.

Saya mengangguk seolah-olah paham. Pater pun pamit. Lagu rohani dihidupkan dan membela kesunyian senja kala itu. Ia tak peduli meskipun di kampung Pembo-pembo lagi berduka. Salah satu warga meninggal dunia. Ya, Kabar Gembira menghalau segala duka lara.

Selepas kepergiannya, kami duduk di teras belakang pastoran. Kanis, Anton, dan saya kembali bercerita tentang sosok Pastor unik ini. Mulai dari awal kedatangannya, penolakannya makan daun singkong hingga kepulangannya.

Saya diam-diam mengecek kamar mandi. Alhasil, air masih terisi setengah bak. Saya hanya membathin, "Pater mandi tidak, ya?" Saya pun menceritakan kepada Anton dan Kanis.

"Ya, saya tidak pernah dengar bunyi air dari kamar mandi." Sahut Anton.

Jawaban Anton disambut tawa Kanis. Bagi saya sebagai anak kecil masih meninggalkan tanya bahkan saya memvonisnya sepihak.

"Akh, Pater Ceslaus malas mandi." Tuduhku.

Dengan pikiran dangkal seorang anak kecil, bisa benar tuduhan itu. Bisa jadi Pater malas. Sebaliknya, saya sempat berpikir dia tidak mandi karena alasan warna kulitnya. Kulitnya sudah putih, untuk apa dia mandi lagi.

Wah, bila ingat lagi keluguan waktu itu bikin saya ngakak sendirian. Kita meletakan jawaban kepada orang lain yang belum tentu benar adanya. Sayangnya, saya tidak tanya waktu itu tentang kebenaran ini.

Soal makan atau tidak daun singkong, itu soal kebiasaan. Soal budaya. Soal keseharian. Tetapi, soal air yang tak habis hingga kepergiannya dari Magepanda patut dipertanyakan. Sayangnya, sumber jawaban itu telah meninggalkan Magepanda dengan meninggalkan banyak kesan.

Saat kabar kematiannya datang, saya kembali ingat peristiwa itu. Peristiwa yang terjadi puluhan tahun lalu. Setelah saya melewati ribuan mil perjalanan. Meninggalkan Magepanda yang sunyi kala itu. Berkelana ke ujung Flores hingga Pulau Jawa, Bali, Kupang dan Australia.

Perjalanan panjang yang memberikan jawaban-jawabannya terhadap berbagai pertanyaan masa kecil. Salah satunya, "Mengapa air bak di kamar Pater Ceslaus berkurang setengah?" Pikiran dan aksi Pater Ceslaus melampaui pikiranku dan mungkin pikiran orang Indonesia kala itu dan kini.

Kebanggaan akan kekayaan alam yang kita miliki, kita sering lupa diri untuk "berhemat". Menggunakan air dengan sebebas-bebasnya tanpa peduli menjaga keberlangsungan hidup manusia dan alam itu sendiri.

Saya waktu itu terlampau berpikir sesuatu yang dangkal. Tak mampu melewati puluhan generasi kedepannya seperti yang dipikirkan dan dihayati oleh Pater Ceslaus. Dan, ini menjadi penghayatan umum orang Barat. Menghemat air tak bearti mereka malas mandi. Dari situ, mengapa orang-orang Barat mengharuskan menggunakan shower di kamar mandi. Mengapa pula orang-orang barat menyediakan tissue di toilet. Pater Ceslaus mengajarkan itu, meskipun hanya dua hari saja dan disadari saya tiga puluhan tahun kemudian.

Rest in Peace, Pater. Bawalah senantiasa Kabar Gembira bagi kami di bumi ini. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun